Senin, 30 Mei 2016

Indikator Kinerja Penyuluh Perikanan

Indikator Kinerja Penyuluh Perikanan

Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (UU No.16/2006).

Tujuan Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan adalah Pemberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta pendampingan dan fasilitasi dalam pengembangan bisnis perikanan.

Keberhasilan proses penyuluhan ditandai timbulnya partisipasi aktif dari pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan (masyarakat sasaran), sehingga dalam pengembangan penyuluhan ke depan harus diarahkan pada model yang berpusat pada manusia, dimana peran penyuluh dalam proses penyuluhan adalah sebagai relasi yang berorientasi pada masyarakat sasaran.
Dalam pelaksanaannya sebuah proses penyuluhan harus dimulai dari pemahaman masyarakat terhadap potensi dan masalah yang dihadapinya, sehingga terdorong untuk mengupayakan pemecahan masalah melalui pengembangan semua potensi yang dimilikinya. Pada tahap inilah dimulai peran seorang penyuluh “untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat sasaran dari kegiatan usahanya”, dengan pola pikir yang coba dibangun adalah pengembangan komoditas yang dia dimiliki melalui pemanfatan semua potensi sumberdaya yang ada, jadi peran seorang penyuluh adalah berupa fasilitasi, pengawalan, mobilisasi, pembentukan jaringan kerja dan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan.

Penyuluh Perikanan dalam mendukung pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan diharapkan dapat berperan aktif dalam “membangun sumber daya manusia kelautan dan perikanan profesional dan berdaya saing tinggi untuk memperkokoh ekonomi berbasis kelautan dan perikanan berkelanjutan”, adapun indikator-indikator kinerja penyuluh dalam mewujudkan peran tersebut antara lain berupa:
1. Peningkatan Produksi dan Pendapatan
a. Aspek Teknis
1) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu menghasilkan produk perikanan;
2) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mengidentifikasi keadaan dan sumberdaya yang dimilikinya;
3) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapinya;
4) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu memenuhi kebutuhan sarana prasarana usahanya;
5) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu melakukan diversifikasi produk
6) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mengatasi permasalahannya dengan sumberdaya yang dimilikinya.

b. Aspek Ekonomis
1) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang tahu kondisi pasar (permintaan dan kebutuhan pasar terhadap produk);
2) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu menghasilkan produk sesuai gambaran komoditi, persyaratan teknis produk, proses pengolahan, dan penanganan yang diinginkan pasar;
3) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu menghitung kebutuhan biaya investasi dan kelayakan keuangan (menggunakan alat analisa rugi-laba, cash flow, net present value, pay back period);
4) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mempertahankan/ meningkatkan nilai jual produknya;
5) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mengembangkan usahanya;
6) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu menjadi pembaharu bisnis perikanan setempat yang mampu mendorong kerjasama antar pelaku bisnis dari segmen yang berbeda.

c. Aspek Sosial
1) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang tumbuh sebagai wadah belajar dan kerjasama untuk meningkatkan produksi dan pendapatan;
2) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang mampu membuat aturan tertulis mengenai akuntabilitas organisasi (kewajiban dan tanggung jawab anggota, pemilihan dan pergantian pengurus, penerapan sanksi dan transparansi);
3) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang mampu melaksanakan peran dan fungsinya, sehingga berdampak pada kemajuan usaha anggotanya;
4) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang mampu membuat pembukuan atau administrasi kelompok, antara lain berupa: (1) Buku Data Anggota; (2) Buku Kas; (3) Buku Inventaris Barang; (4) Buku Notulen; (5) Buku Kehadiran Peserta Rapat; (6) Buku Agenda Surat; (7) Buku Tamu; (8) Buku Rencana Kegiatan; (9) Buku Kegiatan Usaha; (10) Buku Pola Tanam/Tebar;
5) Jumlah kelompok pelaku utama yang mampu meningkatkan kelas kelompoknya;
6) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang mampu mengembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan.

2. Usaha yang Bankable
a. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang sadar pentingnya akses terhadap lembaga permodalan dalam pengembangan usaha perikanan;
b. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu menganalisis usaha perikanan;
c. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu menyusun proposal usaha perikanan;
d. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu menggunakan lembaga permodalan dalam transaksi usaha perikanan;
e. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu mengakses permodalan dalam pengembangan usaha perikanan;
f. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu mengembalikan pinjaman


Bloom, B. S. ed. et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain. New York: David McKay.
Gronlund, N. E. (1978). Stating Objectives for Classroom Instruction 2nd ed. New York: Macmilan Publishing.
Krathwohl, D. R. ed. et al. (1964), Taxonomy of Educational Objectives: Handbook II, Affective Domain. New York: David McKay.
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_bloom

Penumbuhan Kelompok Pelaku Utama Perikanan

Penumbuhan Kelompok Pelaku Utama Perikanan

 

Unsur-Unsur Yang Perlu Diperhatikan
1. Adanya saling mengenal dengan baik antara sesama anggotanya, akrab, dan saling percaya mempercayai.
2. Mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha
3. Memiliki kesamaan dalam hal: tradisi/ kebiasaan, pemukiman, jenis usaha, hamaparan, jenis alat tangkap/kapal dan lain-lain.
4. keanggotaan setiap kelompok berkisar 10-25 orang.
5. Memiliki motivasi untuk berkembang

Dasar Pengelompokan Kelembagaan 1. Kelembagaan Pelaku Utama berdasarkan a) Segmen (pembenihan, pendederan, pembesaran, saprokan, pemasaran, pengolah, penangkapan dll)
b) Usaha pada komoditas utama yang sama

2. Kelembagaan pelaku utama diarahkan menjadi asosiasi perikanan (ASOKAN)
Pengelompokan dapat didasarkan pula kepada:
a) Jenis alat /usaha atau RTP (Rumah Tangga Perikanan) atau RTBP (Rumah Tangga Buruh Perikanan)
b) Peranan anggota kelembagaan didalam RTP (apakah sebagai juragan, penggarap, buruh) yang pada prinsipnya berperan sebagai decision maker (penentu).
c) Lokasi atau sosiometri (anggota kelembagaan bebas memilih kontak nelayan/pembudidaya ikan/pengolah, atau berdararkan hubungan sejarah/famili)
d) Status anggota kelembagaan di dalam lingkungan keluarganya (Bapak, Ibu, anak, Pemuda, wanita)

Langkah-langkah Penumbuhan Kelompok
Kelompok dapat terbentuk dengan sendirinya (tanpa bantuan pihak luar) dan dapat pula terbentuk dengan bantuan pihak luar, sehingga agar pelaku utama dapat membentuk kelompok, perlu adanya rangsang dan motivasi, antara lain dengan cara-cara berikut :

1. Memberikan penerangan mengenai keuntungan membentuk kelompok, melalui ceramah, diskusi, tanya-jawab, pemutaran film/slide, siaran televisi, penyebaran brosur/leaflet dan lain-lain.
2. Mengajak para pelaku utama untuk mengunjungi kelompok-kelompok lain yang sudah berhasil.

Dalam pelaksanaan penumbuhan kelompok, dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Identifikasi potensi

Petugas/tenaga pendamping mengamati dan meneliti apakah ada pelaku utama dan pelaku usaha bidang perikanan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu kelembagaan kelompok pelaku utama antara lain:

a) Keberhasilan kegiatan usahanya dalam beberapa musim atau tahun.

b) Sering atau berani mencoba sesuatu teknologi baru.

c) Hubungan dengan aparat desa, Instansi/Dinas, lembaga lain, tokoh masyarakat, Penyuluh atau pembina lainnya, cukup baik untuk berkonsultasi atau dalam rangka mencari sesuatu informasi yang berhubungan dengan pembangunan perikanan.

d) Mau dan mampu melaksanakan serta mengembangkan program Pemerintah.

2. Pelaksanaan penumbuhan:

a) Koordinasi dengan pemerintah setempat, tokoh masyarakat dan kontak pelaku utama yang ada wilayah kerja penyuluhan untuk terlaksananya pertemuan para pelaku utama.

b) Musyawarah penumbuhan kelembagaan kelompok pelaku utama

c) Pengukuhan kelembagaan kelompok pelaku utama

Bila semua pelaku utama bekerja secara sendiri-sendiri tentu saja tidak akan mampu mengembangkan usaha dengan baik. Namun setelah digabung dalam kelompok dan masuk dalam wadah kelembagaan kelompok maka berbagai keunggulan dan keuntungan pasti akan diperoleh, misalnya mudah mendapatkan modal usaha, dapat bermitra dengan lembaga keuangan serta mempermudah dalam akses pemasarannya. Dengan manfaat berlembaga cukup besar dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama dan masyarakat bidang kelautan dan perikanan.

Dalam rangka penumbuhan kelompok pelaku utama bidang kelautan dan perikanan melalui pengelompokan yang antara lain dapat dibagi ke dalam:

1) Kelembagaan Pelaku Utama berdasarkan JENIS USAHA

2) Kelembagaan Pelaku Utama Berdasarkan SKALA USAHA

3) Kelembagaan Pelaku Utama Berdasarkan STATUS USAHA

4) Kelembagaan Pelaku Utama Berdasarkan KOMODITAS UTAMA

5) Kelembagaan Pelaku Utama Berdasarkan TEMPAT TINGGAL/ DOMISILI.


Pengukuhan Kelembagaan Pelaku Utama

Pengukuhan adalah suatu proses peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi. Dengan pemberdayaan tersebut bertujuan sumber daya manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan kelembagaan bisnis perikanan sehingga pembangunan perikanan mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu upaya dalam pemberdayaan kelembagaan kelompok pelaku utama adalah melalui kegiatan fasilitasi dalam pengukuhan dan pengakuan terhadap kelembagaan kelompok.

Pengukuhan dan atau pengakuan terhadap kelembagaan kelompok pelaku utama merupakan salah satu bentuk penghargaan atas karya dan prestasi kelompok yang telah dicapai dan merupakan kebanggaan bagi para anggota kelompok. Kegiatan ini diharapkan akan tumbuh motivasi yang lebih besar dari para anggota kelompok untuk belajar lebih giat, bekerja lebih erat dan berusaha lebih efektif dalam usaha menigkatkan produksi dan pendapatannya.

Adapun tujuan dari pelaksanaan pengukuhan kelompok antara lain:

1. Tumbuh dan berkembangnya rasa bangga kelompok sebagai prinsip belajar dan kerjasama untuk meningkatkan produksi dan pendapatan.
2. Tumbuh dan berkembangnya dinamika kelembagaan dalam berorganisasi untuk memanfaatkan peluang ekonomi.
3. Terciptanya metode pemberdayaan, bimbingan, dan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kemampuan kelompok pelaku utama.


Referensi:

Juni Pranoto dan Wahyu Suprapti, 2006. Membangun Kerjasama Tim (Team Building). Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia, Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Santosa S., 2004. Dinamika Kelompok Edisi Revisi. Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.

Tim Pusbangluh, 2008. Modul Pembinaan dan Pengembangan Kelembagaan Penyuluhan Perikanan. Pusat Pengembangan Penyuluhan BPSDMKP, Jakarta.
 

Peran Penyuluh Perikanan dalam Pemberdayaan Pelaku Utama Perikanan

Peran Penyuluh Perikanan dalam Pemberdayaan Pelaku Utama Perikanan

Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (UU No.16/2006).

Tujuan Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan adalah Pemberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta pendampingan dan fasilitasi dalam pengembangan bisnis perikanan.

Keberhasilan proses penyuluhan ditandai timbulnya partisipasi aktif dari pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan (masyarakat sasaran), sehingga dalam pengembangan penyuluhan ke depan harus diarahkan pada model yang berpusat pada manusia, dimana peran penyuluh dalam proses penyuluhan adalah sebagai relasi yang berorientasi pada masyarakat sasaran.
Dalam pelaksanaannya sebuah proses penyuluhan harus dimulai dari pemahaman masyarakat terhadap potensi dan masalah yang dihadapinya, sehingga terdorong untuk mengupayakan pemecahan masalah melalui pengembangan semua potensi yang dimilikinya. Pada tahap inilah dimulai peran seorang penyuluh “untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat sasaran dari kegiatan usahanya”, dengan pola pikir yang coba dibangun adalah pengembangan komoditas yang dia dimiliki melalui pemanfatan semua potensi sumberdaya yang ada, jadi peran seorang penyuluh adalah berupa fasilitasi, pengawalan, mobilisasi, pembentukan jaringan kerja dan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan.

Penyuluh Perikanan dalam mendukung pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan diharapkan dapat berperan aktif dalam “membangun sumber daya manusia kelautan dan perikanan profesional dan berdaya saing tinggi untuk memperkokoh ekonomi berbasis kelautan dan perikanan berkelanjutan”, adapun indikator-indikator kinerja penyuluh dalam mewujudkan peran tersebut antara lain berupa:
1. Peningkatan Produksi dan Pendapatan
a. Aspek Teknis
1) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu menghasilkan produk perikanan;
2) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mengidentifikasi keadaan dan sumberdaya yang dimilikinya;
3) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapinya;
4) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu memenuhi kebutuhan sarana prasarana usahanya;
5) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu melakukan diversifikasi produk
6) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mengatasi permasalahannya dengan sumberdaya yang dimilikinya.

b. Aspek Ekonomis
1) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang tahu kondisi pasar (permintaan dan kebutuhan pasar terhadap produk);
2) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu menghasilkan produk sesuai gambaran komoditi, persyaratan teknis produk, proses pengolahan, dan penanganan yang diinginkan pasar;
3) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu menghitung kebutuhan biaya investasi dan kelayakan keuangan (menggunakan alat analisa rugi-laba, cash flow, net present value, pay back period);
4) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mempertahankan/ meningkatkan nilai jual produknya;
5) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu mengembangkan usahanya;
6) Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama perikanan yang mampu menjadi pembaharu bisnis perikanan setempat yang mampu mendorong kerjasama antar pelaku bisnis dari segmen yang berbeda.

c. Aspek Sosial
1) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang tumbuh sebagai wadah belajar dan kerjasama untuk meningkatkan produksi dan pendapatan;
2) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang mampu membuat aturan tertulis mengenai akuntabilitas organisasi (kewajiban dan tanggung jawab anggota, pemilihan dan pergantian pengurus, penerapan sanksi dan transparansi);
3) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang mampu melaksanakan peran dan fungsinya, sehingga berdampak pada kemajuan usaha anggotanya;
4) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang mampu membuat pembukuan atau administrasi kelompok, antara lain berupa: (1) Buku Data Anggota; (2) Buku Kas; (3) Buku Inventaris Barang; (4) Buku Notulen; (5) Buku Kehadiran Peserta Rapat; (6) Buku Agenda Surat; (7) Buku Tamu; (8) Buku Rencana Kegiatan; (9) Buku Kegiatan Usaha; (10) Buku Pola Tanam/Tebar;
5) Jumlah kelompok pelaku utama yang mampu meningkatkan kelas kelompoknya;
6) Jumlah kelompok pelaku utama perikanan yang mampu mengembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan.

2. Usaha yang Bankable
a. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang sadar pentingnya akses terhadap lembaga permodalan dalam pengembangan usaha perikanan;
b. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu menganalisis usaha perikanan;
c. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu menyusun proposal usaha perikanan;
d. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu menggunakan lembaga permodalan dalam transaksi usaha perikanan;
e. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu mengakses permodalan dalam pengembangan usaha perikanan;
f. Jumlah kelompok/perorangan pelaku utama yang mampu mengembalikan pinjaman

Sebagai langkah awal dalam mewujudkan peran anda sebagai seorang Penyuluh Perikanan, terlampir kami sertakan CD Data untuk Anda pelajari, yang berisi:
1. Materi Presentasi_Penyuluhan
2. Materi Presentasi_Pemberdayaan
3. Leaflet Penyuluhan Perikanan
4. Buku Perikanan
5. Materi_Minapolitan
6. Materi_Budidaya Perikanan
7. Materi Tambahan_Renungan seorang Penyuluh
8. Materi Tambahan_Partisipatory Work Plan

Catatan:
1. Materi yang harus Anda pelajari (secara cepat) dalam sekitar 24 jam kedepan adalah “1. Materi Presentasi_Penyuluhan” karena materi-materi didalam Folder inilah yang harus Anda miliki sebagai kompetensi dasar seorang Penyuluh Perikanan.
2. Setelah anda mempelajari materi No.1 diatas, kami akan membuka forum diskusi. Anda kami berikan waktu sekitar 3 jam untuk menanyakan/mendiskusikan kepada Kami mengenai materi dimaksud.
3. Untuk bimbingan dan pembinaan lebih lanjut silahkan menghubungi Kami.

Usaha yang Bankable

Usaha yang Bankable

Lembaga keuangan/bank adalah sumber modal terbesar yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM. Namun untuk bermitra dengan bank, usaha kecil dituntut menyajikan proposal usaha yang feasible atau layak usaha dan menguntungkan. Disamping itu lembaga keuangan bank mensyaratkan usaha kecil harus bankable atau dinilai layak oleh bank untuk mendapatkan kredit.
Beberapa prinsip untuk mewujudkan usaha yang bankable adalah sebagai berikut:

A. Prinsip-prinsip 5 C

Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat, dikenal adanya prinsip-prinsip perkreditan (5 C) yaitu :
1. Character
Karakter adalah watak/sifat dari debitur, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaannya untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran, integritas serta itikad debitur untuk memenuhi kewajiban sesuai perjanjian yang telah ditetapkan.
2. Capacity
Adalah kemampuan nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaannya untuk mengukur sampai sejauh mana nasabah mampu melunasi hutang-hutangnya secara tepat waktu dari kegiatan usahanya
3. Capital
Dilihat dari kemampuan untuk menyediakan modal sendiri/self financing sampai jumlah tertentu
4. Collateral
Adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Bentuk Jaminan :
a. Jaminan Kebendaan : Jaminan utama dan Jaminan Tambahan
b. Jaminan dari Pihak Ketiga
5. Condition of social, economy and environment
Adalah situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya mempengaruhi kelancaran usaha nasabah.
6. Constraint
Yakni batasan-batasan atau hambatan-hambatan yang tidak memungkinkan seseorang melakukan business di suatu tempat.

B. Prinsip 7 P

1. Personality; kepribadian, tingkah laku
2. Party; klasifikasi/golongan
3. Purpose; tujuan ambil kredit
4. Prospect; menilai usaha masa yang akan datang
5. Payment; bgmn pengembalian
6. Profitability; kemampuan cari laba
7. Protection; menjaga dgn perlindungan

C. Prinsip 3 R

1. Return (kembali); modal dan laba dpt kembali ke pengusaha.
2. Repayment (pembayaran); kemampuan, kesanggupan, keinginan mengembalikan
3. Risk (risiko); antisipasi terjadi risiko gagal

D. Analisa Ratio Keuangan dalam Perkreditan

Analisa ratio keuangan dalam penilaian kredit, antara lain berupa:
1. Analisa Keuangan :
a. ROI (return on investment)
b. NPV (net present value)
c. B/C Ratio (benefit cost ratio)
d. IRR (internal rate of return)
e. BEP (break even point )
2. Ratio Likuiditas : kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek
Current Ratio (%) = Aktiva Lancar/Hutang Lancar x 100%
Net Working Capital = Aktiva Lancar – Hutang Lancar

3. Ratio Profitabilitas : kemampuan menghasilkan keuntungan
Gross Profit Margin (%) = Laba Kotor/Penjualan x 100%
Net Profit Margin (%) = Laba Bersih/Penjualan x 100%
Return on Asset (%) = Laba Bersih/Total Asset x 100%
Return On Equity (%) = Laba Bersih/Total Modal x 100%
4. Ratio Solvabilitas : kemampuan untuk melunasi hutang
Debt Equity Ratio (DER) = Hutang / Modal x 100%
5. Ratio Aktivitas : untuk melihat aktivitas usaha nasabah
Perputaran Inventory (ITO) = Persediaan/Penjualan x 360 hr
Perput. Piutang Dagang (ARTO) = Piutang/Penjualan x 360 hr
Perput. Hutang Dagang (APTO) = Hutang/Penjualan x 360 hr
Trade Cycle/Siklus Usaha (TC) = ITO + ARTO - APTO

Referensi:
........., 2006. Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Konsultan Keuangan/ Pendamping UMKM Mitra Bank (KKMB) Sektor Kelautan dan Perikanan. Direktorat Usaha dan Investasi, Ditjen P2HP, Jakarta.
BI Denpasar, 2007. Materi: Pengenalan Perbankan dan Perkreditan pada Pelatihan KKMB Sektor Kelautan dan Perikanan, yang diselenggaran oleh kerjasama antara BI Denpasar dan Ditjen P2HP.
Purba S., 2007. Hand Out “Pengenalan Kredit UMKM” pada Pelatihan Calon KKMB Bidang Kelautan dan Perikanan Tahun 2007.
Purba S., 2007. Materi: Pengenalan Kredit UMKM pada Pelatihan KKMB Sektor Kelautan dan Perikanan, yang diselenggaran oleh kerjasama antara BI Denpasar dan Ditjen P2HP.
Rupa Adnyana, 2007. Hand Out Study Kelayakan Pada Pelatihan KKMB Sektor KP Wilayah Provinsi Bali Tahun 2007
Setyobudi Andang, 2007. Peran Serta Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (Umkm) Dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 33 Volume 5, Nomor 2, Agustus 2007.
Sukaya I.M., 2007. Hand Out Aspek Hukum dan Legalitas UMK

Pengenalan Kredit pada Lembaga Keuangan

Pengenalan Kredit pada Lembaga Keuangan


Kredit berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti “Kepercayaan” atau dalam bahasa Latin “Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran.
Pengertian Kredit berdasarkan UU Pokok Perbankan No. 10 Tahun 1998. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan Pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Perkreditan merupakan proses kegiatan perbankan/lembaga keuangan dalam menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat, yang disalurkan kembali kepada masyarakat khususnya pengusaha, dalam bentuk pinjaman yang lebih dikenal dengan kredit. Penyaluran dana dalam bentuk kredit tidak lain agar perbankan/lembaga keuangan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin. Keuntungan utama bisnis perbankan adalah selisih antara bungan dari sumber-sumber dana dengan bunga yang diterima dari alokasi dana tertentu.

A. Produk-produk Perkreditan

Jenis-jenis produk perkreditan berdasarkan tujuan penggunaan antara lain adalah:
1. Kredit modal kerja : kredit yang diberikan untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha. Termasuk KMK adalah Trade Finance yaitu : produk perbankan untuk membiayai kegiatan perdagangan nasabah yang berkaitan dengan transaksi ekspor impor.
2. Kredit investasi : kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada calon debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk pembelian mesin-mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang modal yang dibiayai.
3. Kredit Konsumsi : kredit yang diberikan kepada perorangan untuk segala keperluan konsumtif seperti pembelian/perbaikan rumah, pembelian kavling siap bangun, pembelian kendaraan bermotor, biaya sekolah, berlibur dan keperluan konsumtif lainnya.
4. Kredit atas dasar Cash Collateral yaitu Kredit atas dasar jaminan deposito yang diterbitkan oleh Bank dengan kuasa pencairan. Asli deposito dikuasai oleh Bank.

B. Sifat-sifat Kredit

Menurut BI Denpasar (2007), Sifat-sifat kredit adalah sebagai berikut:
1. Revolving (berulang)
Jenis kredit yang dapat ditarik sesuai dengan kebutuhan dana dari pihak debitur. Jangka waktu kredit dapat berulang/diperpanjang selama kegiatan usahanya berjalan baik.
2. Einmalig (sekali tarik)
Jenis kredit dengan satu kali penarikan untuk suatu jangka waktu tertentu dan harus dilunasi sekaligus pada saat kegiatan usaha yang dibiayai dengan kredit tsb selesai. Umumnya untuk jenis kredit a/d kontrak (kmk kontraktor).
3. Plafond menurun
Jenis kredit yang secara sistematis plafondnya turun bertahap sesuai jadwal angsuran yang ditentukan, yaitu secara annuitas atau baki debet menurun.

C. Prinsip-prinsip Kredit

Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat, dikenal adanya prinsip-prinsip perkreditan yaitu :
1. Character; Watak/sifat dari debitur, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaannya untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran, integritas serta itikad debitur untuk memenuhi kewajiban sesuai perjanjian yang telah ditetapkan.
2. Capacity; Kemampuan nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaannya untuk mengukur sampai sejauh mana nasabah mampu melunasi hutang-hutangnya secara tepat waktu dari kegiatan usahanya
3. Capital; Dilihat dari kemampuan untuk menyediakan modal sendiri/self financing sampai jumlah tertentu
4. Collateral; Barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Bentuk Jaminan : a) Jaminan Kebendaan: Jaminan utama dan Jaminan Tambahan; dan b) Jaminan dari Pihak Ketiga.
5. Condition of social, economy and environment; Situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya mempengaruhi kelancaran usaha nasabah.
6. Constraint; Batasan-batasan atau hambatan-hambatan yang tidak memungkinkan seseorang melakukan business di suatu tempat.



D. Unsur-unsur Pemberian Kredit

Pemberian kredit oleh perbankan mengandung beberapa unsur, yaitu:
1. Kepercayaan; keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali,
2. Kesepakatan; suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
3. Jangka waktu; masa pengembalian kredit yang telah disepakati bersama.
4. Resiko; adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit.
5. Balas jasa; keuntungan atas pemberian suatu kredit atau pembiayaan yang dikenal sebagai bungan untuk bank konvensional atau bagi hasil untuk bank syariah.
E. Prosedur Pemberian Kredit
Prosedur pemberian dan penilaian kredit oleh perbankan pada umumnya tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada persyaratan yang ditetapkan dan pertimbangan masing-masing.
Prosedur pemberian kredit adalah sebagai berikut:
1. Pengajuan berkas-berkas
Pengajuan proposal kredit hendaklah berisi antara lain: (a) latar belakang perusahaan/kelompok usaha; (b) maksud dan tujuan; (c) besarnya kredit dan jangka waktu; (d) cara pengembalian kredit; dan (e) jaminan kredit.
2. Pemeriksaan berkas-berkas
Untuk mengetahui apakah berkas pinjaman yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika belum lengkap atau cukup, maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas waktu tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangannya, maka permohonan kreditnya dapat dibatalkan.
3. Wawancara I
Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam.
4. On the Spot
Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai obyek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasilnya dicocokkan dengan hasil wawancara I.
5. Wawancara II
Merupakan bagian perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan.
6. Penilaian dan analisis kebutuhan modal
Merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka menilai kebutuhan kredit yang sebenarnya.
7. Keputusan Kredit
Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya.
8. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit.

9. Realisasi Kredit
Diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.
10. Penyaluran/Penarikan
Adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit.
11. Penilaian Kredit
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali.

Referensi:
........., 2006. Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Konsultan Keuangan/ Pendamping UMKM Mitra Bank (KKMB) Sektor Kelautan dan Perikanan. Direktorat Usaha dan Investasi, Ditjen P2HP, Jakarta.
BI Denpasar, 2007. Materi: Pengenalan Perbankan dan Perkreditan pada Pelatihan KKMB Sektor Kelautan dan Perikanan, yang diselenggaran oleh kerjasama antara BI Denpasar dan Ditjen P2HP.
Purba S., 2007. Hand Out “Pengenalan Kredit UMKM” pada Pelatihan Calon KKMB Bidang Kelautan dan Perikanan Tahun 2007.
Purba S., 2007. Materi: Pengenalan Kredit UMKM pada Pelatihan KKMB Sektor Kelautan dan Perikanan, yang diselenggaran oleh kerjasama antara BI Denpasar dan Ditjen P2HP.
Rupa Adnyana, 2007. Hand Out Study Kelayakan Pada Pelatihan KKMB Sektor KP Wilayah Provinsi Bali Tahun 2007
Setyobudi Andang, 2007. Peran Serta Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (Umkm) Dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan 33 Volume 5, Nomor 2, Agustus 2007.
Sukaya I.M., 2007. Hand Out Aspek Hukum dan Legalitas UMKM Perikanan pada Pelatihan Calon KKMB Usaha Perikanan di Denpasar Tahun 2007.

Dinamika Kelompok Pelaku Utama Perikanan

Dinamika Kelompok Pelaku Utama Perikanan

Pengertian Dinamika Kelompok

Dalam Santoso (2004) dijelaskan bahwa; dinamika berarti tingkah laku warga yang satu secara langsung mempengaruhi warga yang lain secara timbal balik. Jadi, dinamika berarti adanya interaksi dan interpedensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan.

Dynamic is facts or concepts which refer to condition of change, expecially to forces. Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok, semangat kelompok(group spirit) terus-menerus berada dalam kelompok itu. Oleh Karena itu, kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah.

Individu sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yang menurut A. Maslow dikenal sebagai: a) kebutuhan fisik; b) kebutuhan rasa aman; c) kabutuhan kasih sayang; d) kebutuhan prestasi dan prestise, serta e) kebutuhan untuk melaksanakan sendiri.
Dilain pihak, individu memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas, namun potensi yang ada pada individu tersebut terbatas sehingga individu harus meminta bantuan kepada individu yang lain yang sama-sama hidup dalam satu kelompok.

Dalam keadaan seperti itu, individu berusaha mengatasi kesulitan yang ada pada dirinya melalui prinsip escapism, artinya salah satu bentuk pelarian diri dengan mengorbankan pribadinya dan mempercayakan pada orang lain yang menurut pendapatnya memiliki sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Bentuk penyerahan diri seperti ini mengakibatkan timbulnya perasaan perlunya kemesraan didalam kehidupan bersama. Artinya, kehidupan kelompok itu berkembang dengan baik.

Dengan keadaan seperti diatas, beberapa ahli mencoba memberikan pengertian apa yang disebut kelompok.
a. W.Y.H. Sprott memberikan pengertian kelompok sebagai beberapa orang yang bergaul satu dengan yang lain.
b. Kurt Lewin berpendapat bahwa:
The essence of a group is not the similarity or dissimilarity of its members but their interpendence.
c. H. Smith menguraikan:
“kelompok adalah suatu unit yang terdapat beberapa individu, yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi”.
Dinamika Kelompok merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami (Purnawan, 2004).
Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok berarti suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis yang jelas antara anggota kelompok yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, antara anggota kelompok mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersma-sama.

Unsur-Unsur Dinamika Kelompok
Kelompok harus bisa produktif, harus bisa menghasilkan sesuatu, bermanfaat bagi anggotanya. Agar kelompok produktif, kelompok harus dinamis. Untuk bisa dinamis, unsur-unsur dinamika sebagai kekuatan kelompok tersebut harus terpenuhi. Unsur-unsur dinamika kelompok tersebut adalah :

A. Tujuan Kelompok

Tujuan kelompok dapat diartikan sebagai gambaran yang diharapkan anggota yang akan dicapai oleh kelompok. Tujuan kelompok harus jelas dan diketahui oleh seluruh anggota. Untuk mencapai tujuan kelompok tersebut diperlukan aktivitas bersama oleh para anggota. Hubungan antara tujuan kelompok dengan tujuan anggota bisa : a) sepenuhnya bertentangan, b) sebagian bertentangan, c) netral, d) searah dan e) identik. Dengan demikian bentuk hubungan ”a” tidak menguntungkan dan bentuk ”d” adalah yang paling baik

B. Struktur Kelompok

Struktur kelompok adalah bentuk hubungan antara individu-individu dalam kelompok sesuai posisi dan peranan masing-masing. Struktur kelompok harus sesuai/mendukung tercapainya tujuan kelompok. Yang berhubungan dengan struktur kelompok yaitu :

1. Struktur Komunikasi
Sistem komunikasi dalam kelompok harus lancar agar pesan sampai kepada seluruh anggota, komunikasi yang tidak lancar akan menimbulkan ketidakpuasan anggota, pada gilirannya kelompok menjadi tidak kompak.
2. Struktur Tugas Atau Pengambilan Keputusan
Pembagian tugas harus merata dengan memperhatikan kemampuan, peranan, dan posisi masing-masing anggota. Dengan demikian seluruh anggota kelompok ikut berpartisipasi dan terlibat, sehingga dinamika kelompok harus semakin kuat.
3. Struktur Kekuasaan atau Pengambilan Keputusan
Kedinamisan kelompok sangat erat dengan kecepatan pengambilan keputusan selain harus jelas siapa yang mengambil keputusan dan ketidak cepatan (kelambatan) pengambilan keputusan menunjukkan lemahnya struktur kelompok
4. Sarana Terjadinya Interaksi
Interaksi di dalam kelompok sangat diperlukan sedangkan dalam struktur kelompok harus menjamin kelancaran interaksi, kelancaran interaksi memerlukan sarana (contoh ketersediaan ruang pertemuan kelompok) dapat menjamin kelancaran interaksi antar anggota.

C. Fungsi Tugas

Fungsi tugas adalah segala kegiatan yang harus dilakukan kelompok dalam rangka mencapai tujuan. Secara keseluruhan fungsi ini sebaiknya dilakukan dengan kondisi menyenangkan, dengan kondisi yang menyenangkan dapat menjamin fungsi tugas ini dapat terpenuhi. Kriteria yang dipergunakan pada fungsi tugas ini terpenuhi atau tidak adalah terdapatnya:

1. Fungsi memberi informasi
Dengan kondisi yang menyenangkan gagasan yang muncul dan penyebarannya kepada anggota lainnya akan berjalan dengan baik

2. Fungsi koordinasi
Dalam kelompok fungsi koordinasi ini sangat diperlukan untuk mengatur berbagai pola-pola pemikiran/tindakan agar terjadi kesepakatan tindakan.
3. Fungsi memuaskan anggota
Semakin anggota merasa senang dan puas, semakin baik kekompakan kelompok.
4. Fungsi berinisiatif
Kelompok perlu merangsang dari semua anggota untuk bisa memunculkan banyak inisiatif, makin banyak muncul inisiatif makin kuat dinamika kelompok
5. Fungsi mengajak untuk berpartisipasi
6. Fungsi menyelaraskan

D. Mengembangkan dan Membina Kelompok

Mengembangkan dan membina kelompok dimaksudkan sebagai usaha mempertahankan kehidupan kelompok, kehidupan berkelompok dapat dilihat dari adanya kegiatan
1. Mengusahakan/mendorong agar semua anggota kelompok ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan kelompok. Dengan demikian rasa memiliki kelompok dari para anggotanya akan tinggi.
2. Tersedianya fasilitas
3. Mengusahakan/mendorong menumbuhkan kegiatan, agar para anggota bisa ikut aktif berperan
4. Menciptakan norma kelompok. Norma kelompok ini digunakan sebagai acuan anggota kelompok bertindak.
5. Mengusahakan adanya kesempatan anggota baru, baik untuk menambah jumlah maupun mengganti anggota yang keluar

6. Berjalannya proses sosialisasi. Untuk mensosialisasikan adanya anggota baru adanya norma kelompok adanya kesepakatan, dan sebagainya

E. Kekompakan Kelompok

Kekompakan kelompok menunjukkan tingkat rasa untuk tetap tinggal dalam kelompok, hal ini dapat berupa : loyalitas, rasa memiliki, rasa keterlibatan, dan keterikatan.
Terdapat enam faktor yang mempengaruhi kekompakan kelompok yaitu:
1. Kepemimpinan Kelompok
Kepemimpinan kelompok yang melindungi, menimbulkan rasa aman, dapat menetralisir setiap perbedaan.
2. Keanggotaan Kelompok
Anggota yang loyal dan tinggi rasa memiliki kelompok.
3. Nilai Tujuan Kelompok
Makin tinggi apresiai anggota terhadap tujuan kelompok, kelompok semakin kompak.
4. Homogenitas Angota Kelompok
Setiap anggota tidak menonjolkan perbedaan masing-masing, bahkan harus merasa sama, merasa satu.
5. Keterpaduan Kegiatan Kelompok
Keterpaduan anggota kelompok di dalam mencapai tujuan sangatlah penting.
6. Jumlah Anggota Kelompok
Pada umumnya, bila jumlah anggota kelompok relatif kecil cenderung lebih mudah kompak, dibandingkan dengan kelompok dengan jumlah anggota besar.

F. Suasana Kelompok

Suasana kelompok adalah keadaan moral, sikap dan perasaan bersemangat atau apatis yang ada dalam kelompok, suasana kelompok yang baik bila anggotanya merasa saling menerima, saling menghargai, saling mempercayai dan bersahabat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suasana kelompok adalah
1. hubungan antar anggota. Hubungan yang mendukung adalah hubungan yang rukun, bersahabat, persaudaraan;
2. kebebasan berpartisipasi. Adanya kebebasan berpartisipasi, berkreasi akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi; dan
3. lingkungan fisik yang mendukung.

G. Tekananan pada Kelompok

Tekanan pada kelompok dimaksudkan adalah adanya tekanan-tekanan dalam kelompok yang dapat menimbulkan ketegangan, dengan adanya ketegangan akan timbul dorongan untuk mempertahankan tujuan kelompok. Tekanan kelompok yan cermat, dan terukur akan dapat mendinamiskan kelompok, bila tidak justru akan berakibat sebaliknya.

H. Efektifitas Kelompok

Efektifitas kelompok adalah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas kelompok dalam mencapai tujuan. Semakin banyak tujuan yang dapat dicapai, semakin banyak keberhasilan, anggota kelompok akan semakin puas. Bila anggota kelompok merasa puas kekompakan dan kedinamisan kelompok akan semakin kuat.

Referensi:
Juni Pranoto dan Wahyu Suprapti, 2006. Membangun Kerjasama Tim (Team Building). Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia, Jakarta.
Santosa S., 2004. Dinamika Kelompok Edisi Revisi. Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.
Tim Pusbangluh, 2008. Modul Pembinaan dan Pengembangan Kelembagaan Penyuluhan Perikanan. Pusat Pengembangan Penyuluhan BPSDMKP, Jakarta.

PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM PERIKANAN

PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM PERIKANAN

Penyuluhan Perikanan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (PermenPAN Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008).

Tujuan Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan adalah Pemberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta pendampingan dan fasilitasi dalam pengembangan bisnis perikanan.

Naiknya harga berbagai macam kebutuhan pokok seiring dengan dampak krisis global yang terjadi sejak akhir tahun 2008, dapat berdampak pada naiknya jumlah masyarakat miskin di Indonesia. Hal tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelaku utama dan pelaku usaha perikanan.
Pendapatan dan produktifitas usaha sebagian besar pelaku utama perikanan (nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan beserta keluarga intinya) masih rendah, sehingga perlu adanya fasilitasi untuk penumbuhkembangan bisnis perikanan dalam mendukung usaha atas kemampuan sendiri (kemandirian progresif). 

Pelaku utama dan pelaku usaha perikanan memerlukan bimbingan dan pembinaan secara berkelanjutan, salah satu bentuk kegiatannya adalah melalui penyuluhan perikanan.

Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, diantaranya adalah dengan pemberian akses yang luas terhadap sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat miskin yang mempunyai kemauan dan kemampuan produktif. Perlu kita sadari bahwa kontribusi UMKM dalam PDB semakin besar, namun hambatan yang dihadapinya besar pula, diantaranya kesulitan mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi UMKM khususnya pelaku usaha mikro dan kecil, terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan, menyebabkan mereka bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk dari sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari pelepas uang (rentenir) hingga berkembang dalam bentuk unit-unit simpan pinjam, koperasi dan bentuk-bentuk yang lain (Wirjo, 2005).
Apabila dilihat dari berbagai peraturan pemerintah UMKM dapat dicirikan sebagai berikut:

1. Usaha Mikro

Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

2. Usaha Kecil

Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

3. Usaha Menengah

Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp.10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).

Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain :

a. Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang;
b. Tidak sensitive terhadap suku bunga;
c. Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter;
d. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat. 

Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri.
Untuk mendorong usaha mikro ini memang disadari bahwa modal bukan satu-satunya pemecahan, tetapi tetap saja bahwa ketersediaan permodalan yang secara mudah dapat dijangkau mereka sangat vital, karena pada dasarnya kelompok inilah yang selalu menjadi korban eksploitasi oleh pelepas uang. Salah satu sebabnya adalah ketiadaan pasar keuangan yang sehat bagi masyarakat lapisan bawah ini, sehingga setiap upaya untuk mendorong produktivitas oleh kelompok ini, nilai tambahnya terbang dan dinikmati para pelepas uang. Adanya pasar keuangan yang sehat tidak terlepas dari keberadaan Lembaga Keuangan yang hadir ditengah masyarakat. 

Lingkaran setan yang melahirkan jebakan ketidak berdayaan inilah yang menjadikan alasan penting mengapa lembaga keuangan mikro yang menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro menempati tempat yang sangat strategis. Oleh karena itu kita perlu memahami secara baik berbagai aspek lembaga keuangan mikro dengan segmen-segmen pasar yang masih sangat beragam disamping juga masing-masing terkotak-kotak.

Gambar 1. Problem dan Solusi Pengembangan UMKM
Usaha mikro sering digambarkan sebagai kelompok yang kemampuan permodalan usahanya rendah. Rendahnya akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal, sehingga sampai dengan akhir tahun 2007 hanya 12 % UMKM akses terhadap kredit bank karena :
a. Produk bank tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi UMKM;
b. Adanya anggapan berlebihan terhadap besarnya resiko kredit UMKM;
c. Biaya transaksi kredit UMKM relatif tinggi;
d. Persyaratan bank teknis kurang dipenuhi (agunan, proposal);
e. Terbatasnya akses UMKM terhadap pembiayaan equity;
f. Monitoring dan koleksi kredit UMKM tidak efisien;
g. Bantuan teknis belum efektif dan masih harus disediakan oleh bank sendiri sehingga biaya pelayanan UMKM mahal;
h. Bank pada umumnya belum terbiasa dengan pembiayaan kepada UMKM.

Secara singkat kredit perbankan diselenggarakan atas pertimbangan komersial membuat UKM sulit memenuhi persyaratan teknis perbankan, terutama soal agunan dan persyaratan administratif lainnya (http://one.indoskripsi.com/content/lembaga-keuangan-mikro,Posted January 15th, 2008 by fan_dunk).

Menurut Wirjo (2005), Lembaga keuangan mempunyai fungsi sebagai intermediasi dalam aktifitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik, maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi disini tidak membedakan antara usaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hanya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha. Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan, termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh masyarakat miskin. 

Pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Usaha ini dapat berupa transfer payment dari pemerintah misalnya, program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana, maupun usaha yang bersifat produktif misalnya melalui pinjaman dalam bentuk micro credit. 

Secara hipotesis, kaitan antara pemberdayaan kredit mikro dengan upaya pengentasan kemiskinan merupakan pintu masuk relatif mudah bagi orang yang akan menjadi pengusaha pemula. Jika pengusaha pemula ini tumbuh dan berkembang akan terentaskan karena menjadi pengusaha atau karena trickle down effect dari semakin banyaknya pengusaha mikro (Wirjo, 2005).

Akses kredit pada LKM maupun perbankan hanya dapat dilakukan oleh pelaku utama atau kelompok pelaku utama yang dapat memenuhi prinsip-prinsip perkreditan (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of social, economy and environment, and Constraint), sehingga diperlukan penambahan penambahan kompetensi/kemampuan pelaku utama sebagai anggota kelompok melalui kegiatan penyuluhan perikanan.

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA YANG BERDAYA

 Penyuluhan perikanan merupakan bagian penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia kelautan dan perikanan, yaitu berperan dalam memberikan bimbingan dan pembinaan kepada pelaku utama, pelaku usaha dan masyarakat perikanan, sehingga meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam bidang kelautan dan perikanan, baik teknis maupun non teknis untuk pengembangan usaha di bidang kelautan dan perikanan. Pembangunan kelautan dan perikanan akan berhasil apabila adanya partisipasi dan sinergi antara segenap stakeholder di bidang kelautan dan perikanan.

Fokus kegiatan penyuluhan adalah pada pengembangan sumber daya manusia, sedangkan fokus sasarannya adalah pada pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha serta sumber daya manusia lain yang mendukungnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3, Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi :
a) Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial guna memperkuat pengembangan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan;
b) Memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran dan pendampingan serta fasilitasi. 

c) Mengembangkan sumber daya manusia yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan.
Keberhasilan proses penyuluhan ditandai timbulnya partisipasi aktif dari pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan (masyarakat sasaran), sehingga dalam pengembangan penyuluhan ke depan harus diarahkan pada model yang berpusat pada manusia, dimana peran penyuluh dalam proses penyuluhan adalah sebagai relasi yang berorientasi pada masyarakat sasaran. Dalam pelaksanaannya sebuah proses penyuluhan harus dimulai dari pemahaman masyarakat terhadap potensi dan masalah yang dihadapinya, sehingga terdorong untuk mengupayakan pemecahan masalah melalui pengembangan semua potensi yang dimilikinya. Pada tahap inilah dimulai peran seorang penyuluh “untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat sasaran dari kegiatan usahanya”, dengan pola pikir yang coba dibangun adalah pengembangan komoditas yang dimilikinya melalui pemanfatan semua potensi sumberdaya yang ada, jadi peran seorang penyuluh adalah berupa fasilitasi, pengawalan, mobilisasi, pembentukan jaringan kerja dan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan.

Sejalan dengan implementasi amanah UU No. 16/2006 tentang SP3K, maka guna memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat besar bagi kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan bangsa dan negara secara berkelanjutan diperlukan adanya SDM yang handal dan profesional. Penyuluh Perikanan memegang peranan penting dalam upaya pencapaian peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia pelaku utama/ pelaku usaha sebagai mediator, motifator dan fasilitator. Dalam mewujudkan peran tersebut penyuluh harus memiliki kapasitas dan kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pendampingan dalam menjalankan tugasnya.
Dalam perjalanan mengemban tugas tersebut para penyuluh perlu memiliki dan meningkatkan berbagai pengalaman dalam membawa pesan dan mendiseminasikan teknologi kepada para pelaku utama, dengan filosofi menjadikan “Yang Tidak Tahu menjadi Tahu, Yang Tidak Mau menjadi Mau, dan Yang Tidak Mampu menjadi Mampu”. 

Dengan terbitnya PermenPAN Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya, maka status dan posisi Penyuluh Perikanan sudah memiliki kejelasan karier dan keberadaannya, yang dapat berdampak pada kinerja seorang penyuluh. Penyuluh Perikanan bukan lagi menjadi bagian dari Penyuluh Pertanian, sehingga diharapkan tidak ada lagi penyuluh yang menjalankan fungsi generalisasi keilmuan (polivalen) daripada spesialisasi keilmuan. Untuk menangani penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan memiliki perbedaan dengan bidang pertanian, antara lain: (1) Secara geografis, negara Indonesia merupakan negara kepulauan dan negara bahari yang dua pertiga wilayahnya terdiri dari perairan; (2) Secara alamiah, sifat, karakteristik, dan bentuk kegiatannya sangat spesifik dengan ketergantungan tinggi terhadap musim dan iklim, sehingga usahanya menjadi sangat beresiko; (3) Secara sosial dan ekonomi, sifat, karakteristik, dan pola hidup para pelaku utama berbeda dengan pola hidup petani/pekebun; (4) Penanganan aspek perikanan tidak dapat dipisahkan dari aspek kelautan; (5) Secara keilmuan, eksistensi ilmu kelautan dan perikanan merupakan kecabangan ilmu yang mandiri, termasuk penyuluhan perikanan; (6) Secara kelembagaan, selama 2 periode kabinet dan rencana UU kementerian/departemen ke depan, terdapat departemen yang khusus mengemban tugas dan fungsi menangani kelautan dan perikanan, termasuk penyuluhannya, yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan; (7) Secara legislasi, didukung keberadaan UU No.31/2004 tentang Perikanan. Kondisi tersebut secara intern merupakan sebuah justifikasi bahwa penyuluhan kelautan dan perikanan harus ditangani secara khusus, tersendiri, dan mandiri. Peningkatan kapasitas para penyuluh perikanan harus dilakukan secara terus menerus dan sistematis agar dapat menjadi konsultan dan mitra sejati para pelaku utama dan pelaku usaha di bidang perikanan.

Profesional mempunyai makna berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, sedangkan profesionalisme bermakna mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Sehingga seorang Penyuluh Perikanan profesional haruslah menjadi AHLI PENYULUHAN dan SPESIALISASI DIBIDANG PERIKANAN. Hal ini mempunyai arti bahwa setiap Penyuluh Perikanan harus sadar dengan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, serta selalu meningkatkan keterampilannya dalam bekerja dan dalam menghadapi persaingan. 

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, secara tegas mengemukakan bahwa pembangunan perikanan diarahkan untuk sembilan aspek berikut: 1)meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil; 2)meningkatkan penerimaan dan devisa negara; 3)mendorong perluasan dan kesempatan kerja; 4)meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein hewani; 5)mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan; 6)meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing; 7)meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; 8)mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan 9)menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang. Dengan demikian orientasi penyuluhan perikanan seyogyanya dapat meramu ke-9 hal tersebut.

Kompetensi penyuluh menjadi sangat penting untuk selalu disesuaikan dengan tuntutan masyarakat dan tantangan zaman. Hal ini tidak berarti penyuluh harus serba bisa (polivalen), tetapi penyuluh yang diharapkan adalah penyuluh yang dapat berperan sebagai fasilitator bagi transformasi yang diharapkan masyarakat dan pelaku utama. Pelaku utama sangat berharap figur penyuluh yang berani, jujur, terbuka dan kreatif. Berani dalam mengambil langkah yang tepat dan cepat, jujur akan kelebihan dan kekurangan diri, terbuka dalam arti dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, dan kreatif dalam arti mampu berinovasi dan mengembangkan berbagai modifikasi atas teknologi yang sudah ada. Sejalan dengan itu, penyuluh harus dapat mengembangkan suasana pembelajaran yang kondusif dan harus mampu memberi contoh (kewirausahaan), memberi semangat, dan memandirikan pelaku utama. Penyuluh juga harus mampu mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai kalangan, baik swasta maupun pemerintah, baik untuk keperluan konsultasi maupun distribusi hasil perikanan, dan lain sebagainya. 

Kompleksitas masalah di bidang kelautan dan perikanan memerlukan koordinasi dan sinkronisasi lintas sektoral. Penyuluh yang kompeten dengan keahlian yang handal sebagai penggerak pembaharuan dan mitra sejajar bagi pelaku utama sangat diperlukan. Peran penyuluh hendaknya tidak semata untuk mengejar pertumbuhan (produksi), namun yang lebih diprioritaskan adalah aspek penyadaran pelaku utama, pengembangan kapasitas dan motivasi pelaku utama untuk mewujudkan tata kehidupan yang lebih bermartabat melalui penerapan usaha perikanan yang berkelanjutan. Pemahaman keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan meliputi dimensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan pengembangan teknologi yang tepat secara berkelanjutan.

Peran dan Fungsi Kelompok Pelaku Utama Perikanan

Peran dan Fungsi Kelompok Pelaku Utama Perikanan

Peran Kelompok
Sebuah kelembagaan kelompok pelaku utama bidang kelautan dan perikanan dapat memiliki peranan antara lain sebagai berikut :
1) Sebagai media komunikasi dan pergaulan sosial yang wajar, lestari dan dinamis.
2) Sebagai basis untuk mencapai pembaharuan secara merata.
3) Sebagai pemersatu aspirasi yang murni dan sehat.
4) Sebagai wadah yang efektif dan efisien untuk belajar serta bekerja sama.
5) Sebagai teladan bagi masyarakat lainnya.
Fungsi Kelompok
Untuk dapat mewujudkan peranan tersebut maka kelompok seharusnya dapat berfungsi antara lain sebagai: (1) Kelas belajar; (2) Wadah kerja sama; (3) Unit produksi; (4) Organisasi kegiatan bersama; dan (5) Kesatuan swadaya dan swadana.
1) Kelompok Sebagai Kelas Belajar
Sebagai kelas belajar, kelompok merupakan media interaksi belajar antar pelaku utama. Mereka dapat melakukan proses interaksi edukatif dalam rangka mengadopsi inovasi. Mereka dapat saling Asah, Asih dan Asuh dalam menyerap suatu informasi dari fasilitator, mediator, pemandu, pendamping, penyuluh dan pihak lain. Mereka akan dapat mengambil kesepakatan tindakan bersama apa yang akan diambil dari hasil belajar tersebut. Dengan demikian proses kemandirian kelompok akan dapat dicapai. Di dalam kelompok sebagai kelas belajar para pelaku utama akan dapat melakukan komunikasi multi dimensional. Mereka dapat mempertukarkan pengalaman masing-masing, sehingga akan membuat pelaku utama semakin dewasa untuk dapat keluar dari masalahnya sendiri, tanpa adanya ketergantungan pada petugas (pendamping, penyuluh dan lain-lain).
2) Kelompok Sebagai Wadah Kerja Sama
Sebagai wadah kerja sama, kelompok pelaku utama merupakan cerminan dari keberadaan suatu wadah kerjasama.
Kelembagaan pelaku utama sebagai wahana kerjasama antara anggota kelompok dan antara kelompok dengan pihak lain:
a) menciptakan suasana saling kenal, saling percaya mempercayai dan selalu berkeinginan untuk berkejasama dalam bisnis perikanan.
b) menciptakan suasana keterbukaan dalam menyatakan pendapat dan pandangan-pandangan di antara anggota untuk mencapai tujuan bersama dalam kegiatan bisnis perikanan.
c) mengatur dan melaksanakan pembagian tugas/kerja diantara sesama anggota sesuai dengan kesepakatan bersama.
d) mengembangkan kedisiplinan dan rasa/tanggung jawab diantara sesama anggota kelompok dalam mencapai keberhasilan bisnis perikanan.
e) merencanakan dan melaksanakan musyawarah dan pertemuan-pertemuan lainnya agar tercapai kesepakatan yang bermanfaat bagi kelompoknya dalam menunjang bisnis perikanan.
f) mentaati dan melaksanakan kesepakatan yang dihasilkan bersama dalam kelompok
g) melaksanakan tukar menukar pikiran.
h) bekerjasama dengan pihak-pihak penyedia kemudahan sarana produksi perikanan, pengolahan, dan pemasaran hasil.
i) mengembangkan kader kepemimpinan di kalangan para anggota kelompok dengan jalan memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk megembangkan keterampilan dibidang tertentu sehingga berperan sebagai agen teknologi.
j) mengadakan akses ke lembaga keuangan untuk keperluan pengembangan usaha para anggota kelompok
k) melaksanakan hubungan melembaga dengan kios penyedia sarana produksi perikanan dalam pelaksanakan RUK, pengolahan, pemasaran hasil dan permodalan.
3) Kelompok Sebagai Unit Produksi
Kelompok pelaku utama sebagai unit produksi, erat hubungan dengan wadah kerja sama misalnya kelompok pembudidaya ikan. Dengan melaksanakan kegiatan budidaya secara bersama–sama dapat dicapai efisiensi yang lebih tinggi misalnya, dalam pengadaan sarana produksi, perkreditan, dan pemasaran hasil.
Oleh karena itu dengan fungsi kelompok sebagai unit produksi akan dapat dicapai skala ekonomis usaha yang dapat memberikan keuntungan yang lebih besar kepada para pelaku utama.
4) Kelompok Sebagai Organisasi Kegiatan Bersama
Dengan berkelompok maka pelaku utama akan belajar mengorganisasi kegiatan bersama-sama, yaitu membagi pekerjaan dan mengkoordinisasi pekerjaan dengan mengikuti tata tertib sebagai hasil kesepakatan mereka. Mereka belajar membagi peranan dan melakukan peranan tersebut. Mereka belajar bertindak atas nama kelompok yang kompak, yaitu setiap anggota merasa memiliki commitment terhadap kelompoknya. Mereka merasa "In Group" yaitu mengembangkan "ke-kitaan bukan ke-kamian". Dengan demikian akan merasa bangga sebagai suatu kelompok yang terorganisasi secara baik, dibandingkan berbuat sendiri-sendiri.
5) Kelompok Sebagai Kasatuan Swadaya dan Swadana
Kelompok pelaku utama adalah kumpulan pelaku utama yang mempunyai hubungan atau interaksi yang nyata, mempunyai daya tahan dan struktur tertentu, berpartisipasi bersama dalam suatu kegiatan. Hal ini tidak akan dapat terwujud tanpa adanya kesatuan kelompok tersebut.
Pelaku utama diharapkan dapat mandiri dalam arti mampu merumuskan masalah, mengambil keputusan, merencanakan, melaksanakan kegiatan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Tumbuhnya kemandirian tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui kelompok. 

Referensi:
Juni Pranoto dan Wahyu Suprapti, 2006. Membangun Kerjasama Tim (Team Building). Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia, Jakarta.
Santosa S., 2004. Dinamika Kelompok Edisi Revisi. Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.
Tim Pusbangluh, 2008. Modul Pembinaan dan Pengembangan Kelembagaan Penyuluhan Perikanan. Pusat Pengembangan Penyuluhan BPSDMKP, Jakarta.

Pembukuan dan Audit Laporan Kelompok Pelaku Utama Perikanan

Pembukuan dan Audit Laporan Kelompok Pelaku Utama Perikanan

Perlunya Pembukuan
Pembukuan diperlukan untuk menjaga keakuratan catatan atas semua transaksi dan keputusan-keputusan yang dibuat dalam kelompok. Pembukuan terdiri dari buku-buku administrasi, termasuk buku keuangan yang dimiliki oleh kelompok.
Administrasi keuangan dapat berarti pembukuan keuangan, yaitu catatan transaksi keuangan yang dibuat secara kronologis (munurut urutan waktu) dan sistematis (menurut cara-cara tertentu). Setiap organisasi kelompok, wajib mengelola administrasi keuangan dengan baik yaitu sesuai jenis serta diisi dengan tertib, teratur dan benar. Dengan administrasi keuangan yang baik, keuangan kelompok dapat terkendali dan pada waktu tertentu akan mudah untuk diketahui, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan.
Informasi kondisi keuangan kelompok dapat digunakan sebagai:
1. Alat monitor perkembangan keuangan;
2. Alat pengendalian keuangan;
3. Alat evaluasi terhadap pencapaian tujuan/sasaran dari setiap kegiatan atau usaha; dan
4. Alat manajemen dalam pengambilan keputusan.
Dalam membuat buku-buku kelompok harus lengkap, tertib, teratur, benar dan bermanfaat, sehingga harus mengikuti prinsip-prinsip:
1. Sistematis, buku diisi menurut cara-cara tertentu sesuai dengan jenis bukunya;
2. Kronologis, buku diisi sesuai dengan urutan terjadinya transaksi;
3. Informatif, dapat dipahami/dimengerti oleh semua pihak yang berkepentingan;
4. Accountable, buku diisi memenuhi kaidah-kaidah atau ketentuan akuntansi, antara lain: dapat dihitung, dapat dievaluasi, dan dapat dipertanggungjawabkan;
5. Auditable, catatan keuangan dapat diperiksa dengan mudah.

Bentuk-bentuk Pembukuan Keuangan Kelompok
Beberapa bentuk pembukuan yang dapat digunakan untuk menjaga keakuratan catatan atas semua transaksi dan keputusan-keputusan yang dibuat dalam kelompok, antara lain berupa:
1. Buku pertemuan adalah buku dasar dan penting yang berisi tidak hanya proses pertemuan kelompok tapi juga transaksi keuangan yang terjadi pada hari itu. Hal ini membantu kelompok untuk mengingat kembali keputusan yang telah diambil dalam pertemuan sebelumnya, tindakan yang diambil dan perlu ditindaklanjuti. Buku ini sering disebut “buku induk”.
2. Buku Administrasi Anggota adalah berisi tentang semua informasi mengenai anggota dan keluarganya serta catatan pendaftaran.
3. Buku Kehadiran merupakan catatan tentang kehadiran anggota. Ini membantu untuk mencatat absen rutin dan alasan bagi yang tidak hadir.
4. Buku Pas Anggota merupakan catatan tabungan dan pinjaman setiap anggota. Buku ini disimpan oleh anggota.
5. Buku tabungan individu berisi tabungan harian masing-masing anggota kelompok. Ini membantu kelompok untuk mengetahui tabungan anggota setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun. Bahkan jika buku pas anggota hilang, status tabungan dan pinjamannya mungkin dapat di lacak dari buku ini .
6. Buku pinjaman individu berisi semua informasi pinjaman yang diberikan pada anggota, secara individu (termasuk masalah pinjaman, tujuan pinjaman, jadwal pengembalian bunga, pengembalian pinjaman, hutang yang belum lunas dan melampaui batas waktunya.
7. Buku kas memelihara semua catatan tunai dan transaksi bank dari kelompok.
8. Buku kas umum berisi neraca aktivitas secara kumulatif. Sebagai contoh, dari buku kas umum, seseorang dapat menceritakan berapa banyak telah dihabiskan untuk transportasi oleh kelompok, berapa banyak telah diperoleh dari denda dan lain sebagainya. Hal ini memberikan informasi posisi keuangan pada setiap aktivitas kelompok.
9. Buku tanda terima menjaga catatan semua penerimaan kelompok, dibuat duplikatnya, dan yang asli diberikan pada orang yang telah memberikan uang. Hal ini membantu baik kepada kelompok dan pihak yang membayar, sebagai bukti bahwa uang telah diterima.
10. Semua pembayaran dan pengeluaran kelompok diputar menggunakan voucher pembayaran. Voucher ini ditahan oleh kelompok sebagai bukti pembayaran. Namun demikian voucher pembayaran hanya merupakan dokumen pendukung. Pembayarannya sendiri dibuat dengan nota bon atau pembayaran yang ditandatangani oleh penerima pembayaran.
11. Catatan permintaan surat kesanggupan pinjaman diminta dari peminjam sebagai keamanan pinjaman.
12. Dokumen pendukung, yang berhubungan dengan berbagai transaksi keuangan dan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kelompok dan semua koresponden harus disimpan dalam dokumen penyimpanan.
13. Buku kas bank/buku cek diperlukan untuk mengadakan transaksi bank.
14. Daftar kontribusi lokal menyediakan informasi keuangan yang dimobilisasi pada tingkat lokal, baik dalam bentuk uang tunai atau sejenisnya untuk berbagai program.
15. Buku stok berisi informasi bahan-bahan yang diterima atau diadakan dan neraca, sesuai dengan nilai bahan.

Memilih Penulis Pembukuan Keuangan
Terkait dengan pentingnya pembuatan pembukuan keuangan kelompok, maka perlu diangkat seorang penulis sebagai pengelola dan penanggungjawab pembuatan pembukuan keuangan. Penulis dapat berasal dari dalam kelompok (anggota kelompok) atau seseorang dari luar kelompok (bukan anggota kelompok), dengan syarat: (1) jujur; (2) mudah dijumpai; (3) dapat diterima oleh semua anggota kelompok, (4) tidak mengintervensi dinamika kelompok, (5) transparan; dan (6) ahli dalam menulis pembukuan. Kelompok juga harus dapat dengan mudah memperoleh penulis pengganti jika penulis sewaktu-waktu berhenti.

Pemantauan Penulis Pembukuan Keuangan Kelompok
Supaya efektif memantau penulis, beberapa kiat yang dapat digunakan kelompok adalah sebagai berikut :
1. Kelompok harus yakin bahwa penulis tidak pernah memegang uang.
2. Anggota kelompok harus selalu memeriksa catatan-catatan sebelum mereka tanda tangan.
3. Jika penulis bukan anggota kelompok, dia tidak boleh ikut campur dalam kegiatan kelompok.
Kelompok harus dapat mengontrol/mengendalikan keuangan umum, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh kelompok untuk tetap mengendalikan keuangan umum adalah sebagai berikut:
1. Siapapun penulis pembukuan keuangan tidak pernah memegang uang.
2. Anggota mengawasi secara normal jumlah total dan komposisi uang kelompok pada setiap waktu.
3. Jumlah total biasanya diumumkan pada pertemuan atau ditulis pada papan.
4. Anggota mengawasi catatan tabungan individu mereka dan status kredit dalam kelompok.
5. Anggota menyuruh penulis untuk membacakan catatan pertemuan pada hari itu juga sebelum mereka tanda tangan.
6. Anggota kelompok memastikan bahwa buku selalu diperbaharui.
7. Anggota memastikan bahwa penulis mempunyai semua perlengkapan penting untuk menulis buku seperti pensil, pena, penghapus, kertas, lembaran karbon, penjepit, perekat, stempel karet dan tinta stempel.
8. Anggota kelompok memastikan bahwa pemeliharaan dan penyimpanan buku mereka tidak bercampur dengan buku penulis jika dia anggota kelompok.

Audit Keuangan dalam Kelompok
Audit adalah pemeriksaan buku akunting secara sistematis, oleh orang di luar kelompok (bukan penulis atau anggota kelompok). Tujuan audit adalah untuk memeriksa kesalahan dan kelalaian dalam membuat perhitungan, untuk meralat adanya kesalahan, dan untuk pencegahan kesalahan di masa mendatang. Audit dibutuhkan baik untuk manfaat kelompok sendiri dan untuk membangun kredibilitas operasional kelompok kepada dunia luar.
Tujuan dari audit pembukuan keuangan kelompok antara lain adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangannya.
2. Menemukan dan meralat kesalahan dan kelalaian dalam menyusun pembukuan.
3. Memperkuat keberadaan sistem akunting dalam kelompok.
4. Menjelaskan pendapatan, pengeluaran, kekayaan dan pertanggungjawaban.
5. Membangun kepercayaan dalam kelompok sebagai sebuah lembaga yang mengarah ke berkesinambungan, pengakuan dan kredibilitas.
6. Mengambil keputusan-keputusan anggaran dan pendanaan.

Referensi:
Juni Pranoto dan Wahyu Suprapti, 2006. Membangun Kerjasama Tim (Team Building). Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia, Jakarta.
Santosa S., 2004. Dinamika Kelompok Edisi Revisi. Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.
Tim Pusbangluh, 2008. Modul Pembinaan dan Pengembangan Kelembagaan Penyuluhan Perikanan. Pusat Pengembangan Penyuluhan BPSDMKP, Jakarta.