Senin, 26 Desember 2016

Penyebab Dan Cara Mengatasi Kolam Lele Berbusa

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan yang terbilang sanggup hidup dalam kepadatan tinggi. Ikan ini memiliki tingkat konversi pakan menjadi bobo tubuh yang baik. Dengan sifat seperti ini, dalam budidaya ikan lele akan sangat menguntungkan apabila dilakukan dengan secara intensif.

Description: cara mengatasi kolam lele berbusa

Penyebab Dan Cara Mengatasi Kolam Lele Berbusa

Namun dalam membudidaya khususnya pada ikan lele ada saja hambatan atau masalah bagi petani lele, yang salah satunya misalnya seperti kolam lele yang berbusa. Kolam berbusa dan muncul gelembung-gelembung hal ini biasanya terjadi karena kolam terlalu padat atau cuaca yang mempengaruhi pH air (musim hujan). Nah berikut ini penyebab dan cara mengatasi kolam lele berbusa, untuk lebih jelasnya simak uraian dibawah ini.
Penyebab Kolam Lele Berbusa
Ada beberapa penyebab yang diantaranya yaitu:
  • Adanya gelembung-gelembung di kolam lele biasanya dihasilkan oleh lendir lele karena faktor bibit lele stres yang sehingga mengeluarkan lendir.
  • Karena jumlah bibit di kolam terlalu padat.
  • Karena sangat tingginya kadar organik yang terlarut di dalam air. Bahan organik ini dapat berasal dari sisa kotoran lele yang tidak terurai dan sisa pakan yang tidak dimakan lele.
  • Karena adanya ledakan alga atau bisa disebut juga dengan algae blooming, yang ledakan alga tersebut terjadi karena proses pemupukan yang terlalu berlebihan penggunaan katalis plankton.
Beberapa masalah tersebut bagi petani lele hal ini akan berdampak kematian bertahap pada lele. Ini tentu saja akan sangat merugikan bagi petani lele tersebut. Dalam hal ini lalu bagaimana cara untuk mengatasinya.

Cara Mengatasi Kolam Lele Berbusa

Untuk mengatasinya yakni dengan cara buang air bagian bawah sebanyak 30% kalau sudah isi kembali kolam dan lele wajib dipuasakan kurang lebih 1 hari sampai ikan lele tersebut lincah. Untuk disarankan dengan memberikan probiotik supaya bakteri pengurai kembali bertambah sehingga media menjadi stabil.
Untuk kolam yang terlalu padat dapat dengan melakukan penjarangan bisa juga diatasi dengan sistem kocor (mengalir air dengan semburan kencang yang terus menerus).
Demikianlah pembahasan mengenai Penyebab Dan Cara Mengatasi Kolam Lele Berbusa semoga dengan adanya ulasan tersebut berguna dan bermanfaat bagi anda semua, terimakasih banyak atas kunjungannya.

 

Rabu, 07 Desember 2016

yuk.....Budidaya Lele


yuk....Budidaya Lele

 
 
Banyak cara yang dilakukan para pembudidaya lele dalam menjari jalan keluar dari persoalan terus melambungnya harga pakan yang kini telah menembus Rp8.300/kg. Mulai dari membuat pakan alternatif, mencoba menerapkan probiotik, hingga cara-cara lain yang diluar standar.

Cara yang cukup unik dan telah berhasil dilakukan oleh Suminto, marketing dan pendiri Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) dan UPR (Unit Perbenihan Rakyat) Dumboys yang beralamat di Mandiraja, Banjarnegara, Jawa Tengah. "Kami justru kembali ke cara organik, sistem air tertutup. Air tidak diganti dan tidak ditambah jika tidak terpaksa," kata penyuluh perikanan swadaya ini.

Menurut pengakuan Minto, panggilan akrabnya, ia mengadopsi teknik flok/bioflok, meski tidak secanggih teknik aslinya. Sistem ini tidak dimaksudkan untuk mempercepat panen, tetapi untuk mengefisienkan penggunaan pakan dan menurunkan angka kematian.

Prinsip

Menurut Dwi Purnomo, Technical Service PT Suri Tani Pemuka wilayah Banyumas, kunci dari sistem tertutup ini adalah penggunaan kompos dan probiotik untuk menumbuhkan pakan alami seperti daphnia dan flok yang dihasilkan oleh koloni bakteri. Daphnia akan segera habis dalam beberapa hari sejak benih dimasukkan ke kolam. Setelah itu adanya sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang mengandung unsur C dan N akan dimanfaatkan oleh bakteri untuk membentuk flok.

Indikator keberhasilannya adalah warna air kemerahan, tanda bahwa yang tumbuh adalah bakteri, bukan plankton. "Tetapi karena kolamnya terbuka, sehingga saat penghujan air masuk kolam. Sehabis hujan itu biasanya air menghijau karena tumbuh plankton. Warna kemerahan terlihat nyata saat kemarau," paparnya.

Pembuatan Kompos

Minto menggunakan kompos dari kotoran sapi basah yang diperam selama 20 hari 1 bulan hingga tidak berbau. "Komposnya juga basah, toh nanti juga akan dimasukkan ke kolam jadi tidak usah dikeringkan," katanya. Sebelum difermentasi, setiap 100 kg kotoran sapi diberi larutan mengandung tetes tebu 2 kg, probiotik 60 ml, tepung ikan 4 kg,dan urea satu sendok makan. Setelah larutan diaduk de dalam kotoran sapi, lalu ditutup dengan terpal.

"Sebulan saya menghasilkan 4 5 ton kompos basah. Sebagian saya jual Rp 1.000/kg," terang Minto. Ia menyatakan kompos tidak mesti memakai kotoran sapi. Bisa juga dipakai kotoran ternak lainnya seperti kotoran kambing maupun puyuh. "Tetapi pemeramannya (fermentasi) harus lebih lama, karena sifatnya lebih ‘keras’," jelasnya. Apalagi kotoran kambing yang lebih padat, sebaiknya dipecah terlebih dahulu. Karena tidak mau repot dan terlalu lama pengkomposannya, maka Minto menyatakan lebih suka memakai kotoran sapi.

Menurut Dwi Purnomo, penggunaan tetes tebu, tepung ikan dan urea adalah untuk memberi suplai unsur C/N pada bakteri dalam kotoran dan probiotik sebagaimana prinsip flok di atas. "Urea hanya sedikit dipakai, hanya untuk membangunkan bakteri dalam kotoran sapi,"jelasnya.

Sistem Tertutup

Minto membagi dua macam air untuk kolamnya. Pertama air baru yang akan digunakan untuk budidaya. Air ini membutuhkan perlakuan khusus berupa pengkomposan dan penumbuhan pakan alami agar bisa digunakan untuk budidaya. Kedua air kolam bekas yang di-recycle/re-use agar bisa digunakan kembali. "Air bekas jika ditangani dengan benar justru lebih baik karena didalamnya sudah ada koloni bakteri yang dibutuhkan," katanya.

Sebelum menggunakan sistem air tertutup ini, Minto harus menguras 10 petak kolam dari 70 petakan setiap hari. "Air cepat kotor, berbau, dan dinding bak/kolam juga tertutup lumut. Sehingga boros waktu, tenaga dan air,"paparnya. Setelah mengadopsi sistem baru ini, bau menyengat amonia maupun amis sisa pakan lenyap tak bersisa dari kompleks kolamnya.

Demikianlah informasi mengenai cara untuk efisiensi pakan lele untuk hasil panen yang maksimal dari Bapak Suminto, semoga bermanfaat.

Olahan Kerupuk Lele.....Enak Lho...Bergizi Lagi

Lele bisa dibikin kerupuk


Siapa sangka ikan lele bisa jadi kerupuk yang tak kalah lezatnya dengan kerupuk ikan pada umumnya. Selain bahan bakunya murah, cara membuatnya juga ternyata sangatlah mudah. Lele ternyata tidak hanya bisa digoreng dan dimakan dengan sambal saja.

Lalu kenapa disebut sebagai kerupuk lele ? Biasanya penamaan kerupuk ini memang mengikuti bahan baku pengisinya seperti kerupuk yang diberi bahan baku udang maka akan dinamakan kerupuk udang, demikian pula dengan kerupuk lele bahan baku pengisinya adalah lele. Tapi tentunya dengan bahan – bahan lain sebagai tambahan.

Untuk membuat kerupuk lele anda membutuhkan bahan baku dengan komposisi sebagai berikut : tepung tapioka (9 kg), Daging lele (3,5 kg), air (3,3 liter), garam (300 gram), gula (250 gram), soda kue (10 gram), bahan pengasam secukupnya, bawang putih (250 gram), telur (8 butir), susu kental (30 sendok makan), Natrium Meta Bisulfit (5 gram), Natrium benzoat (5 gram), keju parut (100 gram), dan minyak goreng secukupnya.

Peralatan yang diperlukan adalah : timbangan, gelas ukur, panci email, saringan, mixer, blender, pisau dan talenan, kompor brander / kompor bertekanan, pengukus adonan kerupuk, bak plastik, rak kayu, laminating pres untuk menutup kemasan, para – para, oven atau mesin pengering, pengaduk kayu, dan eetakan kerupuk.

Cara membuat kerupuk lele sebenarnya tidaklah terlalu sulit, bahkan sama dengan pembuatan jenis kerupuk lainnya. Namun, bahan pengisi yang berbeda, menyebabkan perlakuannya pun berbeda, terutama pada saat persiapan awal bahan baku pengisi. Berikut tahapan pembuatan kerupuk lele :
  1. Mempersiapkan lele sebagai bahan pengisi. Sebagai bahan pengisi daging lele harus dijadikan bubur terlebih dahulu, tentunya setelah dicuci dan isi perutnya dikeluarkan. Daging lele yang dihasilkan kemudian diblender dengan penambahan air (2:1) sehingga menjadi bubur daging lele.
  2. Menghilangkan bau amis. Bau amis ini dapat dihilangkan dengan penambahan bahan pengasam. Bubur daging lele ditempatkan pada panic email lalu ditambahkan bahan pengasam sedikit-demi sedikit sambil diaduk terus. Proses ini dilakukan sampai bau amisnya hilang. Apabila bau amisnya masih ada, dapat ditambahkan bahan pengasamnya dan kembali diaduk.
  3. Membuat adonan cair. Adonan ini terdiri dari bubur lele, air, telur, garam, gula, soda kue, susu kental, bawang putih, bahan pengawet (asam benzoate), bahan pemutih (sodium meta bisulfit), dan keju. Untuk membuat adonan cair seluruh bahan (kecuali bubur lele) dimasukan ke dalam blender, termasuk telur yang sudah dikocok, bawang putih yang sudah dihaluskan, serta keju yang telah diparut. Seteleh itu kemudian diblender. Bubur lele yang sudah disiapkan sebelumnya dituang sedikit demi sedikit ke dalam wadah berisi adonan cair sambil diaduk hingga merata.
  4. Membuat adonan kerupuk. Adonan kerupuk ini merupakan campuran dari adonan cair dengan tepung tapioka dengan cara ditabur sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tangan (diuleni), hingga menjadi campuran adonan yang cukup kental sehingga dapat dibentuk atau dicetak.
  5. Mencetak adonan. Adonan kerupuk lele dapat dicetak dengan cetakan yang telah dipersiapkan atau tanpa cetakan, misalnya dikepang.
  6. Mengukus adonan. Pengukusan adonan yang telah dicetak pada prinsipnya sama dengan pengukusan pada umumnya. Adonan kerupuk yang telah dicetak pada ram kawat diletakan pada rak-rak dalam alat pengukus yang telah disiapkan. Pengukusan dilakukan ± 1 jam atau tergantung besar ukuran adonan dan besarnya nyala api.
  7. Mendinginkan dan mengeraskan adonan. Adonan kerupuk yang baru matang bersifat lentur, bila dipotong bentuknya akan berubah sehingga perlu dikeraskan terlebih dahulu. Proses ini membutuhkan waktu 3 sampai 10 hari atau tergantung ukuran adonan. Caranya, adonan yang sudah matang dijemur selama 2-3 hari, selanjutnya ditempatkan di rak kawat dan diangin-anginkan selama 3 -4 hari lagi hingga adonan keras dan siap untuk dipotong.
  8. Tahapan terakhir adalah memotong adonan, mengeringkan hasil pemotongan adonan, kemudian dijemur lagi (atau bisa dilakukan dengan alat pengering), serta dikemas dalam kemasan yang telah dipersiapkan.
Setelah seluruh tahapan selesai barulah kerupuk lele siap dipasarkan atau dikonsumsi sendiri untuk dijadikan penganan ke-luarga anda. Rasanya tak kalah lezat dengan kerupuk ikan lain. Gak percaya…??? coba aja sendiri membuat di rumah.***

(Sumber: Ir. Lies Suprapti, Kerupuk Lele, Trubus Agrisarana)

Mari Mengolah Rumput Laut

Rumput laut potensial yang dimaksud disini adalah jenis-jenis rumput laut yang sudah diketahui dapat digunakan diberbagai industri sebagai sumber karagin, agar-agar dan alginat. Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin, agarofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida agar-agar keduanya merupakan rumput laut merah (Rhodophyceae). Alginofit adalah rumput laut coklat (Phaeophyceae) yang mengandung bahan utama polisakarida alginat.
  • KARAGINOFITRumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma. Karaginan ada tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe cottonii dan lambda karaginan. Ketiga macam karaginan ini dibedakan karena sifat jeli yang terbentuk. Iota karaginan berupa jeli lembut dan fleksibel atau lunak. Kappa karaginan jeli bersifat kaku dan getas serta keras. Sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk cair yang viscous. Tabel 1. dibawah ini menunjukkan jenis rumput laut karaginofit dengan fraksi karaginannya. 
  • Jenis Yang PotensialE. cottonii dan E. spinosum merupakan rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku industri di dalam negeri maupun untuk ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea sp hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya. Hypnea biasanya dimanfaatkan oleh industri agar. Sebaliknya E. cottonii dan E. spinosum dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari kedua jenis tersebut E. cottonii yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan pasarnya sangat besar. Jenis lainnya Chondrus spp., Gigartina spp., dan Iridaea spp tidak ada di Indonesia, mereka merupakan rumput lautTabel 1. Karaginan dari beberapa jenis algae (Chapman & Chapman 1980)
Jenis algae karaginofit
Fraksi karaginan
Furcellaria fastigiata
Kappa
Agardhiella tenera
Iota
Eucheuma spinosum
Iota
Eucheuma cottonii
Kappa, Lambda
Anatheca montagnei
Iota
Hypnea musciformis
Kappa
Hypnea nidifica
Kappa
Hypnea setosa
Kappa
Chondrus crispus
Kappa, Lambda, Iota
Chondrus spp.
Lambda
Gigartina stellata
Lambda, Kappa, Iota
Gigartina acicularis
Lambda, Kappa
Gigartina pistillata
Lambda, Kappa
Iridea radula
Iridophyean,Kappa,
Phyllophora nervosa
Lambda
Gymnogongrus spp
Phyllophoran
Tichocarpus crinitus
Iota, Lambda, Kappa
  • Wilayah Potensial Pengembangan Ehicheuma

    Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma terletak perairan pantai Nanggro Aceh Darusalam (Sabang); Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatera Selatan; Bangka Belitung, Banten (dekat Ujung Kulon, Teluk Banten/P. Panjang); DKI Jakarta (Kepulauan Seribu); Jawa Tengah (Karimun Jawa), Jawa Timur (Situbondo dan Banyuwangi Selatan, Madura); Bali (Nusa Dua/Kutuh Gunung Payung, Nusa Penida, Nusa Lembongan) dan Buleleng; Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat dan Lombok Selatan, pantai Utara Sumbawa Besar, Bima, dan Sumba); Nusa Tenggara Timur (Maumere, Larantuka, Kupang, P. Roti selatan); Sulawesi Utara; Gorontalo; Sulawesi Tengah; Sulawesi Tenggara; Sulawesi Selatan; Kalimantan Barat; Kalimantan Selatan (Pulau Laut); Kalimantan Timur; Maluku (P. Seram, P. Osi, Halmahera, Kep. Aru dan Kei); Papua (Biak, Sorong).Rumput laut Eucheuma di Indonesia umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu karang. la melekat pada substrat karang mati atau kulit kerang ataupun batu gamping di daerah intertidal dan subtidal. Tumbuh tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia. Sebaran Eucheuma dapat dilihat pada tabel dan peta dibawah ini. 
  • Tabel 2. Sebaran Eucheuma di perairan Indonesia (Atmadja dan Sulistijo 1983)
Jenis rumput laut
Sebaran Perairan
Eucheuma spinosum

Kep. Riau, SelatSunda, Kep. Seribu (JawaBarat), Sumbawa (NTB), Ngele-ngele, Sanana (NTT), Wakatobi dan Muna (Sulawesi Tenggara), Kep. Banggai dan Togian, P. Dua dan P.Tiga (Sulawesi Tengah), Seram Timur, Kep. Kei dan Kep. Aru (Maluku).
Eucheuma edule
Kep. Seribu (Jawa Barat), Bali, Seram Timur (Maluku), P. Dua dan P. Tiga (Sulawesi Tengah), Wakatobi dan P. Muna (Sulawesi Tenggara), Tolimau, Kep. Kei (Maluku).
Eucheuma serra
Bali

Eucheuma cottonii
Kep. Banggai, Togian, P. Dua dan P. Tiga (Sulawesi Tengah), P. Seram Timur, Selat Alas Sumbawa.
Eucheuma crassum
Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kep. Aru (Maluku Tenggara)
Eucheuma arnoldhii
Bali, Seram Timur (Maluku)

Eucheuma leewenii
Nusa Kambangan (Jawa Tengah)
Eucheuma crustaeforme
Kep. Sangir (Sulawesi Utara)

Eucheuma horizontal
P. Selayar (Sulawesi Selatan)
Eucheuma adhaerens
P. Ternate (Maluku Utara)
Eucheuma vermiculare
Kep. Seribu (DKI Jakarta)
Eucheuma dichotomum
Kep. Seribu (DKI Jakarta), Kep. Kei, Elat (Maluku)
Eucheuma cervicome
Seram Timur (Maluku)
Eucheuma striatum
Kep. Seribu (DKI Jakarta)
Eucheuma simplex
Seram Timur (Maluku)
Eucheuma spp.
Seram Timur (Maluku)
Wilayah pantai potensi pengembangan rumput laut di Indonesia adalah 1. Barat Sumatera 2. Selatan Jawa 3. Selat Malaka 4. Timur Sumatera 5. Utara Jawa 6. Bali, NTT, NTB 7. Selatan & Barat Kalimantan 8. Timur Kalimantan 9. Selatan Sulawesi 10. Utara Sulawesi dan 11. Maluku & Irian.
  • AGAROFITAgarofit adalah jenis rumput laut penghasil agar. Jenis-jenis rumput laut tersebut adalah Gracilaria spp. Gelidium spp. dan Gelidiella spp. Agar-agar merupakan senyawa kompleks polisakarida yang dapat membentuk jeli. Kualitas agar-agar dapat ditingkatkan dengan suatu proses pemurnian yaitu membuang kandungan sulfatnya. Produk ini dikenal dengan nama agarose.Kualitas agar-agar yang berasal dari Gelidium/Gelidiella lebih tinggi dibanding dari Gracilaria. Dalam skala industri agar-agar dari Gelidium mutunya dapat ditingkatkan menjadi agarose, tetapi Gracilaria masih dalam skala laboratorium.
  • Jenis Potensial

    Jenis yang dikembangkan secara luas baru Gracilaria spp. Di Indonesia, Gracilaria verrucosa umumnya dibudidayakan di tambak. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang berwarna kelabu kehyauan dengan percabangan alternate atau dichotomy, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing di ujung dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5 – 2,0 mm (Soegiarto et al, 1978).
  • Wilayah Pengembangan
Gracilaria verucosa dan G. gigas banyak dibudidayakan, di perairan Sulawesi Selatan ( Jeneponto, Takalar, Sinjai, Wajo, Paloppo, Bone, Maros); Lombok Barat Pantai Utara P. Jawa ( Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban, dan Lamongan). Gracilaria selain dari budidaya juga dari alam. Panen dari alam kualitasnya kurang baik karena tercampur dengan jenis lain.
Gelidium spp. belum dibudidayakan orang seluruh produksi Gelidium dihasilkan dari alam. Rumput laut ini ditemukan hmapir di seluruh perairan Indonesia. Sebaran Gelidium di perairan Indonesia disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3.Sebaran Gelidium di perairan Indonesia
Jenis Rumput Laut
Sebaran
Gelidium latifolium
Pantai Barat Sumatera ( dari Aceh sampai Lampung ), Ujung Genteng ( DKI Jakarta ), Teluk Noimini (NTT), Labuhan (NTB), P. Kidang (Riau), Marlaut, Geser (Maluku),
Gelidium cartilagineum
Pangandaran (Riau), Terora (Bali), Hoga, Lintea (NTT)
Gelidium rigidum
sebesi (Sulawesi Tenggara), Ujung Genteng, Pangandaran, Anyer, Cilurah (Jawa Barat), Terora (Bali), Tanjung Keramat (NTB)
Gelidium corneum
Pangandaran, Labuan (Jawa Barat)
Gelidium crinale
Pangandaran (Jawa Barat), Lombok (NTB),Tual (Maluku), Timor (NTT)
Gelidium cologlosum
Nias (Sumatera Utara)
Gelidium pusilium
Kangean, Damar (Madura), Maumere, Sika (NTT)
Gelidium pannosum
P. Kambing, Tual (Maluku), Teluk Noimini (NTT), Nias (Sumatera Utara)
  • ALGINOFIT
Alginofit adalah jenis rumput laut penghasil alginat. Jenis – jenis rumput laut coklat penghasil alginat tersebut adalah Sargasssum spp. , Turbinariaspp. , Laminaria spp. , Ascophyllum spp. , dan Macrocystis spp. Sargasssum spp., dan Turbinaria spp. , banyak dijumpai di perairan laut Indonesia, sedangkan Laminaria, Ascophyllum dan Macrocystis banyak dijumpai di perairan.
  • Jenis Potensial
Di Indonesia, Sargassum spp. dan Turbinaria spp. merupakan satu – satunya sumber alginat. Kandungan alginat dalam kedua rumput laut coklat tersebut relatif tergolong rendah, sehingga secara ekonomis kurang menguntungkan. Sargassum spp. dan Turbinaria spp. belum dibudidayakan di Indonesia, permintaan Sargassum spp. masih sangat terbatas.
Di dunia Sargassumi spp. ada sekitar 400 spesies; sedangkan di Indonesia dikenal ada 12 jenis yaitu : Sargassum duplicatum, S. hitrix, S. echinocarpum, S. gracilinum, S. obtuspfolium, S. binderi, S. polyceystum, S. microphylum, S. crassifolium, S. aquafolium, S. vulgare, dan S. polyceratium. Hormophysa di Indonesia dijumpai satu jenis yaitu H. tricuetra dan Turbinaria spp. ada 4 jenis yaitu T. conoides, T. conoides, T. ornata, T. murrayana dan T. deccurens.
  • Wilayah Penyebaran
Algae coklat Sargassum spp. termasuk tumbuhan kosmopolitan, tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia Penyebaran Sargassum spp. di alam sangat luas terutama di daerah rataan terumbu karang di semua wilayah periran pantai.
Sumber :
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Departemen Kelautan dan Perikanan

Yuk Konsumsi Ikan.........

Nutrisi Ikan dan Fungsinya bagi Kesehatan

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat nutrisi. Sebagai salah satu sumber protein hewani, ikan mengandung asam lemak tak jenuh (omega-3, Eicosapentaenoic acid /EPA, Docosahexanoic acid /DHA), yodium, selenium, flourida, zat besi, magnesium, zink, taurin, coenzyme Q10. 

Disamping itu, ikan juga mengandung kalori yang rendah. Kekerangan mempunyai kandungan zat gizi yang hampir sama dengan ikan. Sedangkan Crustacea mengandung dua kali lebih banyak kolesterol dibanding ikan dan molusca diklasifikasikan makanan yang tinggi kolesterol. Namun demikian, kandungan omega-3 dan nutrisi lainnya dalam Crustacea dan mulusca juga tinggi. Bahkan beberapa ahli nutrisi juga mengungkapkan tingginya kolesterol dalam makanan tidak selalu menjadi prediksi tingginya kolesterol dalam darah. Oleh karena itu, mengkonsumsi Crustacea dan mulusca dua kali seminggu masih memiliki efek positif yang lebih besar dibandingkan dengan efek negatifnya.

Selenium
Selenium sudah diakui sebagai unsur esensial bagi manusia dan merupakan bagian penting dari enzym yang berperan dalam membuat antioksidan. Selenium membantu mencegah kerusakan DNA yang disebabkan zat kimiawi dan radiasi. Hasil penelitian pada hewan percobaan menunjukkan kekurangan selenium menimbulkan gejala pertumbuhan lambat; dystrophy otot dan necrosis jantung, ginjal dan hati. Bagi daerah/negara yang tingkat kandungan selenium dalam tanahnya rendah seperti Australia, maka mengkonsumsi ikan menjadi faktor yang amat penting untuk mencegah kekurangan selenium.

Co-enzyme Q10

Ikan adalah salah satu sumber co-enzym Q10 yang sangat baik. Walaupun lebih dari 40 tahun yang lalu co-enzym Q10 telah dikenal berfungsi sebagai suatu antioksidan, namun baru akhir-akhir ini mendapat perhatian berkaitan dengan sumber makanannya. Konsentrasi co-enzym meningkat dibawah pengaruh tekanan seperti latihan fisik dan dalam kondisi degeneratif otak, seperti penyakit kepikunan / alzheimer. Dilaporkan juga bahwa konsentrasi co-enzym menurun pada beberapa penyakit termasuk penyakit degenerasi otot dan carcinomas hati. Walaupun co-enzyme Q10 dapat dibangun dalam tubuh, namun asupan dari makanan masih sangat diperlukan.

Taurin
Seafood banyak mengandung taurin. Asam amino ini telah diketahui berperan dalam formasi dan ekskresi garam empedu, yang dipecah menjadi kolesterol. Taurin juga berperan dalam fungsi retina dan fungsi kognitif.

Asam lemak tak jenuh
Seafood mengandung asam lemak tak jenuh omega-3, Eicosapentaenoic Acid (EPA) dan Docosahexaenoic Acid (DHA) yang sangat tinggi. Kandungan omega-3 pada ikan jauh lebih tinggi dibanding sumber protein hewani lain seperti daging sapi dan ayam. Daging babi bahkan sama sekali tidak mengandung omega-3. Tubuh manusia dapat membentuk beberapa tipe asam lemak, namun demikian asupan asam lemak essensial khususnya asam lemak tak jenuh omega-3 dan omega-6 masih diperlukan. Sumber utama omega-3 adalah seafood dan tanaman seperti kacang kedelai, kanola, biji rami. Sedangkan sumber utama omega-6 juga ditemukan dalam semua jenis seafood seperti Crustacea, mulusca, ikan dan tanaman seperti bunga matahari, jagung dan kedele. Konsumsi makanan yang berasal dari tanaman yang mengandung omega-6 menyebabkan rasio omega-3 dengan omega-6 menjadi rendah karena kandungan omega-3 pada tanaman jauh lebih rendah dibanding makanan dari ikan. Konsumsi ikan secara teratur memegang peranan penting dalam memenuhi rasio omega-3 dan omega-6. Untuk pencegahan terhadap kekurangan asam lemak esensial, ahli nutrisi menyarankan manusia harus mengkonsumsi tidak kurang dari 2,4% dari total asupan omega-6 dan 0,5-1,0% dari total asupan omega-3.

Makan ikan atau suplemen minyak ikan ?
Banyaknya manfaat omega-3 terhadap kesehatan, mendorong berbagai perusahaan makanan menerapkan strategi bisnisnya untuk menarik konsumen dengan memfortifikasi omega 3 dalam produknya. Demikian juga, dengan makin maraknya perusahaan obat-obatan yang memproduk-si suplemen minyak ikan. Minyak ikan mempunyai konsentrasi kandungan omega-3 yang lebih tinggi dibanding ikan utuh, sehingga dapat dijadikan pilihan alternatif khususnya bagi orang yang bermasalah untuk makan ikan atau orang yang memerlukan asupan omega-3 dalam jumlah banyak. Sebagai contoh, untuk memperoleh efek omega 3 dalam menurunkan konsentrasi triglyceride (lemak dalam darah), mengurangi resiko denyut jantung yang tidak normal dan mengoreksi depresi diperlukan asupan omega 3 dalam jumlah tertentu. Untuk memperoleh efek tersebut diatas, sebagian orang harus makan ikan setara 2 – 3 kali dengan 100 gram per sekali makan dalam sehari atau sekitar 6-9 gram minyak ikan per hari (rata rata 100 gram ikan mengandung minyak ikan sekitar 3 gram).

Minyak ikan mempunyai pengaruh yang lebih cepat dibanding dengan makan ikan. Namun demikian, beberapa manfaat makan ikan terhadap beberapa penyakit tidak dapat diperoleh dengan mengkon¬sumsi minyak ikan. Bagi penderita tekanan darah tinggi misalnya, akan lebih berman-faat makan ikan daripada minyak ikan karena penurunan tekanan darah disebab¬kan oleh tingginya proporsi DHA dan EPA. Ikan lebih banyak mengandung DHA dan EPA dibandingkan minyak ikan.

Beberapa nutrisi dalam ikan seperti protein dengan asam aminonya, micronutrient, co-enzym Q10 tidak ditemukan dalam minyak ikan. Ikan juga mengandung faktor anti-oksidan yang melindungi asam lemak tak jenuh dari oksidasi sebelum dan sesudah proses pencernaan, sedangkan minyak ikan tidak mengandung anti-oksidan tersebut.

Guna memperoleh asupan omega-3 berlebihan, menggunakan minyak ikan memang lebih praktis. Hanya saja, mengkonsumsi minyak ikan secara berlebihan akan mempunyai efek negatif terhadap kesehatan diantaranya adalah kecenderungan pendarahan, kecenderungan peningkatan kolesterol (tidak hanya kolesterol baik/HDL tetapi juga kolesterol jahat/LDL) khususnya untuk penderita diabetes dan penderita yang sedang menurunkan triglyceride.

Secara umum ikan tetap lebih bermanfaat dibandingkan minyak ikan, kecuali bagi orang tertentu yang mempunyai masalah makan ikan dan bagi orang yang memerlukan asupan omega-3 dalam jumlah besar. Bagi orang tersebut maka minyak ikan dapat dijadikan alternatif dalam menjaga kesehatan. Namun demikian, perlu adanya pengawasan medis yang ketat apabila minyak ikan tersebut digunakan dalam jumlah banyak.

Secara keseluruhan protein, vitamin, mineral dan asam lemak omega-3 yang dikandung dalam ikan mempunyai peran dalam kesehatan tubuh manusia baik di bagian otak, mata, jantung, paru-paru, otot, pencernaan, kulit maupun persendian.

Kandungan nutrisi ikan yang luar biasa tersebut, menyebabkan penting-nya ikan dalam diet diperluas dari diet untuk menyembuhkan penyakit menjadi diet untuk pencegahan penyakit. Jadi anda tak perlu lagi takut menya-jikan dan mengkonsumsi ikan. Mengkonsumsi ikan minimal 2 – 3 kali seminggu adalah pilihan yang bijaksa-na, karena anda telah melakukan pencegahan terhadap beberapa penyakit. Disamping itu, efek jangka panjangnya generasi yang akan datang diharapkan akan menjadi cerdas dan sehat.

Sumber : Warta Pasar Ikan

Ayo konsumsi Cumi-cumi

Mengenal Cumi-Cumi


Cumi-cumi termasuk hewan tak bertulang belakang yang tidak mempunyai tulang pada tubuhnya, meskipun disebut ikan. Mereka mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bergerak lihai karena adanya sistem yang sangat menarik. Tubuh lunaknya diselimuti oleh lapisan pelindung tebal yang di bawahnya air dalam jumlah besar disedot dan disemburkan oleh otot-otot yang kuat, sehingga memungkinkannya bergerak mundur.

Lapisan tipis kulit yang menutupi lengan dan tubuh makin membantu sistem berenang reaksi pada cumi-cumi. Cumi-cumi mengapung dalam air dengan cara melambai-lambaikan selaput berbentuk menyerupai tirai ini. lengannya, di pihak lain, berguna menyeimbangkan tubuh selama mengambang. Lengan-lengan juga berguna mengerem untuk menghentikan laju.

Sistem berenang reaksi gurita dan cumi-cumi ternyata bekerja dengan cara dasar yang mirip dengan pesawat jet. Melalui penelitian lebih dekat, jelaslah bahwa sistem otot mereka telah dirancang dengan cara yang paling cocok untuk mereka. Oleh karena itu, tentu saja tidak masuk akal jika menganggap bahwa bentuk rumit seperti ini telah terbentuk melalui kebetulan demi kebetulan.

Cara kerja tubuhnya itu sangatlah rumit. Pada kedua sisi kepala hewan ini terdapat lubang yang menyerupai kantung. Air disedot masuk melalui lubang ini menuju suatu rongga berbentuk tabung di dalam tubuhnya. Kemudian ia menyemprotkan air tersebut keluar dari pipa sempit tepat di bawah kepalanya dengan tekanan tinggi, sehingga dengannya ia mampu bergerak cepat ke arah yang berlawanan akibat gaya reaksi. 

Cara berenang seperti ini sangat cocok dalam hal kecepatan maupun ketahanannya. Cumi-cumi Jepang, yang bernama Todarodes pacificus, ketika berpindah tempat sejauh 1250 mil (2000 kilometer) melaju sekitar 1,3 mil per jam (2 kilometer/jam). Untuk jarak pendek, ia dapat melaju hingga 7 mil per jam (11 kilometer/jam). Beberapa jenis diketahui melebihi 19 mil per jam (30 kilometer/jam).

Seekor sumi-cumi dapat menghindar dari pemangsanya dengan gerak sangat cepat karena pengerutan otot yang cepat ini. Ketika kecepatannya saja tidak cukup untuk melindungi dirinya, mereka menyemprotkan tinta pekat dan berwarna gelap yang diolah di dalam tubuhnya. Tinta ini mengejutkan pemangsa beberapa detik, yang biasanya cukup bagi cumi-cumi untuk melarikan diri. Ikan-ikan yang tak diketahuinya di belakang gumpalan tinta tersebut segera menghindari wilayah ini.

Sistem pertahanan dan gaya berenang reaksi pada cumi-cumi juga berguna bagi mereka selama berburu. Mereka dapat menyerang dan mengejar mangsanya dengan kecepatan tinggi. Sistem saraf yang begitu rumit mengatur pengerutan dan pengenduran yang dibutuhkan untuk gaya renang reaksinya. Oleh karenanya, sistem pernapasan mereka juga sempurna, yang menghasilkan metabolisme tubuh yang tinggi yang diperlukan untuk semburan air berkecepatan tingginya.Cumi-cumi bukanlah satu-satunya hewan yang berenang dengan mengunakan sistem reaksi. Gurita juga menggunakan sistem yang sama. Meskipun demikian, gurita bukanlah perenang yang aktif, mereka banyak menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berkeliling melintasi karang dan jurang di lautan dalam.

Kulit bagian dalam seekor gurita terdiri atas banyak lapisan otot yang saling bertumpuk. Otot tersebut meliputi tiga jenis otot berbeda yang disebut otot membujur (longitudinal), melingkar (sirkular), dan jari-jari (radial).

Ketika menyemburkan air keluar, otot-otot jenis melingkar menegang dengan cara memanjang. Namun, karena mempunyai kecenderungan mempertahankan volumenya, lebarnya meningkat, yang biasanya akan memanjangkan tubuhnya. Sementara itu, otot-otot bujur yang meregang mencegah pemanjangan ini. Otot-otot jari-jari tetap meregang selama kejadian ini yang menyebabkan selubung pelindung menebal. Setelah semburan air yang amat cepat, otot-otot jari-jari mengerut dan menyusutkan panjangnya, yang menyebabkan selubung kembali menipis, dan rongga selubung terisi air kembali.

Sistem otot pada cumi-cumi hampir serupa dengan yang dimiliki gurita. Tetapi ada satu perbedaan penting: cumi-cumi memiliki lapisan urat otot (tendon) yang disebut jubah, sebagai pengganti otot bujur yang terdapat pada gurita. Jubah ini terdiri atas dua lapisan yang menutupi bagian dalam dan luar tubuhnya, seperti halnya otot-otot bujur. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat otot-otot melingkar. Otot-otot jari-jari terletak di antara keduanya, dalam arah tegak lurus.

Pernapasan

Ketika cumi-cumi membutuhkan banyak energi untuk bergerak secepat yang mereka lakukan, mereka mempunyai tiga jantung. Cumi-cumi berdarah biru. Dua dari jantung mereka berlokasi dekat dengan masing-masing insangnya. Hal ini, mereka dapat memompa oksigen ke bagian tubuh yang beristirahat dengan mudah. Cumi-cumi memiliki pokok sistem pernafasan senyawa tembaga. Hal ini berbeda dengan manusia dimana manusia mempunyai pokok sistem pernafasan senyawa besi. Jika terlalu tertutup pada permukaan dimana terdapat air panas, cumi-cumi dapat mati dengan mudah karena mati lemas.

Habitat

Kemungkinan hidup di air dalam selama musim dingin, tetapi sekitar bulan Mei dia memasuki air dangkal untuk menetaskan telurnya.

Pencernaan

Cumi-cumi adalah carnivora. Ini berarti pemakan daging. Tentacel yang lebih panjang menangkap mangsa. Cumi-cumi menarik makanan itu dengan tentacel yang lebih pendek ketika makanan itu terenggut dengan kekuatan seperti paruh bebek. Kemudian radula membenturkan makanan turun ke kerongkongan sehingga akan turun ke perut untuk di cerna. Radula adalah pita tanduk pada lidah.

Reproduksi

Cumi-cumi berproduksi secara sexual. Cumi-cumi betina mengeluarkan banyak benang telur ke dalam air. Cumi-cumi jantan mengeluarkan sperma. Beberapa spesies telah dikembangkan untuk menaruh sperma di atau dalam cumi-cumi betina. Ini selalu menjadi misteri ilmu pengetahuan bagaimana telur-telur cumi-cumi didapat terbuahi.
Di bawah kulit cumi-cumi tersusun sebuah lapisan padat kantung-kantung pewarna lentur yang disebut kromatofora. Dengan menggunakan lapisan ini, cumi-cumi dapat mengubah penampakan warna kulitnya, yang tidak hanya membantu dalam penyamaran akan tetapi juga sebagai sarana komunikasi. Misalnya, seekor cumi-cumi jantan menunjukkan warna yang berbeda ketika kawin dengan warna yang digunakan ketika berkelahi dengan seekor penantang.

Saat cumi-cumi jantan bercumbu dengan cumi-cumi betina, kulitnya berwarna kebiruan. Jika jantan lain datang mendekat pada waktu ini, ia menampakkan warna kemerahan pada separuh tubuhnya yang terlihat oleh jantan yang datang itu. Merah adalah warna peringatan yang digunakan saat menantang atau melakukan serangan.
Terdapat pula rancangan sempurna pada sistem perkembangbiakan cumi-cumi. Telurnya memiliki permukaan lengket yang memungkinkannya menempel pada rongga-rongga di kedalaman lautan. Janin ini memakan sari makanan yang telah tersedia dalam telur hingga siap menetas. Janin ini memecah selubung telur dengan cabang kecil mirip sikat pada bagian ekornya. Alat ini segera hilang setelah telur menetas. Setiap seluk beluknya telah dirancang dan bekerja sebagaimana direncanakan. 

Peranan

Cumi-cumi adalah kebutuhan ekonomi, karena mereka digunakan sebagai makanan, dan sebagai umpan pada jaring ikan. Mereka menjadi makanan ikan kecil, Crustacea dan cumi-cumi yang lain dan dalam perlengkapan lingkaran makanan ikan lain yang besar.

Cara Makan

Cumi-cumi sangat terbantu selama berburu dengan adanya alat peraba (tentakel) pada mulutnya. Tentakel yang seperti cambuk ini biasanya tetap tergulung dalam kantung yang terletak di bawah lengan-lengannya. Ketika menemukan mangsa, cumi-cumi menjulurkan tentakel untuk menyergapnya. Makhluk ini bergantung pada lengan-lengannya (keseluruhan berjumlah delapan) yang telah dirancang dengan tepat. Ia mampu dengan mudah mencabik-cabik seekor kepiting menjadi serpihan kecil dengan menggunakan paruhnya. Cumi-cumi menggunakan paruhnya dengan begitu terampil sehingga mampu dengan baik melubangi kulit cangkang kepiting dan mengeluarkan dagingnya dengan lidah. 

Mata

Bentuk mata cumi-cumi sangat rumit. Cumi-cumi dapat memusatkan pupil dengan membawa lensa mendekati retina. Ia juga bisa menyesuaikan volume cahaya yang dimasukkan ke dalam matanya dengan menutup atau membuka lidah kecil di samping matanya. Adanya alat yang amat rumit seperti ini dalam bentuk dua jenis yang sangat berbeda seperti manusia dan cumi-cumi tidak mungkin dijelaskan dengan evolusi. Darwin juga menyebutkan kemustahilan ini dalam bukunya. 

Phylum : Mollusca
Ordo : Teuthoidea
Family : Loliginidae
Kelas : Cephalopoda
Species : Loligo pealiiNama Daerah : Cumi-cumi
Berbagai Sumber

Gemar Salmon....

Tentang Salmon


Akhir-akhir ini sudah mulai banyak kita jumpai produk salmon yang melengkapi display produk-produk seafood dan produk segar lain pada hipermarket, seperti carefour dan super market-super market, seperti Hero dan Gelael.

Produk impor ini ketersediaanya masih relatif sedikit. Permintaannya masih terbatas pada kalangan menengah keatas, dan harganya relatif masih mahal dibanding produk-produk perikanan lain (lokal). 

Bukan tidak mungkin, dimasa-masa mendatang jika permintaan konsumen terhadap produk salmon meningkat bisa jadi pasokan akan meningkat. Lebih-lebih budidaya jenis ikan ini terus berkembang seiring dengan ketatnya peraturan tangkap yang dikenakan oleh negara-negara produsen salmon.

Berkaitan dengan masuknya produk impor salmon ke Indonesia, maka tidak ada salahnya bagi kkita untuk mengenal spesies yang menjadi salah satu primadona perikanan dunia ini.

Jenis-jenis Salmon

Di seluruh dunia ada beberapa jenis salmon dan berbagai kualitas yang ada di antara spesies itu.

Ada 7 (tujuh) jenis yang dikenal saat ini, yaitu salmon King, Coho, Sockeye, Chum, Pink dan Steelhead. Salmon-salmon di atas berasal dari Lautan Pasifik sebelah utara hingga Jepang. Salmon atlantik berasal dari Lautan Atlantik sebelah utara, mulai dari New England hingga Scandinavia. Jenis Steelhead dan Salmon Atlantik (dari tangkapan alam) jumlah pasokan untuk komersial sangat terbatas. Salmon King, Coho, sockeye, Chum dan Pink dari hasil tangkapan untuk komersial lebih melimpah.

Salmon Atlantik adalah jenis yang paling banyak dibudidayakan. Usaha budidaya ini berjajar di beberapa lokasi di Lautan pasifik dan Atlantik. King salmon merupakan jenis yang dibudidayakan di British Columbia dan New Zealand. Di Chili dan Columbia Coho dan Steelhead jumlahnya terus menurun. Steelhead mungkin juga disuplai dari budidaya di Eropa. 

Berikut ditampilkan tabel ketersediaan dan kualitas bawaan (innate quality) spesies salmon.

Nama Umum Spesies
Ketersediaan dari Hasil Tangkapan
Ketersediaan dari Hasil Budidaya
Kualitas Bawaan (Innate Quality)
King atau Chinook
Ya
.
Tinggi
Coho atau Silver
Ya
.
Tinggi
Sockeye atau Red
Ya
.
Tinggi
Chum atau Silverbright
Ya
.
Rendah
Pink atau Humpback
Ya
.
Rendah
Steelhead
Sangat Terbatas
.
Tinggi
Atlantic Salmon
Sangat Terbatas
.
Tinggi

Kualitas Bawaan (Innate Quality)

Kualitas bawan spesies salmon berbeda-beda secara signifikan. Kualitas bawaan berhubungan dengan karakteristik fisik yang dimiliki oleh seekor ikan dan tidak banyak berubah selama penanganan (handling). kualitas bawaan dievaluasi pada saat penangkapan atau panen dan dapat berpengaruh terhadap jenis, ukuran, umur, dan jenis kelammin. Umur adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi kualitas bawaan ikan salmon. Saat ikan sudah dewasa, perubahan biokimia terjadi pada daging yang mana dapat mengurangi nilainya secara keseluruhan. warna kulit, dan tanda (markings) juga dapat berubah setiap waktu yang mana dapat digunakan untuk menentukan kedewasaan ikan. Marking ini berbeda-beda untuk setiap spesies.

Umumnya, salmon yang berkualitas tinggi kulitnya cerah dan bersinar. Lebih jauh bila seluruh tubuh ikan mengecil, kulit ikan yang bermutu tinggi tidak akan menkerut.

Lokasi penagkapan salmon juga dapat mempengaruhi kualitas bawaan. sekali salmon memasuki wilayah perairan air tawar mereka berhenti makan. Berat tubuh menurun dan daging menjadi lembek dan berair. 

Musim tangkap dapat juga berpengaruh pada ikan. Salmon di alam liar, kandungan lemak dagingnya bervariasi bergantung pada musim. variasi kakndungan pada daging dapat juga terjadi karena kkondisi cuaca yang berubah-ubah setiap tahunnya. Untuk jenis salmon budidaya, pemanenan ikan pada bulan-bulan musim panas menghasilkan ikan yang lebih gemuk daripada penangkapan dilakukan pada musim dingin.


Sumber
Warta Pasar Ikan Maret 2005

Mari Budidaya Udang Windu....

Kiat-kiat Memilih Benih


Benih merupakan salah satu faktor produksi yang sangat memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan budidaya udang windu (Penaeus monodon) di tambak. Lahan budidaya yang begitu ideal yang disertai pengelolaan yang sangat intensif akan sia-sia jika tanpa diimbangi dengan pemilihan benih yang baik. Dengan demikian teknik/prosedur memilih benih udang windu yang balk harus banyak diketahui secara benar oleh pembudidaya atau petani tambak.Petani tambak kebanyakan mengandalkan feeling dalam memilih benih udang yang akan ditebar, sehingga tidak ada ukuran-ukuran yang secara kualitatif dan kuantitatif bisa dipakai sebagai acuan dalam membuat keputusan yang standar antara petani satu dengan yang lainnya. Pada tulisan ini akan mencoba merumuskan secara sederhana beberapa tahap dalam memilih benih udang windu yang secara teknis memungkinkan dilakukan oleh kebanyakan petani. Tahap pertama: Mengamati penampilan benih secara langsung di bak produksi benih. Tahap kedua: Mengamati penampilan sampel benih di waskom putih dan beaker glass. Tahap ketiga: Melakukan uji daya tahan dengan test formalin shock salinitas. Tahap keempat: Melakukan pengiriman sampel benih terpilih ke laboratorium uji.

PRODUKSI DAN KUALITAS BENIH

Banyaknya jumlah pembenih udang windu, menyebabkan tingginya variasi benih yang diproduksi. Faktoryang paling berpengaruh adalah rendahnya harga benur, sehingga pembenih berusaha sehemat mungkin dalam perhitungan biaya opersionalnya. Pakan buatan maupun artemia sebagi pakan alami secara keseluruhan lebih dari 60 % biaya operasional, sehingga disinilah pembenih berusaha banyak menghemat dengan menurunkan standar kualitas pakan atau dosis penggunaannya.
Dengan kondisi seperti itu, maka kualitas benih akan menjadi sangat variatif. Petani tambak harus jeli dalam memilih benih yang baik. Lebih baik diarahkan pada benih yang baik walaupun harga relatif lebih mahal, daripada mendapatkan benih lebih murah, tetapi kualitasnya kurang baik.

EMPAT TAHAP MEMILIH BENIH UDANG WINDU

Tahapan pemilihan benih udang windu berupa benur dapat disusun berdasar tingkat kesederhanaan dalam melakukan pengamatan di masing-masing tahapan. Pada dasarnya dapat diba menjadi 4 tahap berikut:

1. Mengamati penampilan benih secara langsung di bak produksi benih

Dengan melihat langsung kondisi benih di bak pemeliharaan, maka akan menambah keyakinan terhadap kualitas benih yang akan dipilih. Benih yang baik pasti berada pada media pemeliharaan yang kondisinya baik pula. Dengan melihat langsung ke bak pemeliharaan akan tahu bagaimana kondisi kualitas airnya dan bagaimana kondisi benihnya di dalam bak. Pada tahap ini yang perlu diamati adalah ukuran, jumlah, gerakan dan kondisi air media.

Ukuran: seragam, relatif panjang (>1,0 cm), stadia >PL12, uropoda telah mengembang (mengalami pigmentasi), banyak menempel di dinding. Benih udang windu pada stadia >PL12, organ telah berkembang lengkap dan telah mempunyai daya adaptasi yang relatif kuat terhadap lingkungan baru tambak (Anonim,1999-a).

Jumlah : mencukupi kebutuhan, populasi di bak pemeliharaan termasuk padat (menunjukkan SR tinggi). Kriteria mencukupi kebutuhan diusahakan bisa dipenuhi dari satu sumber, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya variasi pertumbuhan udang di tambaknya. SR yang tinggi menunjukkan bahwa pada masa proses produksi benih tidak mengalami kendala yang besar baik dari sisi lingkungan maupun penyakit.

Gerakan : aktif, resposifterhadap arah cahaya (bersifat fototaksis positif), jika diberi pakan menunjukkan respon yang sangat bagus (mendatangi di daerah yang banyak pakan). Benih yang sehat akan banyak bergerombol dengan gerakan yang atraktif sekali di daerah dekat permukaan air pada posisi arah datangnya cahaya. Untuk melihat respon terhadap pakan, aerasi dimatikan sebentar lalu ditabur pakan buatan di permukaan air, benih akan banyak berkumpul mendekati pakan (Anonim,1999-b).

Kondisi Air Media Pemeliharaan : plankton hidup, masir, bersih dan tidak berbau busuk, tidak banyak kotoran yang menempel baik di dinding maupun di dasar bak. Banyaknya kotoran di dinding atau dasar bak menunjukkan pengelolaan yang kurang baik. Ada kemungkinan manajemen pakan yang tidak tepat sesuai kebutuhan atau manajemen air yang kurang baik. Jika hal ini terjadi sebaiknya dihindari (benih tidak dipilih).

Secara umum melihat kualitas benih dengan melihat langsung di bak pemeliharaan relatif lebih mudah dibanding dengan hanya melihat sampel benih saja yang dibawakan oleh seseorang. Pengamatan skala sampel yang akan dijelaskan pada tahap kedua hingga keempat akan dilakukan hanya bila kondisi benih memang kelihatan bagus pada pengamatan tahap pertama ini.

2. Mengamati penampilan benih di waskom putih dan beaker glass

Setelah lolos pada pengamatan tahap pertama, maka mulai mengambil sampel benih untuk diamati lebih lanjut. Pengamatan sampel benih secara sederhana untuk dilaksanakan di lapangan oleh petani adalah mengamati benih dengan waskom putih dan beaker glass. Pada tahap ini yang perlu diamati adalah : warna tubuh, keseragaman ukuran, gerakan, warna mata dan makro parasit (parasit yang berukuran besar).

Dengan waskom putih maka kecenderungan penampilan keseragaman benih. Kekuatan benih akan lebih jelas terlihat dari pada melihat di bak tanpa alat bantu. Saat diputar air dalam waskom, maka benih yang sehat akan cepat berpencar dan berenang menentang arus air. Benih yang lemah akan tetap terdiam di tengah waskom, semakin sedikit benih yang terdiam di tengah waskom berarti semakin banyak proporsi benih yang sehat. Warna tubuh benih tergantung dari warna plankton dominan yang tumbuh dan warna dinding bak, pada umumnya benih berwarna coklat-kehitaman transparan (bening). Ukuran relatif panjang dan seragam.

Dengan beaker glass penampilan benih akan lebih jelas lagi untuk melihat secara lebih detail tentang kelengkapan organ, warna tubuh dan kemungkinan kotoran yang menempel di permukaan tubuh (parasit). Benih yang sehat akan terlihat aktif kaki renangnya, organ lengkap dan berkembang normal serta kelihatan bersih tidak berparasit. Dengan beaker glass parasit yang berukuran besar akan kelihatan, misalnya sering disebut dengan udang bersepatu. Mikroparasit memang tidak akan mampu terdeteksi dengan cara ini, melainkan harus dengan bantuan mikroskop. Mata tidak berwarna putih perak, benih dengan mata berwarna putih perak merupakan salah satu indikator benih dalam kondisi lemah, sensitif terhadap perubahan lingkungan.

3. Melakukan uji daya tahan dengan test formalin dan shock salinitas 

Setelah lolos pada pengamatan tahap pertama dan kedua, perlu dilakukan pengamatan tahap ketiga yaitu uji daya tahan benih. Uji daya tahan/stress test ini yang mudah dilakukan di lapangan adalah dengan perendaman formalin dan shock salinitas (Sumarwan, 2003).

Uji daya tahan terhadap formalin ini penting dilakukan karena nanti saat panen benur harus dilakukan skrinning secara total sebelum dipacking. Jika pada uji daya tahan terhadap formalin dengan skala sampel menunjukkan SR yang rendah (misalnya kurang dari 90%), maka akan sangat beresiko pada skrinning masalnya. Karena dosis dan lama waktu perendaman pada skrinning masal sama dengan pada saat uji daya tahannya. Pada test formalin dilakukan perendaman benih dalam larutan formalin selama 30 menit, kemudian dihitung kelangsungan hidupnya (SR). Benih dianggap baik jika SR pada test formalin mencapai > 95%. Benih yang terinfeksi virus atau dalam kondisi lemah tidak akan kuat melalui tahap skrinning ini, sehingga diharapkan tidak akan menularkan penyakit saat dibudidayakan di tambak.

Pada uji daya tahan dengan shock salinitas, sampel benih dari air asin dimasukkan ke dalam air tawar selama 15 menit, kemudian dipindahkan ke air asin lagi selama 30 menit baru dihitung SR. Benih dianggap baik jika SR mencapai > 90%. Shock salinitas ini cenderung untuk menguji kekuatan benih, walaupun benih kelihatan bagus tapi jika daya tahannya lemah pasti akan banyak yang mati ketika direndam air tawar secara tiba-tiba.

4. Melakukan pengiriman sampel benih terpilih ke laboratorium uji

Pada pengamatan benih secara laboratorium kebanyakan petani tambak tidak mampu melakukan sendiri, sehingga bisa memanfaatkan jasa laboratorium uji terdekat. Pada pengamatan laboratorium pada umumnya dilakukan pengamatan secara mikroskopis terutama terhadap kelengkapan organ, nekrosis, saluran pencernaan, parasit, pigmentasi dan lain-lain. Selain itu untuk mendeteksi inveksi virus dilakukan pengamatan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). PCR terutama diarahkan untuk mendeteksi jenis virus yang berbahaya misalnya SEMBV.

Pengamatan secara laboratorium bertujuan untuk memberikan data secara kualitatif maupun kuantitatif yang secara standar nasional dan atau internasional telah diakui keakuratannya. Namun demikian hasil uji laboratoriumjustru hanya bersifat melengkapi untuk menunjang pengambilan keputusan pemilihan benih sebar setelah melewati tahap pertama hingga ketiga diatas.

Setelah mendapatkan semua data pengamatan benih dan memutuskan mengambil salah satu sumber benih yang terpercaya, maka tahap berikutnya memanen benih. Pada saat memanen benih ini, maka harus dilakukan pemilahan. Benih yang dipacking dipastikan yang telah lolos pada perendaman formalin 200 ppm selama 30 menit. Jika terjadi perbedaan salinitas antara air tambak dengan air di bak pemeliharaan benih, maka perlu diupayakan untuk disesuaikan salinitasnya secara perlahan-lahan.

Sumber :
Media Budidaya Air Payau Nomor 4 Tahun 2004
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara