Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengikutsertakan 1.000 nelayan Muncar, Banyuwangi, dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Perlindungan yang diberikan kepada para nelayan mencakup dua program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
“Dikutsertakannya 1.000 nelayan di Muncar ini untuk melindungi dari risiko kerja. Hal ini juga telah diberikan kepada ribuan nelayan di Indramayu dan Kota Sibolga,” kata Direktur Utama Dirut BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto dalam acara penyerahan Kartu Kepesertaan 1.000 Nelayan jadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan di Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, akhir pekan kemarin.
Hadir dalam acara tersebut di antaranya, Menko Maritim Rizal Ramli, Bupati Banyuwangi Abdullah, Azwar Anas, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Ilyas Lubis, dan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Narmoko Prasmadji.
Agus Susanto menjelaskan, pilihan kepesertaan untuk dua program ini (JKK dan JKM) hanya terbatas kepada pekerja bukan penerima upah (BPU), dengan iuran yang sangat terjangkau, yaitu sebesar 16.800 rupiah per bulan. Pekerja formal atau Pekerja Penerima Upah (PPU) wajib terdaftar dalam empat program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu JKK, JKM, JHT (Jaminan Hari Tua) dan JP (Jaminan Pensiun).
“Perlindungan ini merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan kesadaran nelayan akan pentingnya jaminan sosial untuk melindungi pekerja dari risiko kerja,” ujar Agus.
Ia menambahkan, bantuan iuran untuk nelayan akan diberikan selama 6 bulan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Ia menambahkan, pemerintah daerah juga bisa berkontribusi langsung dalam melindungi para nelayan dengan mengalokasikan anggaran yang dimiliki.
Ruang lingkup perlindungan atas kecelakaan kerja yang terjadi pada peserta BPJS Ketenagakerjaan meliputi perlindungan atas risiko kecelakaan yang terjadi mulai saat berangkat bekerja, di lokasi bekerja, hingga kembali lagi ke rumah dan perlindungan terhadap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaannya tersebut.
Selain JKK, perlindungan lainnya adalah Jaminan Kematian yang memberikan perlindungan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia selama masa kepesertaan aktif mereka sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Terkait rencana perlindungan risiko kerja bagi satu juta nelayan di Indonesia, Menko Kemaritiman, Rizal Ramli menyatakan, pihaknya akan membahas dengan pihak terkait. “Ini penting, karena selama ini perlindungan atas risiko yang dihadapi para nelayan, belum tersentuh,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Rizal memberi apresiasi dengan BPJS Ketenagakerjaan yang memberi gratis iuran kepada nelayan selama 6 bulan. “Kita juga akan bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melanjutkan program perlindungan kecelakaan kerja dan kematian untuk nelayan dengan BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Narmoko Prasmadji menambahkan, pihaknya akan mencari operator asuransi nelayan yang memberikan kaver paling besar.
Menurutnya, anggaran asuransi terhadap satu juta nelayan menggunakan anggaran pendapatan belanja negara (APBN), sehingga harus digunakan seefisien mungkin.
Nanti, KKP akan melakukan tender pengelolaan asuransi nelayan ini.
Pemerintah menginginkan klaim asuransi yang dibayarkan lebih besar untuk melindungi nelayan. "Katakanlah kalau meninggal, jangan hanya disantuni Rp 40 juta tapi bisa sampai Rp 200 juta," imbuh Narmoko.
Narmoko menuturkan bahwa kapal nelayan pelabuhan Muncar memiliki kekhasan tersendiri yang tak dimiliki oleh nelayan di tempat lain di Indonesia. Ornamen ukiran dan lukisan yang menghiasi perahu-perahu nelayan, ia nilai memiliki nilai wisata tersendiri.
“Pelabuhan Muncar ini unik, ada ukiran dan hiasan di perahunya. Tak banyak yang seperti ini di tempat lain. Tinggal memoles sedikit saja untuk dijadikan kampung wisata nelayan. Yang penting kebersihan harus dijaga,” paparnya.
Sementara itu, konsep sustainable ocean yang dikombinasikan dengan membuka wisata berbasis perkampungan nelayan selama ini juga menjadi bagian dari kerja Pemkab Banyuwangi.
Narmoko mengatakan, baru pada tahun ini pula Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki anggaran yang cukup besar untuk mengasuransikan nelayan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sendiri menargetkan akan mengasuransikan 1 juta nelayan hingga 2019.
"Kami sudah punya beberapa titik yang akan kami kerjakan. Ini merupakan pertama kalinya. Dan kalau bisa manajemennya dikerjakan sebaik-baiknya," kata Narmoko.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang menjadi salah satu partner dalam program ini diharapkan bisa memberikan manfaat lebih besar kepada nelayan.
"Kalau BPJS bisa memberikan ganti ruginya lebih besar, lebih menarik lagi barang kali," ucap Narmoko.
Selain perlindungan dalam bentuk asuransi, Narmoko menuturkan UU Perlindungan Nelayan juga mengamanatkan perlindungan terhadap nelayan tradisional, melalui regulasi pemerintah.
"Kami juga dipesani Bu Susi, mohon nelayan juga bisa menjaga laut dengan baik. Tidak boleh dikotori, jangan ditaruh plastik. Jala yang sudah tidak dipakai kalau bisa digulung, atau kalau perlu dibakar, asal jangan dibuang ke laut," ujar Narmoko.
Direktur Kenelayanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Syafril Fauzi menginformasikan, saat ini UU Perlindungan Nelayan yang baru disahkan 15 Maret 2016 tengah memasuki proses penomoran. Jadi, sosialisasi dan pelaksanaan UU menunggu penomoran tersebut selesai.
Sejumlah urusan teknis pelaksanaan juga tengah dibahas, salah satunya memanggil BUMN Asuransi Jasindo sebagai pelaksana.
Jumlah premi yang akan dibayarkan ke nelayan pun masih dalam proses penghitungan. Pada dasarnya, lanjut dia, asuransi akan bisa didapatkan semua WNI yang berprofesi sebagai nelayan. Pengecualian untuk nelayan kecil dengan kapal di bawah 10 gross ton (GT), premi digratiskan. Pemerintah telah menganggarkan dana Rp 250 miliar untuk pilot project asuransi nelayan kecil sebelum pemberlakuan asuransi nelayan secara nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar