Jumat, 24 Agustus 2018

metode Resirculating Aquaculture System pada Budidaya Lele

Budidaya ikan lele dengan metode Resirculating Aquaculture System mampu mengkan konversi pakan dan menghasilkan lele yang lebih higienis


Kota Bekasi menjadi destinasi liputan tim TROBOS Aqua kali ini. Tepatnya Kecamatan Jatiasih, di belakang komplek Sakura Regency terdapat lokasi budidaya ikan lele dengan metode Resirculating Aquaculture System (RAS) atau budidaya sistem resirkulasi milik Muhammad Iqbal.

Menurut Iqbal, penerapan budidaya lele dengan RAS ini bertujuan agar masyarakat berbagai kalangan lebih menyukai lele untuk dikonsumsi bahkan menjadi salah satu protein pengganti dari daging. “Karena masih ada image-nya (pencitraannya) bahwa lele dipelihara dari kolam yang jorok dan bau,” ungkap Iqbal saat di temui di lokasi budidaya lelenya.

Hanya menggunakan lahan budidaya sekitar 70 meter persegi (m2), Iqbal mampu menghasilkan 2,5 ton lele dengan metode RAS ini sekali siklus pembesaran. Lanjutnya, Mengingat Kota bekasi merupakan salah satu kota padat penududuk budidaya dengan metode RAS ini hemat air dan mungkin hampir bisa dikatakan zero waste (tanpa limbah). Namun dalam perjalanan proses budidaya tetap harus ada maintenance (pemeliharaan) yang harus dilakukan sehingga proses budidaya sesuai yang diharapkan.

Lele yang dihasilkan dengan metode RAS ini berbeda dengan lele pada umumnya, kata Iqbal. Hal ini terlihat dari tekstur dan uji lab dari daging lelenya. Secara warna daging lele yang dibudidayakan dengan metode RAS akan berwarna putih dan empedu ikan terlihat bening. “Menurut konsumen lele yang biasa membeli lele di sini, rasanya lebih gurih dan tekstur dagingnya lebih padat,” ujar Iqbal yang juga memiliki rumah makan khusus olahan lele modern.


Pengelolaan Air
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, hampir bisa dikatakan zero waste bila menggunakan metode ini, karena memang sedikit sekali air yang dibuang dalam metode ini. Lebih detail Iqbal menjelaskan, proses pengelolaan dalam metode ini dari  10 hari setelah awal penebaran ikan, air dibuang 1 %, dengan komposisi yang dibuang dari filter mekanis 0.5 % filter biologis 0.5 %. Masuk bulan kedua ikan sudah lebih besar dan porsi pakan meningkat. Tetap dilakukan 1 minggu sekali atau 5 hari sekali pergeseran atau pembuangan air tadi.

Sebenarnya situasional dalam melakukan maintenance RAS, kata Iqal. Lanjutnya, jika terjadi penumpukan sedimentasi (hasil kotoran ikan) dengan melambatnya air yang mengalir ke filter biologis dan filter mekanis baru dilakukan pembuangan atau pergeseran sedimen yang berada di vortex (tabung pemisah kotoran dengan air dengan pusaran arus air) biologis ke tabung mineralisasi (sedimantasi yang paling kental hasil pemisahan dari vortex) atau silahkan dibuang. Namun, di sini jarang dibuang endapan tersebut.

Dalam filter biologis sedimentasi bisa dibuang atau digeser ke tabung mineralisasi. Dalam tabung  mineralisasi itu  diberikan aerasi minimal 24 jam.  Setelah 24 jam atau lebih juga lebih bagus, saluran  tabung mineralisasi yang menuju ke kolam budidaya bisa dibuka lagi saluranya terjadi bejana berhubungan dan bergeser lagi ke sump tank yang berisi pompa akan melanjutkan distribusi ke kolam-kolam budidaya.

“Sebenarnya metode ini mengadopsi biofloc namun pembuatan flock nya di luar sistem kolam. Dimana erjadi pada proses mineralisasi yang diberikan probiotik tertentu sehingga amoniak dan kotoran ikan diolah menjadi flock lalu distribusikan ke kolam pemeliharaan lele dan ini merupakan zero waste,” terang Iqbal.


Probiotik
Dalam metode ini, semua pasti menggunakan bantuan probiotik, ungkap Iqbal. Lanjutnya, probotik untuk di media persiapan air sebelum tebar diberikan, dan pada saat maintanenace air di dalam tabung mineralisasi, dosis yang diberikan per meter kubik (m3) sebanyak 10 ml. “Kembali lagi penggunaan probiotik secara situasional, karna banyak faktor bisa terjadi di lapangan seperti perubahan cuaca mendadak, penyakit, dan lain-lain,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar