Permintaan pasar yang besar dan harga yang relatif stabil membuat nila merah digandrungi untuk dibudidayakan di Subang
Menempuh perjalanan sekitar 4 jam dari Jakarta, akhirnya Tim Trobos
Aqua tiba di Desa Cijambe Subang Jawa Barat. Disambut suara gemericik
air, tampak membentang deretan kolam–kolam air deras yang diisi nila
merah. Siang itu, Trobos Aqua bertemu dengan beberapa pembudidaya nila
merah asal Subang.
Salah satu pembudidaya nila yang kami temui yakni Dwi Djoko Utomo,
lelaki asal Bandung ini memilih beralih dari budidaya ikan mas ke nila
merah. ”Kalau ikan mas fluktuasi harganya cukup tajam, kalau nila merah
relatif lebih stabil, jadi kita pembudidaya bisa lebih tenang,” ujar Dwi
Djoko Utomo yang akrab disapa Djoko.
Harga Stabil
Ia menginformasikan, harga nila merah di Subang relatif stabil berkisar
di Rp 22.000 – Rp 24.000 per kg di tingkat pembudidaya, dengan harga di
pasar untuk end user (konsumen)sekitar Rp 28.000 per kg.
Dengan harga di kisaran Rp 22.000 per kg, pembudidaya sudah menikmati
keuntungan karena rata-rata biaya produksi nila merah di Subang
bervariasi sekitar Rp 19.000 – 20.000 per kg nya.
Sekalipun terbilang stabil namun nila merah yang diproduksi pembudidaya
kolam air deras di Subang juga terkadang mengalami penurunan harga,
terutama di waktu–waktu panen nila di Jatiluhur dan Cirata sekitar
Oktober – November. Hal ini karena harga ikan nilamerah yang di suplai
dari Jatiluhur dan Cirata lebih murah, yakni sekitar Rp 18.500 – 20.000
per kg.
”Biasanya nila merah dari Jatilihur dan Cirata lebih murah Rp 3.000 per
kg, kalau lagi musim panen di sana, permintaan nila merah dari Subang
rada berkurang, walaupun dari segi harga tidak turun terlalu jauh paling
dikisaran Rp 21.000 – Rp 22.000 per kg,” kata Djoko menceritakan.
Selain dari sisi harga relatif stabil, permintaan nila merah untuk pasar
Jabodetabek jumlahnya juga cenderung meningkat kecuali di waktu–waktu
panen nila di Cirata dan Jatiluhur.
Ia memperkirakan permintaan nila merah rata-rata setiap harinya yang
dikirim ke Jabodetabek saja sekitar 3 – 5 ton. Itu belum termasuk untuk
pasar lokal di Subang, Bandung, dan sekitarnya. Bahkan Djoko juga pernah
di tawari untuk memasok nila merah untuk ekspor, sayangnya kesempatan
ini belum ia ambil karena merasa belum mampu memproduksi dalam jumlah
yang sangat besar. ”Kalau untuk permintaan ekspor satu kali kirim mereka
minta sekitar 20 ton, kita belum berani karena untuk produksi segitu
untuk satu pengiriman bukan hal yang mudah,” ungkap Djoko.
Permintaan dan Produksi
Permintaan pasar yang besar dan harga yang relatif stabil membuat nila
merah digandrungi untuk dibudidayakan di Subang. Untuk itu Djoko
mengajak pembudidaya lainnya bergabung dalam satu kelompok. Djoko
mengaku ada sekitar 30 pembudidaya yang bergabung bersamanya dalam satu
kelompok dan menjadi plasma.
Ia bersama kelompoknya Ikan Bangun Jaya mampu memproduksi nila merah
sekitar 40 – 60 ton per bulan. “Kami atur agar bisa panen dari 2 - 3
kolam setiap hari, paling sedikit setiap hari satu kali kirim sekitar
500 kg agar ketutup biaya operasional untuk pengirimannya,” urai Djoko.
Djoko sendiri memiliki 50 kolam dan sisanya produksi diambil dari kolam –
kolam milik pembudidaya plasmanya.
Tak hanya Djoko yang bermitra dengan para pembudidaya lainnya, Nendy
Mulyadi yang akrab disapa Asep juga Denden Agus Zaelani menerapkan
konsep inti plasma untuk meningkatkan produksi agar mampu memenuhi
permintaan pasar yang tinggi. Misalnya saja Asep bersama dengan
pembudidaya binaannya mampu memanen nila merah hingga 1 ton per hari.
”Bersama mitra kita bisa atur agar bisa penen 1 ton per hari dari
sekitar 100 kolam, kita atur giliran panennya,” tutur Asep.