Peluang pasar untuk produk olahan patin masih terbuka lebar baik untuk lokal maupun ekspor
Geliat patin dalam negeri kembali menunjukkan tren positif. Setelah beberapa waktu lalu sempat dihantam badai masuknya fillet
(daging tanpa tulang) patin ilegal yang menyebar sebagian pasar lokal,
kini industri patin nasional perlahan mulai bangkit. Sekalipun ada patin
Vietnam atau yang dikenal dengan dori di pasar lokal, patin produksi
dalam negeri tetap bergeliat.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI), Azzam
Bachrur mengatakan, kalau dulu pelaku patin mengeluh tersendatnya pasar
karena banyak masuk patin ilegal, sekarang sudah jauh berkurang. “Dulu
untukfillet patin masih terkendala bahan baku dan kualitas,
sekarang sudah mulai menemukan ritmenya, hanya dari sisi harga saja
belum terpecahkan,” tutur Azzam.
Menurutnya, harga patin Vietnam masih lebih murah karena produksi
mereka lebih efisien. Sehingga produsen patin tidak bisa menjual patin
dengan harga yang bagus karena tertekan dengan harga produk fillet
patin pesaing yang ada di pasar lokal. Namun Azzam optimis pelaku
industri patin dalam negeri mampu bersaing secara harga dengan
menunjukan kualitas produk yang lebih baik.
Dia menginformasikan, saat ini harga fillet patin di modern market berkisar antara Rp 70 – Rp 80 ribu per kg, dengan harga modal dari produsen fillet patin sekitar 60% nya atau sekitar Rp 40 – Rp 50 ribu per kg.
Ikut angkat bicara Asisten Vice President PT Central Proteina Prima (CPP) (produsen fillet
patin) Stephanie Endang mengakui, bahwa secara kualitas kita sudah
menyamai patin Vietnam. Namun meski demikian sejumlah tantangan juga
dihadapi dalam mengembangkan indutri patin.
Menurut Stephanie, tantangan tersebut antara lain biaya produksi yang
masih cukup tinggi sehingga masih kurang bisa bersaing dengan produk
dari Vietnam. Lalu pada awal program masih muncul ‘muddy smell’ (bau
lumpur) pada daging patin, tetapi sudah teratasi. Kemudian teknologi
pengolahan yang masih kalah dibandingkan dengan vietnam.
Kemitraan Patin
Penyediaan bahan baku yang berkualitas yang tidak bau lumpur dan sesuai
dengan preferensi pasar menjadi tantangan tersendiri. Dalam hal ini CPP
mengembangkan sistem kemitraan untuk memperoleh bahan baku yang
berkualitas dalam jumlah besar secara kontinu.
Stephanie mengungkapkan, pola kemitraan ini dilakukan untuk memberdayakan kolam–kolam milik petani pembudidaya yang idle
maupun mengembangkan kolam–kolam yang baru. ”Pola kemitraan ini kita
lakukan juga untuk meningkatkan pendapatan pembudidaya patin, dan
mengisi kekosongan pasar fillet patin dori Vietnam,” ungkap Sthepanie.
Lebih jauh ia menjelaskan, dalam pola kemitraan ini pembudidaya
didampingi untuk memproduksi patin dengan bobot sekitar 1 ekor per kg.
Hasil produksi ini yang kemudian diserap oleh CPP sebagai bahan baku
produk fillet patin yang dihasilkan. Kemitraan meliputi support permodalan, pendampingan teknis budidaya, dan buy back ikan dengan harga kontrak.
”Pembudidaya akan didampingi untuk melakukan budidaya sesuai standar
operasional prosedur/SOP yang telah kami buat agar hasil produksinya
bagus dan efisien, di SOP diajarkan semua teknik budidaya dari mulai
persiapan kolam sampai panen, agar hasilnya sesuai dengan standar bahan
baku yang dibutuhkan,” ujar Sthepanie. Dia menginformasikan, saat ini
untuk runing produksi fillet patin perusahaannya, membutuhkan bahan baku sekitar 300 – 500 ton per bulan.
Menurutnya jumlah pembudidaya yang bermitra terus bertambah dari tahun
2012 hingga 2016 sudah lebih dari 85 orang, dengan jumlah produksi
sekitar 350 ton per bulan. ”Jumlah petani mitra terus bertumbuh karena
ada jaminan serapan pasar, walaupun nilai keuntungan per kg tidak
besar tapi namun tingkat kepastiannya tinggi,” klaim Sthepanie. Seiring
makin bertumbuhnya kemitraan patin tentunya aspek pasar juga harus
berkembang.
Pasar Patin
Tidak dipungkiri peluang pasar untuk patin terbuka lebar baik untuk
lokal maupun ekspor. Pada awal tahun 2017 Direktur Jenderal Penguatan
Daya Saing Produk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto
Perbowo menginformasikan bahwa ekspor ikan patin dari Vietnam menuju ke
Amerika Serikat sudah dilarang. Karena itu Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti mendorong Indonesia untuk mengisi peluang
ekspor patin ke Amerika Serikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar