Selasa, 20 Juni 2017

Industri Patin

 

Peluang pasar untuk produk olahan patin masih terbuka lebar baik untuk lokal maupun ekspor
 
 
Geliat patin dalam negeri kembali menunjukkan tren positif. Setelah beberapa waktu lalu sempat dihantam badai masuknya fillet (daging tanpa tulang) patin ilegal yang menyebar sebagian pasar lokal, kini industri patin nasional perlahan mulai bangkit. Sekalipun ada patin Vietnam atau yang dikenal dengan dori di pasar lokal, patin produksi dalam negeri tetap bergeliat.
 
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI), Azzam Bachrur mengatakan, kalau dulu pelaku patin mengeluh tersendatnya pasar karena banyak masuk patin ilegal, sekarang sudah jauh berkurang. “Dulu untukfillet patin masih terkendala bahan baku dan kualitas, sekarang sudah mulai menemukan ritmenya, hanya dari sisi harga saja belum terpecahkan,” tutur Azzam.
 
Menurutnya, harga patin Vietnam masih lebih murah karena produksi mereka lebih efisien. Sehingga produsen patin tidak bisa menjual patin dengan harga yang bagus karena tertekan dengan harga produk fillet patin pesaing yang ada di pasar lokal. Namun Azzam optimis pelaku industri patin dalam negeri mampu bersaing secara harga dengan menunjukan kualitas produk yang lebih baik.
 
Dia menginformasikan, saat ini harga fillet patin di modern market berkisar antara Rp 70 – Rp 80 ribu per kg, dengan harga modal dari produsen fillet patin sekitar 60% nya atau sekitar Rp 40 – Rp 50 ribu per kg.
 
Ikut angkat bicara Asisten Vice President PT Central Proteina Prima (CPP) (produsen fillet patin) Stephanie Endang mengakui, bahwa secara kualitas kita sudah menyamai patin Vietnam.  Namun meski demikian sejumlah tantangan juga dihadapi dalam mengembangkan indutri patin.
 
Menurut Stephanie, tantangan tersebut antara lain biaya produksi yang masih cukup tinggi sehingga masih kurang bisa bersaing dengan produk dari Vietnam. Lalu pada awal program masih muncul ‘muddy smell’ (bau lumpur) pada daging patin, tetapi sudah teratasi. Kemudian teknologi pengolahan yang masih kalah dibandingkan dengan vietnam.
 
 
Kemitraan Patin
Penyediaan bahan baku yang berkualitas yang tidak bau lumpur dan sesuai dengan preferensi pasar menjadi tantangan tersendiri. Dalam hal ini CPP mengembangkan sistem kemitraan untuk memperoleh bahan baku yang berkualitas dalam jumlah besar secara kontinu.
 
Stephanie mengungkapkan, pola kemitraan ini dilakukan untuk memberdayakan kolam–kolam milik petani pembudidaya yang idle maupun mengembangkan kolam–kolam yang baru. ”Pola kemitraan ini kita lakukan juga untuk meningkatkan pendapatan pembudidaya patin, dan mengisi kekosongan pasar fillet patin dori Vietnam,” ungkap Sthepanie.
 
Lebih jauh ia menjelaskan, dalam pola kemitraan ini pembudidaya didampingi untuk memproduksi patin dengan bobot sekitar 1 ekor per kg. Hasil produksi ini yang kemudian diserap oleh CPP sebagai bahan baku produk fillet patin yang dihasilkan. Kemitraan meliputi support permodalan, pendampingan teknis budidaya, dan buy back ikan dengan harga kontrak.
 
”Pembudidaya akan didampingi untuk melakukan budidaya sesuai standar operasional prosedur/SOP yang telah kami buat agar hasil produksinya bagus dan efisien, di SOP diajarkan semua teknik budidaya dari mulai persiapan kolam sampai panen, agar hasilnya sesuai dengan standar bahan baku yang dibutuhkan,” ujar Sthepanie. Dia menginformasikan, saat ini untuk runing produksi fillet patin perusahaannya, membutuhkan bahan baku sekitar 300 – 500 ton per bulan.
 
Menurutnya jumlah pembudidaya yang bermitra terus bertambah dari tahun 2012 hingga 2016 sudah lebih dari 85 orang, dengan jumlah produksi sekitar 350 ton per bulan. ”Jumlah petani  mitra terus bertumbuh karena ada jaminan  serapan pasar, walaupun  nilai keuntungan per kg tidak besar tapi namun tingkat kepastiannya tinggi,” klaim Sthepanie. Seiring makin bertumbuhnya kemitraan patin tentunya aspek pasar juga harus berkembang.
 
 
Pasar Patin
Tidak dipungkiri  peluang pasar untuk patin terbuka lebar baik untuk lokal maupun ekspor. Pada awal tahun 2017 Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo menginformasikan bahwa ekspor ikan patin dari Vietnam menuju ke Amerika Serikat sudah dilarang. Karena itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendorong Indonesia untuk mengisi peluang ekspor patin ke Amerika Serikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar