TRANSPORTASI IKAN HIDUP
Pengangkutan
ikan dalam keadaan hidup merupakan salah satu mata rantai dalam usaha
perikanan. Harga jual ikan, selain ditentukan oleh ukuran, juga
ditentukan oleh kesegarannya. Oleh karena itu, kegagalan dalam
pengangkutan ikan merupakan suatu kerugian. Pada prinsipnya,
pengangkutan ikan hidup bertujuan untuk mempertahankan kehidupan ikan
selama dalam pengangkutan sampai ke tempat tujuan. Pengangkutan dalam
jarak dekat tidak membutuhkan perlakuan yang khusus. Akan tetapi
pengangkutan dalam jarak jauh dan dalam waktu lama diperlukan
perlakuan-perlakuan khusus untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan.
Pada
dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu dengan
menggunakan air sebagai media atau sistem basah, dan media tanpa air
atau sistem kering.
A. PENGANGKUTAN SISTEM BASAH
Transportasi sistem basah (menggunakan air sebagai media pengangkutan) terbagi menjadi dua, yaitu :
(1). Sistem Terbuka
Pada
sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup tetapi
secara terus menerus diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen
selama pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya dilakukan dalam waktu
pengangkutan yang tidak lama. Berat ikan yang aman diangkut dalam sistem
ini tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu
air, ukuran, serta jenis spesies ikan.
(2). Sistem Tertutup
Dengan
cara ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai oksigen
secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan selama
pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang
tertutup.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan adalah kualitas ikan, oksigen, suhu, pH, CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan (Berka, 1986).
(1). Kualitas Ikan
Kualitas
ikan yang ditransportasikan harus dalam keadaan sehat dan baik. Ikan
yang kualitasnya rendah memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi
dalam waktu pengangkutan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan yang
kondisinya sehat.
(2). Oksigen
Kemampuan
ikan untuk menggunakan oksigen tergantung dari tingkat toleransi ikan
terhadap perubahan lingkungan, suhu air, pH, konsentrasi CO2 dan hasil metabolisme seperti amoniak. Biasanya dasar yang digunakan untuk mengukur konsumsi O2 oleh ikan selama transportasi adalah berat ikan dan suhu air. Jumlah O2 yang dikonsumsi ikan selalu tergantung pada jumlah oksigen yang tersedia. Jika kandungan O2meningkatikan akan mengkonsumsi O2 pada kondisi stabil dan ketika kadar O2 menurun konsumsi O2 oleh ikan lebih rendah dibandingkan konsumsi pada kondisi kadar O2 yang tinggi.
(3). Suhu
Suhu merupakan faktor yang penting dalam transportasi ikan. Suhu optimum untuk transportasi ikan adalah 6 – 80C untuk ikan yang hidup di daerah dingin dan suhu 15 – 20 0 untuk ikan di daerah tropis.
(4). Nilai pH, CO2, dan amonia
Nilai pH air merupakan faktor kontrol yang bersifat teknik akibat kandungan CO2 dan amoniak. CO2 sebagai
hasil respirasi ikan akan mengubah pH air menjadi asam selama
transportasi. Nilai pH optimum selama transportasi ikan hidup adalah 7
sampai 8. Perubahan pH menyebabkan ikan menjadi stres, untuk
menanggulanginya dapat digunakan larutan bufer untuk menstabilkan pH air
selama transportasi ikan. Amoniak merupakan anorganik nitrogen yang
berasal dari eksresi organisme perairan, permukaan, penguraian senyawa
nitrogen oleh bakteri pengurai, serta limbah industri atau rumah tangga.
(5). Kepadatan dan aktivitas ikan selama transportasi
Perbandingan
antara volume ikan dan volume air selama transportasi tidak boleh lebih
dari 1 : 3 . Ikan-ikan lebih besar, seperti induk ikan dapat
ditrasportasi dengan perbandingan ikan dan air sebesar 1 : 2 sampai 1 : 3
, tetapi untuk ikan-ikan kecil perbandingan ini menurun sampai 1 : 100
atau 1 : 200. Kesegaran ikan juga dipengaruhi oleh kondisi apakah ikan
dalam keadaan meronta-ronta dan letih selama transportasi. Ketika ikan
berada dalam wadah selama transportasi, ikan-ikan selalu berusaha
melakukan aktivitas. Selama aktivitas otot berjalan, suplai darah dan
oksigen tidak memenuhi, sehingga perlu disediakan oksigen yang cukup
sbagai alternatif pengganti energi yang digunakan.
Beberapa permasalahan dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu terbentuk buih yang
disebabkan banyaknya lendir dan kotoran ikan yang dikeluarkan.
Kematian diduga karena pada saat diangkut, walaupun sudah diberok selama
satu hari, isi perut masih ada. Sehingga pada saat diangkut masih ada
kotoran yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi.
Disamping itu, bobot air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1 : 4 bagian ikan dengan air menjadi kendala tersendiri untuk dapat meningkatkan volume ikan yang diangkut.
B. Transportasi Sistem Kering (Semi Basah)
Pada
transportasi sistem kering, media angkut yang digunkan adalah bukan
air, Oleh karena itu ikan harus dikondisikan dalam keadaan aktivitas
biologis rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen juga rendah. Makin
rendah metabolisme ikan, terutama jika mencapai basal, makin rendah pula
aktivitas dan konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk
diangkut diluar habitatnya makin besar .
Penggunaan
transportasi sistem kering dirasakan merupakan cara yang efektif
meskipun resiko mortalitasnya cukup besar. Untuk menurunkan aktivitas
biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat dilakukan dengan menggunkansuhu rendah, menggunakan bahan metabolik atau anestetik, dan arus listrik.
Pada
kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan
metabolisme ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf
tersebut, oksigen yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk
mempertahankan hidup saja. Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan
tanpa air, tutup insangnya masih mangandung air sehingga melalui lapisan
inilah oksigen masih diserap .
PEMINGSANAN IKAN
Kondisi
pingsan merupakan kondisi tidak sadar yang dihasilkan dari sistem saraf
pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsangan dari
luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut. Pingsan atau
mati rasa pada ikan berarti sistem saraf kurang berfungsi ..
Pemingsanan
ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu
rendah, pembiusan menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan
arus listrik.
1. Pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah .
Metode pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
q penurunan suhu secara langsung, dimana ikan langsung dimasukan dalam air yang bersuhu 100 – 150C. Sehingga ikan akan pingsan.
q Penurunan suhu secara bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.
2. Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan pembius)
Bahan anestasi yang dapat digunakan untuk pembiusan ikan adalah :
No |
BAHAN
| DOSIS |
1
|
MS-222
|
0.05 mg / l
|
2
|
Novacaine
|
50 mg / kg berat ikan
|
3
|
Barbitas sodium
|
50 mg / kg berat ikan
|
4
|
Ammobarbital sodium
|
85 mg / kg berat ikan
|
5
|
Methyl paraphynol (dormisol)
|
30 mg / l
|
6
|
Tertiary amyl alcohol
|
30 mg / l
|
7
|
Choral hydrate
|
3-3.5 g lt
|
8
|
Urethane
|
100 mg / l
|
9
|
Hydroksi quinaldine
|
1 mg / l
|
10
|
Thiouracil
|
10 mg / l
|
11
|
Quinaldine
|
0.025 mg / l
|
12
|
2-Thenoxy ethanol
|
30 – 40 ml / 100 lt
|
13
|
Sodium ammital
|
52 – 172 mg / l
|
Selain bahan-bahan anestasi sintetik diatas pembiusan juga dapat dilakukan dengan menggunakan zat caulerpin dancaulerpicin yang berasal dari ekstrak rumput laut Caulerpa sp.
Pembiusan ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga kriteria, yaitu :
1 Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih mudah ditangani.
2. Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu kurang dari 10 menit.
3. Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah pembongkaran
Proses pembiusan ikan meliputi 3 tahap yaitu :
1. Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam muara pernapasan organisme
2. Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah.
3. Sirkulasi
darah dan difusi jaringan menyebarkan subtansi ke seluruh tubuh.
Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh sel bergantung pada persediaan
darah dan kandungan lemak pada setiap jaringan sehingga bahan anestasi
juga harus mudah larut dalam air dan lemak.
3. Pemingsanan Ikan dengan Arus Listrik
Arus
listrik yang aman digunakan untuk pemingsanan ikan adalah yang
mempunyai daya 12 volt, karena pada 12 Volt ikan mengalami keadaan
pingsan lebih cepat dan tingkat kesadaran setelah pingsan juga cepat.
PENGEMASAN
Pada
pengangkutan kering diperlukan media pengisi sebagai pengganti air.
Menurut Wibowo (1993), yang dimaksud dengan bahan pengisi dalam
pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat ditempatkan diantara
ikan hidup dalam kemasan untuk menahan ikan dalam posisinya. Selanjutnya
disebutkan bahwa bahan pengisi memiliki fungsi antara lain mampu
manahan ikan agar tidak bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan suhu
rendah agar ikan tetap hidup serta memberi lingkungan udara dan
kelembaban memadai untuk kelangsungan hidupnya.
Media
pengisi yang sering digunakan dalam pengemasan adalah serbuk gergaji,
serutan kayu, serta kertas koran atau bahan karung goni. Namun
penggunaan karung goni sudah tidak digunakan karena hasilnya kurang
baik. Jenis serbuk gergaji atau serutan kayu yang digunakan tidak
spesifik, tergantung bahan yang tersedia.Dari bahan pengisi yaitu sekam
padi, serbuk gergaji, dan rumput laut , menururt Wibowo (1993) ternyata
sekam padi dan serbuk gergaji merupakan bahan pengisi terbaik karena
memiliki karakteristik, yaitu :
q Berongga
q Mempunyai kapasitas dingin yang memada
q Tidak beracun, dan
q Memberikan RH tinggi.
Media
serbuk gergaji memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis
media lainnya. Keunggulan tersebut terutama pada suhu. Serbuk gergaji
mampu mempertahankan suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam tanpa bantuan es
dan tanpa beban di dalamnya. Sedangkan rumput laut kurang efektif
karena menimbulkan lendir dan bau basi selama digunakan
Sumber:
Rinto. 2012. Transportasi Ikan Hidup. Didownload dari http://teknologipascapanen.blogspot.co.id/2012/02/transportasi-ikan-hidup.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar