Selasa, 18 Juli 2017

Bukan Obat Kuat, Daging Penyu Justru Berbahaya Buat Kesehatan

Daging penyu diyakini sebagai penambah vitalitas. Namun, hasil survei terbaru yang dilakukan Pusat Penelitian Sumberdaya Perairan Pasifik (P2SP2) dan Universitas Papua mematahkan anggapan tersebut.

Hasil survei yang didukung Conservation International (CI) Indonesia tersebut justru menegaskan mengkonsumsi daging penyu tidak menambah vitalitas, dan justru berpotensi membawa berbagai penyakit kronis bagi mereka yang secara rutin memakannya.

Hasil penelitian itu disampaikan Ricardo Tapilatu, Dosen Biologi Kelautan dan Konservasi, Universitas Papua di Papua Barat, beberapa waktu lalu

Survei sumberdaya penyu laut di Kabupaten Kaimana tersebut dilakukan P2SP2 pada bulan Maret 2016 sampai Oktober 2016. Survei itu menyatakan terdapat 7 jenis penyu di dunia, 6 jenis penyu di antaranya berada di Indonesia dan 4 jenis penyu dapat ditemukan di Papua Barat, antara lain penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang, dan penyu belimbing yang pergerakannya menyebar ke Aru, Kei, Kaimana, dan Fakfak.

Daerah survei yang dilakukan di Kaimana berada Teluk Etna (Lakahia dan Ombanariki) dan Pulau Venu dengan menggunakan metode wawancara kepada tokoh masyarakat, nelayan setempat dan pemutaran film tentang penyu.

Ricardo menyatakan, “Terjadi penurunan jumlah penyu secara drastis. Salah satu contoh adalah penyu belimbing yang pada tahun 2008 ada sekitar 15.000 sarang per tahun, menurun jadi 2.000 sarang per tahun di tahun 2011. Tahun lalu tercatat hanya ada 1.500 sarang per tahun.”

Penurunan jumlah penyu terjadi karena beberapa faktor. Selain predator seperti babi, biawak, elang dan hiu, kondisi lingkungan juga sangat mempengaruhi, seperti suhu pasir yang tinggi dan air pasang.

Ricardo menegaskan, ancaman terbesar bagi penyu adalah perilaku manusia. Penggunaan alat kerja nelayan yang dapat mengancam kelangsungan hidup penyu seperti penggunaan kail pancing yang tertelan penyu dan tersangkut jaring nelayan. Fakta lain juga membuktikan bahwa sampah plastik banyak menyebabkan kematian pada penyu yang tidak sengaja mengkonsumsi sampah plastik.

Berbahaya bagi kesehatan

Hasil penelitian menemukan bahwa kandungan logam berat pada telur penyu hijau dan penyu sisik dari Pulau Venu melebihi batas aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Terdapat paling tidak 8 kandungan zat berbahaya pada telur penyu tersebut antara lain: merkuri, kadmium, arsen, timah, seng, mangaan, besi dan tembaga. Mengkonsumsi telur penyu berbahaya bagi kesehatan karena berdampak pada gangguan syaraf, penyakit ginjal, kanker hati, serta pengaruh pada kehamilan dan janin.

Pada presentasi tersebut Ricardo menampilkan tabel yang menggambarkan jumlah kandungan logam berat tersebut. Baik pada penyu hijau maupun penyu sisik, kandungan merkuri, kadmium dan arsen sudah melebihi ambang batas untuk dikomsumsi oleh manusia.

Hal ini terjadi karena penyu merupakan binatang yang berumur panjang, dan hidupnya berpindah-pindah. Karena penyu melakukan kontak dengan laut tercemar untuk jangka waktu yang lama, makanan yang tercemar dan terkontaminasi dikonsumsi oleh penyu sehingga binatang ini pun terkontaminasi unsur-unsur logam berat dan terakumulasi dalam tubuhnya. Daging, organ, darah, dan telurnya terindikasi mengandung parasit, bakteria, termasuk biotoksin dan zat pencemar seperti logam berat.

Ricardo menambahkan, “Memang penyu bisa kawin sampai 6 jam, tetapi itu bukan berarti bahwa memakan mereka juga membuat kita menjadi kuat.” Semakin banyak daging penyu yang dikonsumsi, semakin tinggi kandungan logam berat yang masuk ke dalam tubuh kita. Sebuah kasus kematian mendadak belum lama ini dialami oleh satu keluarga di Raja Ampat yang ternyata secara rutin mengkonsumsi penyu.

Wakil Bupati Kabupaten Kaimana, Ismail Sirfefa menegaskan, perlu ada sosialisasi masalah ini kepada masyarakat sekaligus mengajak masyarakat untuk menjaga lingkungan dan menjaga spesies penyu di kabupaten ini. "Masyarakat harus berhenti mengkonsumsi penyu,” paparnya.

Penyu berperan cukup penting bagi konservasi lingkungan laut. Sebagai contoh penyu hijau merupakan spesies kunci yang memakan lamun sehingga kesuburan lamun meningkat. Sedangkan penyu sisik mengkonsumsi sponges dan ikut menjaga kesuburan sponges.

“Kedatangan penyu untuk melepaskan telurnya di pantai berpasir bisa merupakan indikator baik-buruknya lingkungan pantai itu. Hanya perairan dan pantai yang tidak tercemar serta tidak rusak ekosistemnya yang menjadi tujuan kedatangan penyu,” demikian ditambahkan oleh Victor Nikijuluw, Marine Program Director Conservation International Indonesia.

Salah satu komitmen yang disepakati bersama dalam diskusi ini adalah pentingnya menjaga lingkungan dan perairan di wilayah Kabupaten Kaimana serta mengembangkan wisata yang ramah penyu untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar