Selasa, 18 Juli 2017

Sejahterakah Nelayan Kita?

Sejahterakah Nelayan Kita?

Nenek moyangku seorang pelaut..

Sepenggal bait lagu tersebut rasanya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Banyak pula yang mengamini bahwa nenek moyang kita, adalah seorang pelaut yang tangguh dan pemberani.

Dilihat dari bentuknya pun negara kita ini, Indonesia, adalah negara maritim yang berada dalam kawasan atau teritorial laut yang sangat luas dan terdiri dari banyaknya pulau-pulau. Potensi bawah laut yang dimiliki oleh Indonesia pun sangat luar biasa indahnya.

Namun, sudahkah kita menjaga laut di negara kita ini dengan sebaik mungkin?

Jika lirik lagu nenek moyangku seorang pelaut tersebut tidak asing lagi di telinga kalian, siapakah tokoh yang pantas untuk dijadikan pahlawan seperti nenek moyang yang ada di dalam lirik lagu tersebut yang cocok pada masa kini? Sebagian dari kalian mungkin menjawab “Susi Pudjiastutilah.”

Saya sebenarnya setuju juga sih dengan jawaban tersebut. Tetapi, apakah ada yang ingat dengan para pekerja yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota yang ada di laut yang disebut dengan nelayan? Mereka juga tak kalah penting dan menurut saya pantas disebut sebagai penurus nenek moyang yang ada dalam lirik lagu tersebut.

Tanggal 6 April merupakan Hari Nelayan Nasional dan di setiap daerah memiliki tradisi sendiri yang berbeda untuk merayakan hari tersebut. Misalnya adalah perayaan Hari Nelayan Nasional di Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Mereka mengadakan upacara yang meriah sebagai bentuk syukur mereka.

Bila di Sukabumi dilakukan perayaan yang meriah, berbeda dengan yang dilakukan oleh mahasiswa BEM KEMA FPIK Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Forum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan dan Kajian Sains (Fortifikasi) dalam acara Aksi Hari Nelayan pada Hari Nelayan Nasional 6 April 2017, yang diselenggarakan di Brooklyn Barat Gerbang Lama, Unpad.

Mereka melakukan aksi orasi dan membagikan makanan gratis berupa shrimp roll dan siomay ikan kepada rekan-rekan mahasiswa yang sudah mengisi atau menuliskan aspirasi mereka pada tempat yang disediakan. “Acara aksi hari nelayan ini merupakan gerakan aksi dan inisiatif yang muncul sebagai bentuk respon mahasiswa dalam menanggapi permasalahan kekayaan laut Indonesia dan kesejahteraan nelayan dengan cara yang akomodatif, kolaboratif dan kreatif,” ujar Rizmi Danurahman (20), selaku Project Supervisor.

Tujuan dari orasi pada acara ini menurut penuturan Rizmi, berusaha untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat bagaimana kehidupan dan kesejahteraan yang nelayan alami sekarang ini. “Karena mereka merupakan pionir-pionir penting untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang notabennya akan membawa negara Indonesia menuju kemakmuran bagi sosial, politik, ekonomi, maupun teknologi kedepannya nanti, dan dari acara Aksi Hari Nelayan ini, output-nya adalah masyarakat menjadi suka makan ikan. Karena sekarang ini kita melihat banyak masyarakat banyak yang lebih memilih ayam ketimbang ikan. Padahal, ikan merupakan sumber protein yang banyak dan bisa menjadi salah satu alternatif makanan pokok di Indonesia,” kata Rizmi dengan semangat.

Memang kebanyakan dari kita masih lebih memilih ayam dan malas untuk makan ikan dengan alasan malas karena banyak tulangnya dan ayam lebih praktis untuk dimakan. Ada juga yang beralasan tidak bisa untuk memakan ikan karena baunya yang amis.

Dengan jawaban Rizmi yang seperti itu saya pun bertanya mengenai Jatinangor yang jauh dari laut ini, bagaimana menurutnya agar khususnya mahasiswa dan masyarakat sekitar jadi gemar makan ikan? Sedangkan dapat diketahui bahwa kebanyakan di Jatinangor itu yang dijual adalah ayam.

Jika ada warung seafood pun biasanya tidak segar lagi. Rizmi pun merespons, “Dengan jauhnya Unpad atau Jatinangor dari laut bisa diakali dengan adanya distribusi pakan. Bisa pula diadakan penyuluhan bagaimana cara yang benarnya dalam mengirim ikan kemudian bagaiamana cara mengolahnya,” jelas Rizmi.

Terlepas dari acara-acara tersebut, faktanya nelayan di Indonesia masih banyak yang belum sejahtera dan miskin. Nelayan saat ini masih kurang diperhatikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Padahal dengan adanya nelayan negara kita menjadi maju, masa kita tidak mau untuk memajukan kesejahteraan nelayan?

Berikut adalah salah satu jawaban dari Sekertaris Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, Dr. Atikah Nurhayati, SP., MP. . Dia mengatakan pnilaian pemerintah sudah baik atau tidak dalam memperlakukan nelayan Indonesia dapat dilihat dari indikator sosial ekonomi nelayan yang masih rentan dalam siklus kemiskinan secara struktural dibandingkan dengan kultural.

Atikah melanjutkan, kebijakan pemerintah belum mampu mengatur sistem bagi hasil yang berlaku di nelayan, sehingga masih menimbulkan “gap” antara pihak yang diuntungkan dengan yang dirugikan, sehingga diperlukan sosialisasi mengenai undang-undang bagi hasil bagi nelayan dengan melibatkan ketua adat atau tokoh masyarakat.

Kebijakan pemerintah, kata dia, belum berpihak kepada nelayan dalam aspek permodalan, masih sulitnya akses nelayan kepada lembaga keuangan formal, sehingga nelayan lebih memilih kepada lembaga keuangan non formal denga tingkat bunga diatas rata-rata lembaga keuangan formal, sehingga diperlukan regulasi lembaga keuangan khusus untuk nelayan. Kebijakan pemerintah belum sepenuhnya memberikan jaminan sosial dan keselamatan melaut bagi nelayan, masih banyak kasus nelayan yang melintasi batas wilayah NKRI akibat ketidaktahuan nelayan terhadap batas wilayah.

Sedangkan untuk alat tangkap dan jenis kapal yang dimiliki oleh nelayan di Indonesia masih relatif terbatas. Berikut adalah tanggapan dari Noir P. Purba, M.Sc, Dosen Ilmu Kelautan dan Peneliti di KOMITMEN Research Group.

“Melihat luasnya perairan Indonesia (70 % lautan) dan heteroginitas ikan di Indonesia, tentu alat dan kapasitas kapal perlu dikembangkan," kata Noir.

Bantuan kapal pada tahun 2017 sekitar 2000 kapal, ujar Noir, masih belum mampu memenuhi mengeksploitasi perairan baik di Hindia maupun Pasifik. Demikian juga dengan alat tangkap yang harus dimodifikasi atau diperbaharui dikarenakan kondisi perairan Indonesia yang kompleks dan merupakan alur migrasi ikan.

"Nelayan Indonesia membutuhkan teknologi yang lebih mumpuni dalam menangkap ikan. Nelayan Indonesia sangat kurang dalam penangkapan ikan di zona eksklusif dikarenakan ketiadaan alat tangkap dan kapal yang baik. Walaupun zona upwelling di Indonesia sangat banyak, namun ikan yang didapat tidak lebih banyak karena pada saat upwelling, angin muson tenggara juga berhembus kuat yang mengakibatkan gelombang tinggi,” ujar Noir.

Dengan melihat potensi laut yang besar di Indonesia ini, menurut Atikah, potensi yang harus dikembangkan oleh nelayan adalah peningkatan kemampuan dalam menentukan zonasi tangkapan yang aman dan tidak melewati batas wilayah NKRI, kemampuan dalam menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, kemampuan dalam penangangan hasil tangkapan (post harvest strategy) sehingga memiliki nilai tambah (added value) produk perikanan tangkap.

Dapat disimpulkan bahwa edukasi perlu diberikan kepada nelayan agar semakin makmur dan peralatan untuk menangkap ikan di Indonesia harus diperbaharui lagi. Jangan lupa pula untuk mengonsumsi makan ikan. “Smooth sea never made a skillful sailor. Quotes ini sangat cocok untuk nelayan Indonesia yang pantang menyerah,” ujar Noir.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar