Larang Nelayan Tangkap Benih Lobster, KKP Berikan Bantuan Alih Profesi
Pemerintah menyadari bahwa implementasi
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2016 tentang
Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan
dari Wilayah NKRI pasti akan memberikan dampak ikutan yang akan
mempengaruhi ekonomi masyarakat. Oleh karenanya, pemerintah telah
menyiapkan antisipasi atas dampak ikutan tersebut, dengan memberikan
kompensasi berupa dukungan untuk kegiatan usaha pembudidayaan ikan,
dengan mengalokasikan anggaran senilai Rp50 miliar untuk usaha budidaya
ikan.
Kompensasi ini berupa dukungan sarana
budidaya ikan untuk 2.246 RTP eks penangkap benih lobster masing-masing
di Kab. Lombok Tengah sebanyak 873 RTP, Kab. Lombok Timur 1.074 dan
Lombok Barat sebanyak 229 RTP. Paket yang disediakan senilai Rp20 – 22
juta. Sebanyak 728 paket untuk budidaya rumput laut; 655 paket untuk
budidaya ikan bawal bintang; 580 paket budidaya ikan kerapu; 209 paket
budidaya lele; 40 paket budidaya bandeng; budidaya udang vaname 20
paket; dan 14 paket budidaya nila; serta 71 unit perahu untuk sarana
angkut rumput laut.
“Bantuan per satu RTP karena anggaran
yang terbatas. Untuk anak, bapak, satu kegiatan dibuat dalam satu
kelompok. Verifikasi syaratnya adalah pertama, penangkap lobster; kedua,
mereka ingin kembali ke kegiatan semula. Kalau mereka terpaksa, dari
awal sudah tidak kita data,” ujar Slamet pada Rabu (12/7).
Bantuan akan didistribusikan dalam waktu dekat
KKP melalui DJPB kini sudah mulai
melakukan bimbingan teknis/pelatihan teknis budidaya di semua lokasi.
Setelah dilakukan pelatihan bantuan sarana dan prasarana budidaya akan
segera didistribusikan dalam waktu dekat. Dengan dukungan ini diharapkan
tahap awal masyarakat akan meraup keuntungan masing-masing Rp2-3 juta
per bulan.
Guna memastikan program ini berjalan
baik, KKP akan memfasilitasi penguatan kapasitas SDM yaitu berupa
pendampingan teknis, pasca panen (diversifikasi produk), dan manajemen
usaha, serta jaminan pasar.
Pemerintah mengajak semua pihak terutama
masyarakat mulai belajar memahami sejak dini pentingnya aspek
keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya kelautan perikanan kita.
Pemanfaatan sumberdaya harus dilakukan secara terukur, arif, dan
bijaksana.
“Semuanya memang butuh proses. Tidak ada
nelayan, awalnya mau berpindah langsung (dapat keuntungan) seperti
menangkap lobster. Jadi ini wajar. Kalau disuruh memilih menangkap
lobster atau berpindah ke budidaya, mereka (nelayan) lebih senang
menangkap lobster, kita tahu itu. Tapi kita ingin mengembalikan lagi.
Kenapa? Produksi rumput laut jauh menurun, produksi ikan semua jadi
menurun. Nah ini proses. Pertama-tama, mungkin seperti itu, tapi tingkat
keberhasilan sampai jaminan pasarnya nanti sudah kita rencanakan dari
Perindo dan Perinus. Bahkan kalau ingin mengembangkan usahanya sudah
kita siapkan,” tandas Slamet.
KKP Berikan Pelatihan Alih Profesi Eks Penangkap Benih Lobster Lombok
“Kita ketahui dari berbagai macam
sumber, pernyataan bahwa nelayan penangkap lobster itu menolak bantuan
itu sebetulnya tidak benar. Penerima atau masyarakat yang masih ada di
sana tidak menolak sama sekali. Dan ini dilakukan oleh beberapa oknum
saja yang mereka tergabung dari penadah, penyalur, atau pun eksportir,
atau mungkin hal-hal lain yang ada di sana. Masyarakat yang sudah
komitmen, sudah membacakan ikrar sampai saat ini masih komit,” ungkap
Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto pada konferensi pers di
Kantor Gubernur NTB, Rabu (12/7).
Hal serupa diungkapkan Wakil Gubernur
NTB Muhammad Nuh. Pada kesempatan yang sama, Ia menyatakan pihaknya
telah menyerahkan bantuan sarana dan prasarana kepada nelayan.
Menurutnya, nelayan telah berikrar dan berkomitmen tidak akan menangkap
benih lobster lagi. Bahkan, beberapa waktu lalu secara simbolis nelayan
telah mengangkat dari laut dan membakar “pocongan” yang dijadikan alat
penangkap benih lobster.
“Kita daerah destinasi wisata, lautnya
harus tidak tercemar, lautnya harus indah, dan harus lestari. Pemerintah
pusat dan pemerintah daerah sampai saat ini masih berkomitmen. Bukannya
menolak, kita bahkan kalau ada yang belum atau kurang, nanti kita akan
minta ke Bu Menteri untuk menambah bantuan melalui berbagai
program-program pemberdayaan dan alat-alat. Ini masih bertahap,” kata
Muhammad Nuh.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran
Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah NKRI merupakan bentuk
tanggung jawab pemerintah dalam menjamin kelestarian sumber daya alam
kelautan dan perikanan untuk kepentingan ekonomi lebih besar secara
jangka panjang. Aturan ini mengatur larangan penangkapan lobster
bertelur dan/atau ukuran berat kurang atau sama dengan 200 gram atau
lebar karapas kurang dari atau sama dengan 8 cm.
Slamet menambahkan, aturan tersebut
dilatarbelakangi fenomena eksploitasi benih lobster di alam secara tak
terkendali, secara nyata telah menyebabkan penurunan stok sumberdaya
lobster di perairan Indonesia. Eksploitasi benih secara tidak terkendali
akan memutus siklus hidup lobster, sehingga generasi yang akan datang
tidak akan mampu merasakan nilai ekonomi sumberdaya lobster.
“Jadi pemerintah membuat peraturan bukan
semata-mata untuk mematikan usaha masyarakat. Pemerintah justru ingin
menyelamatkan kepentingan yang lebih besar, yaitu bagaimana
menyelamatkan sumberdaya lobster agar nilai ekonominya bisa dinikmati
secara jangka panjang,” tambah Slamet.
Slamet mengatakan, Lombok merupakan aset
terbesar sumberdaya lobster di dunia, untuk itu penting menjaga
kelestarian aset ini, sehingga siklus kehidupan lobster bisa berjalan
secara normal. Pemerintah mencoba untuk menata pola pemanfaatan
sumberdaya lobster ini agar di satu sisi nilai ekonomi bisa dirasakan,
dan di sisi lain kelestariannya tetap terjaga.
Setidaknya 4 juta ekor benih lobster per
tahun keluar dari NTB dengan tujuan utama ke Vietnam dengan nilai
ekonomi yang sangat besar. Eksportasi benih lobster ini justru
menguntungkan negara lain, sementara Indonesia tidak bisa merasakan
nilai tambah apa-apa. Disisi lain, penjualan lobster dalam bentuk benih
sebenarnya memberikan keuntungan yang minim, dibandingkan penjualan
ukuran konsumsi.
“Kalau menangkap lobster yang 200 gram
ke atas, harganya lebih tinggi lagi karena per kilo bisa sampai
Rp500-600 ribu. Kita ingin masyarakat menangkap lobster yang besar-besar
lagi. Dulu ekspor Indonesia itu luar biasa besar, tetapi setelah yang
kecil (benih lobster) ditangkap, produksinya menurun, tidak ada lagi.
Sebetulnya menangkap yang gede-gede jauh lebih menguntungkan daripada
menangkap yang kecil,” terang Slamet.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Menteri Susi Pudjiastuti. Menurutnya, kekayaan lobster Indonesia tidak
dinikmati oleh masyarakat Indonesia, melainkan negara lain, sebut saja
Vietnam. Akibat dukungan ekspor benih lobster dari Indonesia, angka
ekspor lobster Vietnam mencapai 1.000 ton per tahun, sedangkan Indonesia
hanya 300 ton per tahun. “Nelayan menangkap benih lobster, dijual
dengan harga murah, dan dikirim ke sana. Makanya kita larang. Mending
benih lobsternya dibesarkan dulu agar harganya mahal, dan dijual oleh
nelayan kita sehingga bukan Vietnam lagi yang menikmati keuntungannya,”
ungkap Menteri Susi beberapa waktu lalu.
Sebagai gambaran, tahun 2015 setidaknya
sebanyak 1,9 juta ekor penyelundupan benih lobster berhasil digagalkan,
dengan nilai ekonomi diperkirakan menyampai Rp98,3 miliar. Sedangkan
berdasarkan data BKIPM Mataram, dalam rentang tahun 2014, total benih
lobster yang keluar dari NTB tercatat 5,6 juta ekor dengan nilai
mencapai Rp130 miliar.
KKP Pastikan Tak Ada Eks Penangkap Benih Lobster di Lombok Tolak Program Bantuan Usaha Budidaya
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
memastikan masyarakat eks penangkap benih lobster siap terima bantuan
kompensasi bagi usaha budidaya ikan. Direktur Jenderal Perikanan
Budidaya, Slamet Soebjakto mengatakan hal tersebut setelah melakukan
investigasi dan bertemu langsung dengan masyarakat dan elemen terkait.
Slamet memastikan bahwa masyarakat yang telah terverifikasi sebagai
calon penerima bantuan tidak ada satupun yang menolak mengembalikan
bantuan yang akan diberikan.
Hal tersebut menangkis isu yang
berkembang terkait penolakan bantuan oleh masyarakat eks Penangkap benih
lobster di 3 (tiga) Kabupaten yakni Lombok Tengah, Lombok Barat, dan
Lombok Timur beberapa hari ini.
Kepala desa Mertak Kec. Pujut, Haji
Bangun, menegaskan bahwa tidak satupun warga masyarakat yang menolak
menerima bantuan. Ia menyatakan heran dengan adanya isu penolakan yang
berkembang. Dirinya dan warga masyarakat justru menunggu bantuan
terealisasi dalam waktu dekat.
“Kami dengan senang hati dan berterima
kasih atas bantuan yang akan diberikan, harapannya usaha budidaya akan
berjalan sukses, sehingga ekonomi kami kembali bangkit,” ungkapnya di
sela sela kegiatan Bimtek budidaya ikan di Desa Mertak, Kec.
Pujut-Lombok Tengah.
Demikian halnya, Amaq Mita, eks
penangkap benih lobster di Teluk Grupuk, menyatakan bahwa dirinya siap
menerima program bantuan untuk budidaya dan tetap berkomitmen untuk
memegang teguh ikrar bersama untuk menghentikan penangkapan benih
lobster dan beralih ke usaha budidaya ikan.
“Kami semua berharap pemerintah tidak
membatalkan bantuan usaha budidaya ini, dan tetap memperhatikan
keberlanjutan usaha budidaya ikan yang akan kami geluti. Intinya kami
semua sepakat untuk mensukseskan program yang telah digagas ibu Susi,”
tegasnya.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya
beredar di beberapa media nasional bahwa masyarakat menolak program yang
ditawarkan Pemerintah Pusat, bahkan berhembus kabar akan melakukan aksi
unjuk rasa menolak pemberlakuan Permen KP Nomor 56 tahun 2016.
Ditambahkan bahwa berdasarkan hasil
investigasi jajaran Kepolisian Polda NTB dan informasi yang dihimpun
beberapa pihak, isu terkait penolakan bantuan KKP merupakan provokasi
yang sengaja dihembuskan beberapa oknum, di mana di belakangnya ada
peran dari pihak-pihak pengusaha besar (mafia eksportir) yang
berafiliasi dengan jaringan importir di luar negeri.
“Ada upaya konsolidasi penggalangan
rencana provokasi yang dilakukan beberapa oknum yang diduga kuat
difasilitasi oleh pengusaha, namun hingga saat ini tidak ada laporan
indikasi pengerahan massa seperti isu yang beredar. Saat ini aparat
tengah mengidentifikasi oknum tersebut,” ungkap Heri, Kanit Intel Polsek
Kuta-Lombok Tengah.
Sebelumnya dalam keterangan persnya
Wakil Gubernur NTB, Muhammad Amin mengatakan bahwa isu terkait penolakan
bantuan disinyalir hanya dilakukan sebagian kecil nelayan saja. Ia
menegaskan Pemerintah Propinsi NTB akan bebar-benar memperhatikan nasib
eks Penangkap benih lobster.
“Waktu penyerahan bantuan secara
simbolis tidak ada yang menolak,” tandasnya usai pelantikan Panitia
Penyelengaraan Ibadah Haji (PPIH), Jumat (7/7).
Jajaran Polda NTB Siap Kawal Program KKP
Untuk menjamin kesuksesan proses
penyaluran bantuan, Pemerintah Propinsi NTB akan berkoordinasi dengan
jajaran Polda NTB dalam hal ini Polairud Polda NTB untuk mengawal proses
penyaluran bantuan.
Polda NTB menyatakan siap membantu
pemerintah termasuk mengawal proses pengalihan profesi masyarakat dari
penangkap benih lobster ke usaha budidaya ikan. “Kami mengajak semua
pihak untuk mentaati aturan pemerintah. Kami tidak ingin ada masyarakat
yang tersangkut pidana, oleh karenanya mari kita sepakat untuk
menghentikan aktivitas penangkapan benih lobster,” Tegas Kapolsek Kuta,
Iptu Akmal Novial Reza, saat memberikan arahan di depan ratusan
masyarakat di Teluk Bumbang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar