DESKRIPSI TEKNOLOGI
Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) adalah jenis ikan endemik yang hanya terdapat di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Di Danau Singkarak, ikan ini menjadi andalan nelayan sehingga usaha penangkapannya sangat intensif dengan menggunakan alat tangkap “alahan” pada aliran sungai dengan target tangkapan induk ikan bilih yang akan memijah. Akibatnya hasil tangkapan ikan bilih menurun tajam dan ukuran ikan yang tertangkap juga semakin kecil. Sebelum tahun 2000, ikan bilih dari Danau Singkarak diekspor ke Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, akan tetapi dengan menurunnya hasil tangkapan, ekspor ikan bilih tidak bisa berlanjut.
Untuk menyelamatkan populasi ikan bilih di Danau Singkarak yang sudah mulai menurun, telah dilakukan introduksi ikan bilih di Danau Toba dimana hasil tangkapan ikannya masih rendah dibanding potensi produksinya yang cukup tinggi. Disamping itu, introduksi ikan bilih juga dilakukan untuk menggantikan keberadaan ikan pora-pora (Puntius binotatus) yang langka di Danau Toba dan sejak tahun 1995 jenis ikan Gambar 1. Peta Danau Toba, kawasan pemijahan ikan Bilih tersebut tidak pernah tertangkap lagi.
Pengertian - Definisi
Introduksi ikan (fish introduction) adalah kegiatan penebaran ikan dari luar ke suatu badan air dimana ikan yang ditebarkan tersebut bukan merupakan ikan asli di badan air yang bersangkutan.
Ikan yang ditebarkan d i h a r a p k a n d a p a t memanfaatkan habitat dan makanan alami yang tersedia serta dapat memijah secara alami di perairan tersebut. Introduksi ikan harus d i l a k u k a n d e n g a n pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) agar ikan yang diintroduksikan aman dan tidak berdampak negatif terhadap populasi ikan asli. Untuk menghindari k e r a n c u a n d e n g a n Restocking, perdefinisi Restocking adalah penebaran ikan ke suatu badan air dimana ikan yang ditebarkan telah ada sebelumnya (merupakan ikan asli) di perairan tersebut. Restocking biasanya dilakukan untuk menambah populasi ikan asli yang menurun atau langka yang hidup di perairan tersebut.
Rincian dan Aplikasi Teknis
1. Persaratan Teknis Penerapan Teknologi introduksi ikan bilih sebagai berikut:
(1) Badan air yang akan digunakan untuk penerapan teknologi introduksi ikan bilih harus memiliki: kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan bilih; air relatif jernih, suhu air rendah (berkisar antara 26-28 C); terdapat sungai yang masuk danau dengan karakteristik o sebagai habitat pemijahan, yaitu: berair jernih, dasar berpasir atau kerikil, arus air antara 40-60 cm/detik, kedalaman air 20-40 cm, suhu air berkisar antara 26,0-28,0 C; sumber o daya makanan alami yang berupa plankton dan detritus tinggi dan belum optimal dimanfaatkan oleh ikan asli.
(2) Ikan bilih yang akan ditebarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: bebas dari hama dan penyakit; memiliki nilai ekonomis; disukai masyarakat sekitar; dapat memanfaatkan sumber daya makanan alami yang tersedia; dapat memijah/berreproduksi secara alami; dan tidak bersifat invasif (tidak berdampak negatif) terhadap jenis ikan asli.
(3) Hasil tangkapan ikan di badan air yang akan ditebari masih rendah jauh di bawah potensi produksi ikan lestarinya.
(4) Kelompok nelayan sebagai unsur pengelola perikanan utama sudah ada atau mudah dibentuk; berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan perikanan.
2. Uraian lengkap dan rinci Prosedur Operasional Standar (POS), penerapan teknologi introduksiikan bilih adalah sebagai berikut:
(1) Identifikasi potensi badan air yang meliputi: kualitas air; jenis dan kelimpahan sumber daya makanan alami; komposisi jenis ikan asli; estimasi potensi produksi ikan; terdapat sungai yang bermuara ke danau yang sesuai sebagai kawasan pemijahan ikan bilih.
(2) Identifikasi sifat biologi ikan bilih yang meliputi: siklus hidup, reproduksi, makanan dan kebiasaan makan dan distribusinya. Ikan bilih yang akan diintroduksi sebaiknya ditangkap dari habitat aslinya, Danau Singkarak.
(3) Identifikasi kegiatan perikanan yang meliputi: jumlah nelayan; jenis dan jumlah alat tangkap, jenis, komposisi dan jumlah hasil tangkapan ikan.
(4) Identifikasi masyarakat sekitar badan air: jumlah atau ketersediaan kelompok nelayan; kelompok pengawas; kelompok usaha perikanan lainnya.
(5) Identifikasi biaya yang diperlukan untuk kegiatan introduksi ikan dan peluang keberhasilannya.
(6) Pelaksanaan penebaran ikan bilih yang berukuran 5 – 12 cm termasuk transportasi hidup benih.
(7) Monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dilakukan pada perencanaan, selama dan setelah penerapan teknologi introduksi, dan dari hasil monitoring dilakukan evaluasi untuk mengkaji keberhasilan ataupun kegagalan penerapan teknologinya.
3. Uraian dan jumlah kaji t e r a p y a n g s u d a h dilakukan di beberapa daerah
Teknologi introduksi ikan bilih yang didasarkan atas hasil penelitian dan pengkajian belum pernah diterapkan di badan air l a i n n y a . N a m u n berdasarkan informasi dari beberapa Dinas Perikanan, introduksi ikan bilih secara “trial and error” telah dilakukan di beberapa badan air dan tidak menunjukkan hasil. Introduksi ikan bilih ini gagal karena persyaratan badan air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak sesuai. Hasil penelitian dan pengkajian introduksi ikan bilih di Danau Toba yang dilakukan pada tahun 2002 – 2003 dijadikan dasar dalam implementasi introduksi ikan bilih di Danau Toba. Hasil introduksi ikan bilih di Danau Toba telah memberi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang besar bagi masyarakat sekitar Danau Toba dan masyarakat Sumatera Barat yang melakukan usaha pemasaran dan pengolahan ikan bilih. Pada tahun 2010 IPTEKMAS introduksi ikan bilih di Danau Toba telah dilaksanakan sebagai langkah nyata desiminasi ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat yang membutuhkan.
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Uraian tentang teknologi yang baru atau modifikasi
Teknologi introduksi ikan bilih ke Danau Toba merupakan teknologi yang telah dimodifikasi disesuaikan dengan karakteristik perairan dan karakteristik biologi dari ikan bilih di habitat aslinya Danau Singkarak. Keberhasilan teknologi introduksi ikan bilih dengan teknologi yang sudah ada
Teknologi introduksi ikan adalah teknologi yang telah lama diterapkan di perairan danau dan waduk Indonesia. Sebagai contoh introduksi ikan mujair (Oreochromis mossambicus) di Danau Toba telah dilakukan sejak jaman penjajahan Belanda. Introduksi ikan mujair di Danau Toba gagal karena ikan mujair memerlukan daerah littoral untuk pemijahannya sedangkan Danau Toba merupakan danau dalam (590 m), berpantai curam sehingga memiliki daerah littoral yang sempit. Disamping itu, kelimpahan sumber daya makanan yang tersedia rendah. Ikan mujair malahan disinyalir berdampak negatif terhadap punahnya populasi ihan batak (Neolissochillus thienemanni) dengan cara memakan telurnya. Penerapan teknologi introduksi ikan bilih di Danau Toba merupakan teknologi yang unggul dengan alasan sebagai berikut:
(1) sangat efisien, karena ikan bilih tumbuh hanya dengan memanfaatkan makanan alami yang tersedia dan sisa pakan yang terbuang dari budidaya ikan dalam KJA, ikan bilih dapat mengisi daerah pelagis danau yang selama ini belum terisi ikan, terdistribusi di seluruh perairan danau dan dapat berkembang biak secara alami di sungai-sungai yang masuk danau;
(2) ekonomis: pada kasus di Danau Toba menunjukan produksi ikan bilih mencapai 45.000 ton pada tahun 2012 atau senilai 225 milyar rupiah (bandingkan dengan produksi ikan lemuru di Selat Bali yang hanya mencapai 25.000 ton/tahun); produksi ikan bilih yang tinggi telah berdampak terhadap peningkatan pendapatan nelayan; mudah dipasarkan karena pembeli (pedagang pengumpul terutama dari Sumatera Barat) datang sendiri ke tempat produksi; dan ikan bilih menjadi komoditas unggulan masyarakat nelayan setempat;
(3) layak: teknologi introduksi ikan bilih layak untuk dikembangkan di perairan danau dengan karakteristik yang sejenis.
Mudah diterapkan dalam sistem usaha kelautan dan perikanan
Teknologi introduksi ikan bilih sangat mudah diterapkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar danau karena sangat sederhana dan praktis. Masyarakat nelayan sebagai ujung tombak pelaksana pengelolaan cukup diarahkan untuk memahami persyaratan teknis penerapan teknologi introduksi ikan bilih dan bagaimana melakukan pengelolaan dan monitoring serta evaluasinya. Keberlanjutan pengelolaan sumber daya ikan bilih akan berhasil jika masyarakat nelayan sudah membentuk kelompok sehingga semua peraturan yang dibuat dapat dipatuhi dan dilaksanakan. Ramah lingkungan
Teknologi introduksi ikan bilih ke danau Toba sangat ramah lingkungan karena ikan bilih tumbuh dengan memanfaatkan sumber daya makanan alami (plankton, mikrobenthos dan detritus) yang tersedia dan ikan bilih juga memanfaatkan sisa makanan dan kotoran ikan yang berupa limbah dari budidaya ikan dalam KJA yang jika tidak dimakan ikan bilih akan mencemari danau. Ikan bilih sebagai ikan asing di Danau Toba tidak bersifat invasif terhadap ikan asli malahan menggantikan peran ikan Pora-pora yang sejak tahun 1990-an sudah tidak tertangkap lagi.
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN, DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN
Gambaran lokasi dan waktu penelitian, pengkajian, dan pengembangan
Penelitian dilaksanakan di Danau Toba yang merupakan danau terbesar di Indonesia dengan luas 112.000 ha dan kedalaman maksimum 590 m. Danau berlereng curam kecuali di pantai Samosir bagian timur sehingga sebagian besar danau berupa daerah pelagis dan hanya sebagian kecil berupa daerah littoral. Sungai yang bermuara ke Danau Toba ada 149 buah dan sebanyak 79 buah tidak pernah kering. Danau berair jenih dengan kecerahan air lebih dari 12 m dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi dan suhu air antara 27-28 C. Sebelum tahun 1995, Danau Toba o termasuk perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotrofik) dan kini kesuburannya meningkat menjadi perairan dengan tingkat kesuburan sedang (mesotrofik). Karakteristik limnologis Danau Toba tersebut serupa dengan karakteristik limnologis Danau Singkarak sebagai habitat asli ikan bilih. Malahan perairan Danau Toba mempunyai keunggulan tersendiri karena jumlah sungai yang masuk danau hampir 30 kali lipat dari jumlah sungai yang masuk Danau Singkarak. Sungai-sungai ini umumnya berair jernih, berdasar pasir dan atau kerikil sehingga sangat sesuai sebagai daerah pemijahan ikan bilih. Populasi ikan asli umumnya sudah menurun atau langka dan menuju kepunahan seperti ihan batak yang digunakan sebagai ikan adat dan pora-pora. Ikan introduksi terdiri dari ikan mujair, betutu, nilem, sepat, dan nila, ikan-ikan introduksi tersebut umumnya tidak berkembang dengan baik karena habitatnya tidak sesuai.
Kegiatan penelitian, pengkajian, dan penerapan teknologi introduksi ikan bilih dapat dibagi menjadi beberapa periode sebagai berikut:
(1) Tahun 2000-2002, penelitian tentang karakteristik limnologis Danau Toba dan Danau Singkarak, aspek biologi ikan bilih (siklus hidup, makanan dan kebiasaan makan, biologi reproduksi dan pertumbuhan) di habitat aslinya danau Singkarak serta aspek perikanan tangkap ikan bilih di Danau Singkarak. Bersamaan dengan itu juga dipelajari aspek biologi komunitas ikan di Danau Toba. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karakteristik limnologi Danau Singkarak serupa dengan Danau Toba
(2) Tahun 2003-2005, perancangan cara penangkapan dan transportasi hidup benih ikan bilih, pelaksanaan penebaran ikan bilih di Danau Toba, yang dilanjutkan dengan monitoring perkembangan ikan bilih yang diintroduksikan dan aspek biologinya. Hasil pengkajian menyimpulkan bahwa ikan bilih dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik, distribusinya mengisi seluruh perairan danau dan kawasan pemijahannya tersebar di hampir semua sungai yang masuk danauSejak tahun 2005, hasil tangkapan ikan bilih mulai nampak dan berdasarkan hasil pencatatan enumerator di beberapa tempat penangkapan nelayan tercatat sebesar 635,9 kg atau senilai 3,89 milyar rupiah.
(3) Tahun 20010-2013, penerapan IPTEK pengelolaan dan konservasi ikan bilih melalui kegiatan IPTEKMAS (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Masyarakat).
Kegiatan IPTEKMAS ini ditujukan untuk memberdayakan masyarakat nelayan dalam rangka optimasi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan bilih serta upaya konservasinya. Melalui kegiatan I PTE K MAS juga dilakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengolahan produk dan pemasaran ikan bilih. Pada tahun terakhir (2013), sedang disusun “Naskah Akademik Pengelolaan dan Konservasi Sumber Daya Ikan di Danau Toba” sebagai bahan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang akan disampaikan ke Gubernur Sumatera Utara.
Lokasi wilayah yang direkomendasikan untuk penerapan teknologi introduksi
Pada prinsipnya, introduksi ikan ke suatu badan air harus dilakukan dengan pendekatan kehatihatian (precautionary approach) karena keberadaan ikan asing di suatu perairan dapat berdampak negatif terhadap keanekaragaman ikan asli dan lingkungan. Oleh karena itu, sebelum introduksi ikan dilakukan harus dilakukan kajian yang mendalam terlebih dahulu baik aspek biologi ikan introduksi dan habitat aslinya maupun biologi komunitas ikan dan habitatnya di perairan yang akan ditebari. Introduksi ikan bilih dapat dilakukan di beberapa perairan danau yang mempunyai karakteristik serupa dengan Danau Singkarak dan di danau tersebut tidak terdapat ikan asli yang endemik atau langka yang akan bersaing dengan ikan bilih. Beberapa danau yang dapat diintroduksi ikan bilih antara lain: Danau Dibawah dan Diatas (Sumatera Barat), Danau Ranau (Sumatera Selatan dan Lampung), dan Danau Kerinci (Jambi).
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Penerapan teknologi introduksi ikan bilih dapat berdampak negatif terhadap penurunan keanekaragaman ikan asli jika ikan bilih berkompetisi dan mendesak populasi ikan asli. Apalagi jika di badan air yang bersangkutan terdapat jenis ikan endemik atau jenis ikan langka yang perlu dilindungi dan dilestarikan.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA
Dengan mengambil kasus penebaran ikan bilih di Danau Toba, ikan bilih yang ditebarkan, pada tanggal 3 Januari 2003 (hanya dilakukan satu kali) sebanyak 2.850 ekor dari 3.500 ekor yang ditangkap dari Danau Singkarak dengan ukuran panjang total antara 5-6 cm dan berat antara 0,91,5 gram per ekor atau setara dengan 3,8 kg x 10.000 rupiah/kg = 38.000 rupiah. Biaya transportasi dan fasilitas jaring penampung sebesar 3 juta rupiah, dan biaya tenaga kerja dan lainlain sehingga total biaya untuk introduksi ikan bilih sebesar 6 juta rupiah.
Hasil tangkapan nelayan mulai terlihat sejak tahun 2005 yang mencapai 653,6 ton atau 14,6% dari total hasil tangkapan ikan pada tahun yang sama, yakni sebesar 4.462 ton dengan nilai produksi sebesar 3,9 milyar rupiah. Hasil tangkapan ikan Bilih tersebut berada pada urutan ke tiga setelah tangkapan ikan mujair dan nila. Pada tahun 2008, hasil tangkapan ikan bilih meningkat mencapai 13.000 ton atau setara dengan nilai 65 milyar rupiah. Pada tahun 2012 mencapai 45.000 ton atau senilai 225 milyar rupiah. Secara umum, produksi ikan di Danau Toba meningkat dari rata 15-20 kg/ha/th sebelum introduksi ikan bilih menjadi 350-400 kg/ha/th.
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI
Ikan bilih adalah ikan endemik Danau Singkarak di Sumatera Barat. Demikian pula seluruh komponen yang digunakan dalam penerapan teknologi introduksi ini adalah komponen dalam negeri.
Sumber:
Kartamihardja E. S., Sarnita A. S., Purnomo K., 2013. Introduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis). Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar