Jumat, 13 April 2018

RINGKASAN LS KAJIAN RISIKO Salmonella PADA PRODUK TUNA LOIN DI AMBON

KAJIAN RISIKO Salmonella PADA PRODUK TUNA LOIN DI AMBON


Tuna, tongkol dan cakalang (TTC) memberikan kontribusi sebesar 22% dari total produksi perikanan tangkap Indonesia dengan sumbangan devisa melalui kegiatan ekspor pada tahun 2015 adalah sebesar 142.023 ton (16,3%) dengan nilai ekspor US$ 491.981.000. Salah satu sumber bahan baku tuna terdapat di Perairan Indonesia bagian Timur yaitu Ambon. Cukup banyak hasil tangkapan tuna berasal dari nelayan kecil di Perairan ini yang merupakan ‘one day fishing’. Minimnya fasilitas penanganan tuna selama di kapal, kurangnya ketersediaan es selama menangkap tuna hingga didaratkan serta kurangnya pengetahuan nelayan tentang konsep sanitasi dan higiene dalam penanganan tuna membuat peluang kontaminasi mikroba tinggi dan berdampak pada penolakan ekspor yang dialami oleh UPI.

Sampai dengan tahun 2016 kasus terdapatnya cemaran Salmonella pada tuna yang diekspor ke Amerika Serikat masih tinggi. Begitu juga dengan negara pengimpor lainnya seperti Uni Eropa, Jepang, Rusia, China dan merupakan permasalahan bagi ekspor tuna dari Indonesia. Data USFDA menyebutkan bahwa penolakan ekspor produk perikanan ke Amerika Serikat karena Salmonella sepanjang tahun 2013 - November 2016 tercatat sebanyak 71 kasus dan 33 diantaranya adalah produk tuna. Sementara itu, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM)-KKP melaporkan bahwa ekspor produk perikanan ke Uni Eropa juga mengalami penolakan sebanyak 14 kasus periode 2011-2014. Laporan dari USFDA juga menyebutkan bahwa tuna yang diimpor dari Indonesia telah menyebabkan KLB salmonelosis pada 62 penduduk Amerika Serikat di bulan Juli 2015.

Kajian risiko Salmonella dilakukan pada ikan tuna dalam bentuk loin baik dengan atau tanpa kulit yang merupakan hasil tangkapan nelayan kecil di Perairan Maluku dan sekitarnya dengan menerapkan sistim ketertelusuran di sepanjang rantai pasok yaitu di kapal nelayan (loin tuna hasil tangkapan 1 hari), pos pendaratan loin tuna, mini plan/suplier, penerimaan bahan baku sampai dengan produk akhir di UPI. Total sampel yang telah diperoleh selama sampling adalah 77 sampel yang terdiri dari 17 sampel di tahap nelayan, 14 sampel di tahap pos pendaratan, 10 sampel di tahap suplier, 12 sampel di tahap penerimaan bahan baku UPI, 12 sampel di tahap perlakuan CO di UPI, dan 12 sampel di tahap produk akhir di UPI. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April – Oktober 2016.

Prevalensi Salmonella pada sampel loin tuna di sepanjang rantai pasok pengolahan tuna adalah sebesar 25,97% (20/ 77 sampel) dengan jumlah MPN berada pada kisaran 7,4 – 1100 MPN/gr. Prevalensi Salmonella yang dihitung berdasarkan software @Risk titik pada setiap rantai pasok, adalah 35.3% (tahap nelayan), 42.9% (tahap pos pendaratan), 25% (tahap miniplant/suplier), 41.7% (tahap receiving UPI), 41.7% (tahap pengolahan) dan 0% pada produk akhir. Probabilitas Salmonella pada loin tuna di sepanjang rantai pasok adalah sebesar 0,007 yang artinya terdapat 7 loin tuna yang beratnya berkisar 3-7 kg/loin di dalam 1.000 loin yang positif tercemar Salmonella. Sementara itu, probabilitas salmonelosis (Pdr) untuk setiap porsi acak loin tuna yang tercemar adalah 0,496. Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka dapat diketahui probabilitas salmonelosis pada konsumen (Pill) adalah 0,0034. Hal ini berarti bahwa 3 dari 1.000 konsumen berpeluang menderita salmonelosis akibat mengonsumsi 1 porsi acak loin tuna mentah yang telah tercemar Salmonella.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar