Senin, 16 April 2018

PENEGAKAN HUKUM PREVENTIF DALAM UPAYA PERLINDUNGAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOBSTER BERKELANJUTAN


PENEGAKAN HUKUM PREVENTIF DALAM UPAYA PERLINDUNGAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOBSTER BERKELANJUTAN[1]


Ringkasan
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya hayati, termasuk sumber daya kelautan perikanan, dimana lobster merupakan salah satunya yang dikenal sebagai komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasaran. Kebijakan pemerintah saat ini mengacu pada pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan. Lobster dikenal sebagai sumber daya yang masih bersumber dari usaha penangkapan, dan belum ada teknologi terkait pembenihan lobster, sehingga penting untuk memantau keberlanjutan dari pemanfaatan lobster tersebut untuk kepentingan generasi yang akan datang.

Sebelum tahun 2015, belum ada pengaturan terkait penangkapan benih lobster, dan terdapat permintaan yang tinggi dari pasar internasional untuk ekspor benih lobster. Hal ini mengakibatkan terjadi nya perubahan pola usaha penangkapan benih lobster, dimana terdapat ancaman eksploitasi sumber daya lobster jika penangkapan dilakukan tanpa kendali. Masyarakat juga banyak yang beralih mata pencaharian sebagai penangkap benih lobster, pada kasus tertentu, ada juga pelaku kriminal berubah menjadi penangkap benih lobster, dan para tenaga kerja Indonesia berhenti menjadi TKI dan ikut menangkap benih lobster. Sesudah 2015, terdapat perubahan dengan adanya kebijakan pengaturan pemanfaatan benih lobster. Tujuan pengaturan ini (lihat PERMEN KP No.1 Th.2015 ttg Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan; PERMEN KP No.56 Th.2016 ttg Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah Negara RI) adalah agar sumber daya Lobster bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Bagaimana aspek hukum (legal aspect) dapat menanggulangi kemungkinan permasalahan yang timbul sebagai akibat diterapkannya kebijakan PERMEN KP No.1 Th.2015 dan PERMEN KP No.56 Th.2016 terkait pelarangan penangkapan dan pengeluaran benih lobster?

Berdasarkan temuan dan analisis data, perubahan kebijakan pemanfaatan sumber daya lobster memberikan dampak hilangnya mata pencaharian, dalam hal ini kehilangan pendapatan, terjadinya pengangguran, meningkatnya kriminalitas, dan mengakibatkan meskipun terdapat kebijakan larangan penangkapan, tetap adanya Penangkapan Lobster secara ilegal (bisa dilihat dari data BKIPM yang kerap menggagalkan penyelundupan benih lobster). Jika melihat pada Permintaan Pasar ekspor, jika masih banyak yang berusaha melakukan penyelundupan benih lobster, berarti permintaan pasar cukup tinggi, dan hal ini menciptakan adanya black market. Kemunculan black market, menimbulkan kemungkinan ada potensi kerusakan sumber daya, hilangnya potensi pendapatan negara (daerah maupun pusat). Permasalahan ini harus diatasi.

Jika melihat pada aspek hukum, dapat dilakukan upaya hukum represif dan upaya hukum preventif. Upaya hukum represif merupakan upaya penegakan hukum yang dilakukan setelah dilakukannya tindak pidana. Upaya hukum represif ini melahirkan konsekuensi penggunaan anggaran negara dengan keterbatasan jumlah dan potensi kehilangan pendapatan dari pemidanaan, serta minimnya membangun kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhi kebijakan karena merasa tidak diuntungkan dengan kebijakan tersebut. Sedangkan untuk upaya hukum preventif, merupakan upaya hukum yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Bentuk upaya hukum preventif biasanya dilakukan melalui sosialisasi peraturan di masyarakat. Terkait kasus benih lobster, upaya hukum preventif lain dapat dilakukan dengan pengaturan tata niaga benih lobster. Pengaturan ini memiliki nilai lebih dari hanya sekedar upaya sosialisasi peraturan untuk dipatuhi masyarakat; mengingat adanya peluang potensi penerimaan negara (karena peminat benih lobster Indonesia cukup banyak di luar negeri), partisipasi masyarakat terhadap keberlanjutan keberadaan sumber daya benih lobster dapat dibangun, karena mereka merasa diuntungkan dengan mendapatkan penghasilan dari penjualan benih lobster tersebut, dan jika tata niaga benih lobster diatur resmi oleh negara, black market dapat diatasi, maka potensi kerusakan sumber daya dan potensi kehilangan pendapatan negara dapat diatasi.













[1] Tulisan ini merupakan rangkaian dari tulisan ilmiah terkait Upaya Pengaturan Pengelolaan Sumber Daya Hayati Berkelanjutan. Disampaikan pada saat Learning Session BRSDMKP 12 Juli 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar