Jumat, 27 April 2018

Polikultur Rumput Laut Lawi-lawi (Caulerpa, sp) dengan Rajungan (Portunus pelagicus. Linn) di Tambak

DESKRIPSI TEKNOLOGI

Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk (a) mengembangkan komoditas alternatif yang prospektif dan menguntungkan, (b) memperoleh model budidaya rajungan yang tepat, efisien dan ramah lingkungan, (c) meningkatkan produktivitas tambak, (d) menambah nilai produksi dari lawi-lawi sebagai bioshelter dan produk samping kegiatan budidaya rajungan, dan (e) meningkatkan pendapatan pembudidaya dan memperluas lapangan kerja.
Manfaat lain dari kegiatan ini adalah tersedianya produk lawi-lawi sebagai pangan yang mempunyai banyak manfaat bagi manusia. Manfaat lawi-lawi disamping sebagai bahan panganatau makanan segar sebagai lalapan juga memiliki hasiat sebagai obat beberapa penyakit tertentu dan masih banyak kegunaan/hasiatnya antara lain :
 Meningkatkan nafsu makan
 Sebagai obat kanker dan penyembuh luka
 Meningkatkan daya tahan dan kekebalan tubuh
 Sumber nutrisi tubuh (Tabel 1)
 Melancarkan peredaran darah
 Meningkatkan percaya diri (awet muda)
 Meningkatkan vitalitas
 Anti alergi dan anti jamur
 Pencegahan rematik
 Pencegah terjadinya tumor
 Dapat digunakan sebagai obat bius yang aman untuk mobilisasi dan transportasi sistem pengiriman ikan
PENGERTIAN
Lawi –lawi (Caulerpa, sp), diambil dari bahasa daerah Makassar Sulawesi Selatan. Masyarakat di Sulawesi Selatan secara turun temurun telah mengkonsumsi rumput laut dari golongan makro alga yang mirip anggur hijau ini. Beberapa sebutan lain untuk lawi-lawi antara lain : Latoh (Jawa), Lato (Filipina), Umi Budo (Jepang), Latin, Caulerpa sp, Anggur laut (Indonesia) dan Sea grapes (bahasa Inggris). Rajungan (Portunus pelagicus. Linn), merupakan jenis kepiting yang memiliki habitat alami hanya di laut. Jenis ini biasa ditemukan di areal pasang surut dari Samudera Hindia, Samudera Pasifik dan Timur Tengah sampai Mediterania. Rajungan dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan dengan nilai ekonomis tinggi. Makanan rajungan di alam antara lain bivalvia, ikan dan beberapa jenis alga. Rajungan memiliki sifat yang sangat berbeda dengan kepiting bakau (Scylla serrata), Rajungan tidak dapat bertahan lama hidup di darat atau keluar dari lingkungan air.
Tabel 1. Komposisi Nutrient Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and Sargassum polycystum (% berat kering sample). Matajun et aI.(2009)
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi
Secara umum pemeliharaan lawi-lawi tidak rumit. Lawi-lawi pada umumnya hidup di perairan laut dangkal namun bisa juga dibudidayakan di tambak baik secara monokultur maupun secara polikultur dengan komoditas bandeng, udang atau rajungan. Lokasi yang dipilih untuk budidaya lawi-lawi dan rajungan adalah yang memiliki karakteristik lingkungan sebagai berikut :
1. Lokasi tambak jauh dari pengaruh air tawar yang dapat menurunkan salinitas air
2. Lokasi tambak jauh dari sumber polutan
3. Lokasi tambak harus dekat sumber air laut. Air tambak bisa berganti secara rutin mengikuti pasang surut air laut
4. Tambak dengan tanah dasar pasir berlumpur, karena lumpur menjadi substrat bagi lawilawi
5. pH tanah tambak harus normal (tidak asam dan tidak basa)
6. Salinitas tambak > 20 ppt.
NO PARAMETER KISARAN OPTIMAL
1 Suhu 25-33 oC
2 Salinitas 20-30 ppt
3 Pertukaran air Maksimal 1 7 hari sekali
4 Kedalaman air 50 – 120 cm
Lawi-lawi yang telah ditanam harus dikontrol secara rutin untuk mengetahui kondisi perkembangannya. Begitu juga kondisi salinitas air harus senantiasa dimonitor terutama pada musim hujan karena salinitas air sewaktu-waktu bisa menurun tajam hingga di bawah 25 ppt. Salinitas yang optimum untuk budidaya Lawi-lawi yaitu di atas 20 ppt (Tabel 2). Untuk menjaga salinitas air tambak harus dilakukan penggantian air secara rutin (minimal satu minggu sekali).
Tabel 2. Kondisi lingkungan optimal untuk budidaya Lawi-lawi (Caulerpa,sp) dan Rajungan (Portunus pelagicus, linn)
Uraian Prosedur Operasional Standar
a. Uraian teknologi
Teknologi yang diterapkan yaitu kegiatan budidaya polikultur (pemeliharaan beberapa komoditas) secara bersamaan dalam satu ekosistem yang sama. Dalam kegiatan ini dilakukan pemeliharaan dan produksi dua biota aquatik yang berbeda yaitu Lawi-lawi (Caulerpa. sp) sebagai flora aquatik dan Rajungan (Portunuspelagicus. Linn)sebagai fauna aquatik yang berasal dari golongan Crustacea.
b. CaraPenerapan teknologi
1. Tahap Persiapan Tambak
Pengeringan dasar tambak (Gambar 1) dilakukan untuk mempercepat proses pembusukan bahan organik dan pembersihan gulma perairan yang bisa menjadi kompetitor dalam penggunaan oksigen. Pemberantasan hama dilakukan dengan menggunakan saponin (4050g/m ) dan pengapuran dasar tambak dengan menggunakan CaO (25-30 g/m ) atau kapur2 2 CaCO3dengan dosis (60-70 g/m )2. Pemupukan tambak dilakukan untuk memperkaya ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan lawi-lawi dan pakan alami yang bermanfaat bagi kehidupan rajungan. Dosis pemberian pupuk organik yaitu 20-40 g/m atau 2 200-400 kg/ Ha. Setelah Gambar 1. Proses pengeringan tambak selama 3-4 hari sebelum pengapuran dan pemupukan pemberian pupuk dan terjadi proses ionisasi atau mineralisasi selanjutnya tambak diisi air secara berangsur-angsur hingga dalam air 10-15cm. Setelah kedalaman air tambak 15-25cm, dilakukan penanaman lawi-lawi dengan padat tanam 500 g/m2 pada 10-15% x luas areal (Ha) atau 500-750 kg/Ha.
2. Penanaman bibit lawi-lawi
Penanaman lawi-lawi dilakukan lebih awal dari rajungan, yaitu 2 minggu sebelum penebaran benih rajungan. Hal ini dimaksudkan agar pada saat benih rajungan ditebar lawi-lawi sudah tertanam kuat di dasar tambak dan sudah bisa dimanfaatkan sebagai shelter rajungan. Lawi-lawi ditanam di dasar tambak pada kondisi ketinggian air tambak antara 15-25 cm dengan padat tanam 0,5 kg/m (masing-masing 5 rumpun lawi-lawi/m masing-masing 100 gram per2 2 rumpun) dengan jarak tanam antar rumpun atara 50 – 100 cm tergantung pada kondisi lingkungan tambak.
3. Pemberian Pupuk Susulan
Pemberian pupuk susulan dilakukan untuk membantu proses pertumbuhan dan peremajaan selsel pada tallus dan anggur pada lawi-lawi setelah dilakukan panen sebagian (parsial). Disamping itu pemberian pupuk susulan juga sangat berguna bagi pengkayaan ketersediaan pakan alami rajungan. Meningkatnya ikan-ikan pelagis yang masuk ke areal tambak meningkatkan ketersediaan makanan tambahan rajungan di tambak. Bahan yang digunakan dalam pemberian pupuk susulan ini bisa menggunakan pupuk organik kompos atau pupuk organik cair dengan dosis sesuai kondisi dan kesesuaian lahan. Waktu pemupukan sebaiknya dilakukan pada pagi hari setiap 6 minggu sekali setelah pergantian air.
4. Penebaran Rajungan
Penebaran benih rajungan dilakukan setelah dua minggu penanaman lawi-lawi. Benih rajungan yang digunakan adalah benih unggul hasil pengembangbiakan di hatchery Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar. Benih rajungan yang ditebar berukuran 1-2 cm dengan berat rataan 1,5 - 2 g/ekor. Sebelum ditebar di tambak benih rajungan terlebih dahulu diaklimatisasikan dengan cara dipelihara dalam waring yang dipasang di tambak. Setelah 3 hari aklamatisasi, benih rajungan dilepas ke dalam tambak. Budidaya rajungan di tambak dilakukan selama 4 bulan masa pemeliharaan. Sistem budidaya yang dilakukan adalah sistem intensif dan tradisional. Pada sistem intensif, benih rajungan ditebar dengan kepadatan 2 ekor/m sedangkan pada sistem tradisional 1 ekor/m2.
5. Pemberian Pakan Rajungan
Pakan yang digunakan sebagai pakan tambahan untuk pembesaran rajungan adalah ikan rucah yaitu jenis ikan yang bernilai ekonomis rendah atau limbah olahan ikan. Ikan rucah dicincang agar sesuai dengan ukuran dan bukaan mulut rajungan. Pemberian pakan tambahan u n t u k r a j u n g a n p a d a budidaya sistem semi intensif dilakukan satu kali per hari dengan dosis 2% dari total biomassa (berat t o t a l b e n i h y a n g dibudidayakan). Waktu yang
Gambar 3. Ikan rucah dicincang (kiri) dan hasil cincangan (kanan) untuk pakan tambahan pada kegiatan pembesaran rajungan di tambak tepat untuk pemberian pakan pada sistem semi intensif ini adalah pada jam 11-12 siang yaitu pada kondisi nafsu makan rajungan sangat tinggi. Sedangkan pada sistem budidaya intensif pemberian pakan pada rajungan yang dipelihara dilakukan sebanyak 3 kali perhari dengan dosis 2-3% dari total biomassa. Pemberian pakan yang tepat yaitu pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 15.00 dan dilakukan secara kontinyu setiap hari sampai masa rajungan siap panen.
6. Sampling Rajungan
Sampling adalah penimbangan dan pengukuran beberapa sampel rajungan yang dibudidayakan secara acak untuk mengetahui bobot dan ukuran terkini baik pada rataan perindividu maupun per populasi rajungan yang dibudidayakan. Sampling juga dimaksudkan untuk dapat mengetahui laju pertumbuhan, nilai konversi pakan (FCR), angka sintasan hidup (SR) dan tingkat efisiensi pemberian pakan, serta dapat m e m p e r k i r a k a n kebutuhan pakan l a n j u t a n . A g a r rajungan tidak stress sebaiknya sampling dilakukan setiap dua minggu sekali pada
Gambar 3. Kegiatan sampling yang dibudidayakan untuk mengukur laju pagi atau sore hari pertumbuhan (kiri) dan berat rataan rajungan (kanan) ketika suhu air rendah.
7. Metode Pemanenan Lawi-lawi dan Rajungan pada sistem polikultur
Lawi-lawi maupun rajungan dapat dipanen secara mudah kapan saja waktunya disaat diinginkan sesuai kondisi pasar. Pemanenan bisa dilakukan secara berangsur-angsur sebagian (parsial) atau dipanen seluruhnya (panen total)
 Panen Parsial (Panen sebagian)
Panen Parsial adalah proses pemanenan sebagian biota aquatik yang dibudidayakan tanpa harus mengeringkan air di tambak dan tanpa mengganggu berlangsungnya kegiatan budidaya atau pembesaran lanjutan. Pada sistem panen parsial, lawi-lawi atau rajungan dipanen sesuai kebutuhan dengan waktu bersamaan ataupun pada waktu yang berbeda. Pada sistem panen seperti ini yang dipanen terlebih dahulu adalah rajungan dengan menggunakan alat tangkap (rakkang) yang diberi umpan ikan rucah (Gambar 4). Rakkang di letakkan dekat saluran pemasukan air laut sehingga rajungan terjebak dalam rakang tersebut. Selanjutnya rajungan ditampung dalam waring/hapa, untuk disortir berdasarkan ukuran sesuai kebutuhan dan permintaan pasar. Setelah proses penangkapan rajungan selesai pemanenan lawi-lawi dilakukan secara langsung dengan gerak panen ke arah inlet. Panen lawi-lawi dapat dilakukan secara berkala dimulai ketika umur tanam lawi-lawi sudah lebih dari 3 minggu ke atas. Lawi-lawi yang sudah dipanen dibilas air tambak yang bersih untuk membersihkannya dari kotoran lumpur. Lawi-lawi ditampung dalam waring pemberokkan selama 3 hari dan dilakukan sortir secara kuantitas dan kualitas untuk dikemas kedalam karung sebelum didistribusikan ke pasar.
 Panen Total (Panen Seluruhnya)
Proses panen total dilakukan dengan mengeluarkan air tambak secara perlahan-lahan sampai tambak menjadi kering dengan menggunakan pompa dorong ataupun pompa hisap. Seluruh biota yang dibudidayakan dipanen seluruhnya baik lawi-lawi maupun rajungannya. Pengeringan dasar tambak dilakukan lagi untuk kegiatan selanjutnya. Pada sistem panen total rajungan dilakukan setelah panen parsial, selanjutnya air tambak disurutkan sambil terus dilakukan panen rajungan dengan menggunakan rakkang sampai permukaan tambak terus menurun. Sebelum air tambak kering, dilakukan panen lawi-lawi secara total, dibersihkan kemudiandisortir di tambak atau saluran air laut yang bersih di sekitar lokasi panen. Setelah lawi-lawinya habis dipanen dilakukan panen rajungan sampai habis, kemudian di t a m p u n g d a l a m waring/hapa. Setelah lawi-lawi dan rajungan selesai dipanen, pematang tambak d i p e r b a i k i d a n dikeringkan untuk Gambar 4. Alat panen rajungan atau Rakkang (kiri) dan rajungan hasil fase penggunaan panen total (kanan) tambakselanjutnya.
Kaji Terap yang sudah dilakukan Kajiterap (Gambar 5) terkait teknologi budidaya polikultur lawi-lawi dengan rajungan ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2012 di dua lokasi tambak milik
Gambar 5. Interaksi antara lawi-lawi (sebagai bioshelter) dengan
Rajungan (simbiosis mutualisme) pada polikultur lawi-lawi dan rajungan pembudidaya di Dusun Pu n t o n d o d a n D u s u n Turikalle Teluk Laikang Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.Bahan yang digunakan adalah bibit lawi-lawi kultivar bulaeng, benih rajungan, pakanrucah, pupuk organik dan probiotik. Produksi lawi-lawi berbeda pada tambak semi intensif dan tradisional (Tabel 3) yang luasnya 400 m2. Sedangkan produksi rajungan dari polikultur dengan lawi-lawi pada tambak 10.000 m2 berkisar antara 18 – 221 kg (Tabel 4) dengan salinitas air tambak berkisar antara 18,8 – 31,6‰ (Gambar 6).
Gambar 6. Grafik hasil Pengamatan kualitas air selama kegiatan
Tabel 3. Produksi lawi-lawi (Caulerpa sp)pada sistem polikultur dengan rajungan (Portunus pelagicus. Linn) di tambak Laikang Kabupaten Takalar selama 4 bulan pemeliharaan
Tabel 4. Produksi dan kelangsungan hidup rajungan (Portunus pelagicus. Linn) hasil polikultur dengan lawilawi (Caulerpa, sp) di tambak Laikang Kabupaten Takalar.
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Kegiatan uji coba polikultur budidaya lawi-lawi dengan rajungan sistem intensif maupun tradisional memberikan gambaran usaha menguntungkan walaupun dengan hasil produksi rajungan yang masih rendah, tapi jauh lebih baik dibanding sistem budidaya monokultur yang biasanya pembudidaya lakukan. Pada sistem polikultur dengan lawi-lawi dengan pemberian pakan menghasilkan produksi rajungan sebanyak 221kg, sedangkan untuk polikultur tanpa diberi pakan diperoleh produksi akhir rajungan sebanyak164 kg dan untuk budidaya monokultur rajungan secara tradisional (tanpa diberi pakan) hanya dihasilkan produksi rajungan sebanyak 18 kg dengan kelangsungan hidup sangat rendah (SR = 10,4%). Ukuran rajungan setelah 4 bulan masa pemeliharaan berkisar antara 5-12 ekor/kg dengan sintasan 28 %. Data tersebut memperlihatkan hasil yang lebih baik dari sistem monokultur yang sintasannya berkisar antara 10% - 17%. Pada awalnya tingkat sintasan yang ditargetkan adalah 30%. Kecilnya sintasan ini diduga karena kondisi tambak yang menyulitkan pada saat panen. Kondisi tambak gambut (eks tambak idle) dan berlumpur membuat banyak rajungan yang menyelinap di lumpur walaupun air bisa disurutkan. Diduga masih banyak rajungan yang tersisa di dalam tambak terutama untuk ukuran yang lebih kecil sehingga rajungan yang dibudidayakan tidak bisa di panen serentak dalam satu kali pemanenan.
WAKTU DAN LOKASI PENGKAJIAN, DAERAH REKOMENDASI
Data dari hasil uji coba di Dusun Puntondo dan Turikalle Desa Laikang Kabupaten Takalar yang dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juli 2012 menunjukkan bahwa budidaya lawi-lawi dan rajungan pada sistem intensif memberikan dampak yang lebih baik terhadap kelangsungan hidup (SR) rajungan sehingga produktivitasnya lebih baik dengan ukuran relatif seragam. Pada sitem tradisional yang tidak diberi input pakan juga menunjukkan angka kelulushidupan yang cukup baik dibanding sistem monokultur. Hal ini membuktikan adanya pengaruh yang cukup efektif penggunaan lawi-lawi sebagai shelter/habitat rajungan yang ideal. Lain halnya dengan sistem monokultur budidaya rajungan yang kelulushidupannya rendah dan ukuran kurang seragam, ini sangat memungkinkan sebagai akibat dari tidak adanya shelter tempat rajungan berlindung dari ancaman sifat kanibalisme sesamanya terutama pada saat pergantian kulit (molting) dan kompetisi pada saat mengkonsumsi pakan.
Gambar 7. Kawasan pengembangan lawi-lawi dan rajungan (Teluk Laikang), Di Sulawesi Selatan Wilayah penerapan dan pengembangan lokasi teknologi Budidaya polikultur lawi-lawi dengan rajungan adalah wilayah yang strategis dan memiliki kelayakan teknis sebagai habitat yang cocok untuk budidaya lawi-lawi dan rajungan. Lokasi yang dipilih sebaiknya berdekatan langsung dengan bibir pantai agar memudahkan penggantian air laut yang sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut (Gambar 7). Daerah dengan latar belakang sektor pertanian yang kurang maju adalah salah satu kawasan yang tepat untuk dijadikan pengembangan budidaya lawi-lawi dan rajungan sehingga perekonomian masyarakat dapat ditingkatkan melalui pertanian aquatik (budidaya lawi-lawi di tambak).
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Kemungkinan dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari kegiatan budidaya polikultur seperti ini diantaranya produksi lawi-lawi yang melimpah jika tidak sesuai dengan permintaan pasar yang c u k u p a k a n m e n g a k i b a t k a n menurunnya harga jual lawi-lawi dipasaran. Sebagai antisipasi dari k e m u n g k i n a n terjadinya kondisi tersebut dilakukan b e r b a g a i c a r a sosialisasi produk lawilawi dalam berbagai
Gambar 8. Proses panen sebagian (parsial)(kiri) dan penampunganlawi-lawi dalam hapa di tambak sebelum dipasarkan (kanan)
kemasan untuk membuka akses pasar yang baru di masyarakat terutama di sekitar kawasan pengembangan budidaya lawi-lawi. Selain itu perlu dicari peluang pasar agar lawi-lawi dapat dipasarkan sebagai bahan baku produk olahan pangan dan obat-obatan dengan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menjajaki peluang ekspor lawi-lawi ke manca negara. Dampak lain yang kemungkinan dapat timbul karena sifat lawi-lawi yang menyerap substrat, jika lokasi budidaya memiliki substrat yang banyak mengandung limbah dan amoniak dapat menurunkan kualitas produksi dan lawi-lawi yang dihasilkan kurang higienis. Hal ini dapat diantisipasi dengan pemilihan lokasi budidaya yang baik sebelum kegiatan budidaya dilaksanakan.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA
Kegiatan budidaya lawi-lawi secara polikultur dengan rajungan memberikan harapan baru bagi pembudidaya/petambak. Rajungan bisa dibudidayakan di tambak secara bersamaan dengan lawi-lawi karena dua biota aquatik yang berbeda spesies ini satu sama lain mempunyai interaksi positif yang saling menguntungkan (bersimbiosis mutualisme) dan dapat menyesuaikan diri pada lingkungan yang sama. Lawi-lawi sebagai tanaman perairan tambak sangat membantu berperan dalam merangsang laju pertumbuhan rajungan dalam suplai oksigen pada siang hari dan tidak berbahaya pada malam hari, bahkan menjadi tempat yang nyaman bagi rajungan pada saat fase istirahat dan ganti kulit (molting). Pada sisi lain keberadaan rajungan juga tidak mengganggu
Tabel 5. Gambaran hasil produksi sistempolikultur lawi-lawi (Caulerpa, sp) dengan rajungan (Portunus pelagicus. Linn) di tambak Laikang Kabupaten Takalar, selama satu siklus (Masa pemeliharaan 3,5 bulan). *)Tambak porous, air dangkal bersuhu panas tanpa lawi-lawi sehingga produksi rajungan rendah
Tabel 6. Hasil usaha per siklus
Gambar 9. Rajungan yang sudah dipanen perkembangan dan pertumbuhan lawi-lawi, bahkan kotoran dan sisa pakan hasil metabolisme rajungan secara tidak langsung menjadi masukan unsur hara yang berguna bagi pertumbuhan lawi-lawi. Berdasarkan analisa sederhana terhadap hasil kegiatan kaji terap teknologi polikultur lawi-lawi dengan rajungan ini diperoleh kesimpulan ekonomis bahwa budidaya polikultur lawi-lawi dengan rajungan sangat menguntungkan (Tabel 5 dan 6) dan bisa dikembangkan menjadi teknologi alternatif dalam rangka menunjang program industrialisasi perikanan. Pada sisi teknis kegiatan ini dapat menghasilkan kesimpulan teknis sebagai berikut :
 Lawi-lawi dapat dijadikan sumber penghasilan harian bagi para pembudidaya pada sistem polikultur dengan rajungan sebelum panen rajungan.
Gambar 10. Tiga kultivar lawi-lawi (Caulerpa, sp) yang dikembangkan dalam kajian: Kultivar Bu'ne(C. racemosa) (a), Bulaeng (C. lentillifera) (b) dan lipan (C. Sertulariodes) (c)
 Polikultur lawi-lawi dengan rajungan memberikan harapan baru bagi pembudidaya/petambak
 Rajungan dapat dibudidayakan di tambak secara bersamaan dengan lawi-lawi karena dua biota aquatik yang berbeda spesies ini satu sama lain mempunyai interaksi positif yang saling menguntungkan (bersimbiosis mutualisme) dan dapat menyesuaikan diri pada lingkungan yang sama
 Model/teknik budidaya seperti ini dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup rajungan dan meningkatkan angka produksi/meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya tambak
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI
Tingkat komponen yang digunakan dalam kegiatan ini 100% produk dalam negeri, dimana semua bahan dan peralatan yang dipakai dalam kegiatan tersedia setiap saat dibutuhkan.
Sumber:
Hasbullah D., Raharjo S., Jumriadi, Agusanty H, dan Rimmer M., 2013. Polikultur Rumput Laut Lawi-lawi (Caulerpa, sp) dengan Rajungan (Portunus pelagicus. Linn) di Tambak. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar