Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan duapertiga
wilayahnya merupakan laut, sudah barang tentu laut memiliki arti penting
bagi bangsa dan Negara Indonesia. Minimal terdapat 4 (empat) faktor
penting yaitu:
- Laut sebagai sarana pemersatu wilayah NKRI
- Laut sebagai sarana transportasi dan komunikasi
- Laut sebagai sumberdaya alam untuk pembangunan ekonomi
- Laut sebagai medium pertahanan (untuk proyeksi kekuatan).
Oleh karena itu Indonesia memiliki kepentingan yang sangat besar
dalam hal keamanan maritim yang tujuannya harus diarahkan untuk mencapai
serta untuk menciptakan beberapa kondisi yang aman baik dari ancaman
pelanggaran wilayah dari pihak luar, aman dari bahaya navigasi
pelayaran, aman dari eksploitasi illegal sumber daya alam serta
pencemaran lingkungan dan tentu saja aman dari tindakan pelanggaran
hukum.
Penangkapan berlebih atau overfishing sudah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia. Masalah overfishing
juga dialami Indonesia yang merupakan negara dengan dua per tiga bagian
dari wilayah perairan atau laut dengan garis pantai terpanjang di
dunia. Akibat aktifitas overfishing, sumber daya laut seperti ikan akan
mengalami deplesi atau penyusutan atau penurunan sumberdaya
biota tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan solusi tepat untuk mengatasi
overfishing efek ini. Bagaimana pun juga permasalahan overfishing ini
harus segera diatasi agar keberlanjutan sumberdaya ikan di Indonesia
tetap dapat terjamin dengan baik.
Stabilitas Keamanan
Kegiatan illegal fishing menyebabkan beberapa Kejahatan atau pelanggaran di laut Indonesia yang sering terjadi adalah:
- Pelanggaran batas wilayah laut NKRI oleh kapal asing.
- Tindakan kejahatan langsung dan tidak langsung yang mengancam
merugikan kepentingan rakyat dan Negara Indonesia, meliputi: pembajakan,
perompakan, dan pencurian terhadap kekayaan negara dilaut (tambang,
ikan dan sumber daya laut lainnya).
- Tindakan kejahatan apapun yang dilaksanakan lewat media
laut/perairan Indonesia seperti penyelundupan BBM, kayu dan
barang-barang lainnya.
Dalam masalah keamanan dan pertahanan di laut, Indonesia menghadapi persoalan besar yaitu :
- Perbatasan laut dengan 10 negara tetangga yang belum ada
kesepakatan batas-batas yang jelas, bahkan berpotensi menimbulkan
konflik antar Negara
- Belum mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengontrol seluruh
perairan untuk menanggulangi kejahatanan trans nasional seperti
terorisme, penyelundupan senjata api, penyelundupan manusia, illegal
fishing dan sebagainya.
Jangkauan coverage area kapal patroli adalah luasan wilayah laut
(Nautical Mil Persegi) yang dapat dicapai oleh komposisi kapalkapal
patroli dalam pengamanan di sektor-sektor kamla sepanjang tahun. Semakin
besar jangkauan coverage area yang didapat dari komposisi penugasan
kapal patroli maka artinya kapal kapal patroli akan semakin sering
menjelajah berpatroli di laut Nusantara untuk pengamanan, sehingga
semakin mampu mendeteksi dan menangkap kejahatan dan pelanggaran laut
wilayah yurisdiksi nasional Indonesia. Melihat kondisi keuangan serta
anggaran pemerintah saat ini sangat tidak mungkin untuk merealisasikan
hal tersebut. Maka langkah yang paling tepat adalah melakukan
pengoptimalan jumlah armada yang ada sehingga dapat diperoleh sistem
kendali operasi yang efektif dan efisien.
Ekonomi
Hal ini belum dikaitkan dari sudut pandang ekonomi dimana terdapat
beberapa fakta empiris yang menjadi perhatian khusus berkaitan dengan
keamanan yaitu :
- Alur pelayaran transit Selat Malaka dewasa ini dilewati oleh 60.000
kapal berbagai jenis per tahun, merupakan sepertiga volume perdagangan
dunia dengan jumlah US$ 390 milyar.
- Selat Lombok, dilewati 3.900 kapal per tahun dengan nilai US$ 40 milyar.
-Selat Sunda dilintasi 3.500 kapal per tahun dengan nilai US$ 5 milyar.
- Jika seandainya ketiga selat ini ditutup, kerugian akibat pengalihan rute akan mencapai US$ 8 milyar per tahun.
- Tahun 2015 ekonomi China, India, dan Jepang akan sebesar dua kali
Amerika Serikat dan empat kali Eropa (US$ 19,8 trilyun, US$ 14 trilyun
dan US$ 11,6 trilyun).
- Tahun 2050 ekonomi Cina, India, dan Jepang akan sebesar dua kali AS dan empat kali Eropa.
IUU Fishing ini telah secara nyata merugikan ekonomi Indonesia.
Negara ini telah kehilangan sumber devisa negara yang semestinya bisa
menghidupi kesejahteraan masyarakatnya, namun nyatanya justru dinikmati
oleh segelintir orang atau kelompok tertentu baik dari dalam maupun luar
negeri. Faktor- kekayaan sumber daya alam Indonesia telah membuat
cukong-cukong asing yang bekerjasama dengan oknum lokal, menggaruk hasil
kekayaan alam kita. Tidak tanggung-tanggung, kerugian Negara yang
diakibatkan kejahatan bidang perikanan ini mencapai angka yang luar
biasa.
Menurut Data Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan
dan Perikanan (DKP), pada tahun 2005 jumlah pelanggaran yang ditangani
DKP 174 kasus, tahun 2006 naik menjadi 216 kasus, sementara hingga
September 2007 sudah ada 160 kapal ikan liar yang diproses secara hukum.
Dari barang bukti kasus-kasus illegal fishing yang didapat jajaran DKP,
rata-rata potensi kerugian negara mencapai antara Rp 1-Rp 4 miliar per
kapal.
Politik
Persoalan illegal fishing merupakan sumber utama terjadinya
ketegangan tidak hanya diantara komunitas namun juga antar negara.
Kegiatan illegal fishing diperairan negara tetangga yang dilakukan
kapal-kapal pukat (trawlers) Thailand sering menimbulkan ketegangan
diantara Thailand dengan negara-negara tetangga, khususnya dengan
Malaysia, Myanmar dan Indonesia. Karena melibatkan kelompok nelayan dari
berbagai negara, maka IUU Fishing ini tentu akan sangat rentan terhadap
konflik yang lebih luas yaitu perselisihan antar negara. Dan kondisi
itu akan semakin meningkat, mengingat sebagian besar negara-negara yang
terlibat enggan untuk membentuk kerjasama regional untuk memberantas
kegiatan illegal tersebut.
Negara yang bersangkutan sepertinya tiadak mau dipersalahkan dan
tidak mau dilibatkan. Mereka merasa bahwa laut meruapakan tempat terbuka
(open access) dimana melibatkan lalu lintas yang sangat padat sehingga
sulit untuk mendeteksi dari mana mereka berasal. Di Indonesia, hal ini
semakin diperparah dengan angkatan laut dan penegakan hukum yang lemah
sehingga semakin terbukanya kesempatan untuk terjadinya IUU Fishing di
wilayah kedaulatan negara. Permasalahan ini sebenarnya bisa sedikit
dihindari apabila setiap negara mau menjalin kerja sama regional untuk
bersama-sama memberantas kegiatan IUU Fishing.
Sosial
Bagi Indonesia IUU Fishing menjadi perhatian utama, karena hal ini
terjadi setiap hari di perairan Indonesia. Dikawasan Asia Tenggara,
sektor perikanan menjadi salah satu sumber utama bagi ketahanan pangan
di kawasan. Motif ekonomi sering menjadikan alasan bagi eksplorasi
besar-besaran terhadap sumber daya perikanan, yang pada gilirannya,
menjadikan sebagai penyebab utama bagi berkurangnya secara drastis
terhadap persediaan ikan di Asia Tenggara. Persoalan ini akan
berpengaruh buruk terhadap kelangsungan hidup lebih dari 100 juta jiwa.
Hal ini juga telah menyebabkan sengketa diantara para nelayan lokal
dengan para pemilik kapal pukat dan juga diantara para nelayan
tradisional antar negara.
Berkurangnya persediaan ikan diperairan Indonesia sebagai akibat
illegal fishing yang dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal pukat,
juga telah memaksa para nelayan tradisional Indonesia terlibat dalam
kegiatan illegal fishing diperairan Australia, yang menyebabkan
timbulnya permasalahan diantara kedua negara. Dampak secara langsung
tidak hanya dirasakan oleh para nelayan, tetapi juga para karyawan
pabrik, terutama pabrik-pabrik pengolahan ikan. Di Tual dan Bejina
misalnya, sejak beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan asing tersebut,
maka seluruh perusahaan industri pengolahan ikan tidak beroperasi lagi,
dan akibat lebih lanjut sudah dapat ditebak apa yang terjadi, yaitu PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja) para karyawan pabrik pengolahan ikan. Karena
tidak ada lagi bahan baku tangkapan ikan yang diolah oleh perusahaan.
Ini terjadi karena semua tangkapan ikan oleh kapal asing tersebut telah
ditransfer ke kapal yang lebih besar di tengah laut istilahnya
'trans-shipment' dan hal ini jelas-jelas telah melanggar peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 Tahun 2006 yang mewajibkan seluruh
hasil tangkapan ikan diturunkan dan diolah di darat.
Lingkungan
Dari segi lingkungan, telah terjadi kerusakan yang permanen, karena
menyebabkan ekosistem dan biota laut menjadi terganggu, akibat
penggunaan alat penangkap ikan skala besar (Pukat Harimau dan Trawl)
yang tidak sesuai dengan ketentuan dan keadaan kelautan kita. Dan yang
pasti adalah semakin menipisnya sumber daya ikan di perairan Arafuru,
karena hampir 3 tahun terjadi kegiatan penangkapan ikan secara
semena-mena dan bersifat eksploitatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar