Senin, 27 Februari 2017

IUU FISHING DI INDONESIA

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan duapertiga wilayahnya merupakan laut, sudah barang tentu laut memiliki arti penting bagi bangsa dan Negara Indonesia. Minimal terdapat 4 (empat) faktor penting yaitu:
- Laut sebagai sarana pemersatu wilayah NKRI
- Laut sebagai sarana transportasi dan komunikasi
- Laut sebagai sumberdaya alam untuk pembangunan ekonomi
- Laut sebagai medium pertahanan (untuk proyeksi kekuatan).
Oleh karena itu Indonesia memiliki kepentingan yang sangat besar dalam hal keamanan maritim yang tujuannya harus diarahkan untuk mencapai serta untuk menciptakan beberapa kondisi yang aman baik dari ancaman pelanggaran wilayah dari pihak luar, aman dari bahaya navigasi pelayaran, aman dari eksploitasi illegal sumber daya alam serta pencemaran lingkungan dan tentu saja aman dari tindakan pelanggaran hukum.
Penangkapan berlebih atau overfishing sudah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia. Masalah overfishing juga dialami Indonesia yang merupakan negara dengan dua per tiga bagian dari wilayah perairan atau laut dengan garis pantai terpanjang di dunia. Akibat aktifitas overfishing, sumber daya laut seperti ikan akan mengalami deplesi atau penyusutan atau penurunan sumberdaya biota tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan solusi tepat untuk mengatasi overfishing efek ini. Bagaimana pun juga permasalahan overfishing ini harus segera diatasi agar keberlanjutan sumberdaya ikan di Indonesia tetap dapat terjamin dengan baik. 
Stabilitas Keamanan
Kegiatan illegal fishing menyebabkan beberapa Kejahatan atau pelanggaran di laut Indonesia yang sering terjadi adalah:
- Pelanggaran batas wilayah laut NKRI oleh kapal asing.
- Tindakan kejahatan langsung dan tidak langsung yang mengancam merugikan kepentingan rakyat dan Negara Indonesia, meliputi: pembajakan, perompakan, dan pencurian terhadap kekayaan negara dilaut (tambang, ikan dan sumber daya laut lainnya).
- Tindakan kejahatan apapun yang dilaksanakan lewat media laut/perairan Indonesia seperti penyelundupan BBM, kayu dan barang-barang lainnya.
Dalam masalah keamanan dan pertahanan di laut, Indonesia menghadapi persoalan besar yaitu :
- Perbatasan laut dengan 10 negara tetangga yang belum ada kesepakatan batas-batas yang jelas, bahkan berpotensi menimbulkan konflik antar Negara
- Belum mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengontrol seluruh perairan untuk menanggulangi kejahatanan trans nasional seperti terorisme, penyelundupan senjata api, penyelundupan manusia, illegal fishing dan sebagainya.
Jangkauan coverage area kapal patroli adalah luasan wilayah laut (Nautical Mil Persegi) yang dapat dicapai oleh komposisi kapalkapal patroli dalam pengamanan di sektor-sektor kamla sepanjang tahun. Semakin besar jangkauan coverage area yang didapat dari komposisi penugasan kapal patroli maka artinya kapal kapal patroli akan semakin sering menjelajah berpatroli di laut Nusantara untuk pengamanan, sehingga semakin mampu mendeteksi dan menangkap kejahatan dan pelanggaran laut wilayah yurisdiksi nasional Indonesia. Melihat kondisi keuangan serta anggaran pemerintah saat ini sangat tidak mungkin untuk merealisasikan hal tersebut. Maka langkah yang paling tepat adalah melakukan pengoptimalan jumlah armada yang ada sehingga dapat diperoleh sistem kendali operasi yang efektif dan efisien.
Ekonomi

Hal ini belum dikaitkan dari sudut pandang ekonomi dimana terdapat beberapa fakta empiris yang menjadi perhatian khusus berkaitan dengan keamanan yaitu :
- Alur pelayaran transit Selat Malaka dewasa ini dilewati oleh 60.000 kapal berbagai jenis per tahun, merupakan sepertiga volume perdagangan dunia dengan jumlah US$ 390 milyar.
- Selat Lombok, dilewati 3.900 kapal per tahun dengan nilai US$ 40 milyar.
-Selat Sunda dilintasi 3.500 kapal per tahun dengan nilai US$ 5 milyar.
- Jika seandainya ketiga selat ini ditutup, kerugian akibat pengalihan rute akan mencapai US$ 8 milyar per tahun.
- Tahun 2015 ekonomi China, India, dan Jepang akan sebesar dua kali Amerika Serikat dan empat kali Eropa (US$ 19,8 trilyun, US$ 14 trilyun dan US$ 11,6 trilyun).
- Tahun 2050 ekonomi Cina, India, dan Jepang akan sebesar dua kali AS dan empat kali Eropa.
IUU Fishing ini telah secara nyata merugikan ekonomi Indonesia. Negara ini telah kehilangan sumber devisa negara yang semestinya bisa menghidupi kesejahteraan masyarakatnya, namun nyatanya justru dinikmati oleh segelintir orang atau kelompok tertentu baik dari dalam maupun luar negeri. Faktor- kekayaan sumber daya alam Indonesia telah membuat cukong-cukong asing yang bekerjasama dengan oknum lokal, menggaruk hasil kekayaan alam kita. Tidak tanggung-tanggung, kerugian Negara yang diakibatkan kejahatan bidang perikanan ini mencapai angka yang luar biasa.
Menurut Data Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (DKP), pada tahun 2005 jumlah pelanggaran yang ditangani DKP 174 kasus, tahun 2006 naik menjadi 216 kasus, sementara hingga September 2007 sudah ada 160 kapal ikan liar yang diproses secara hukum. Dari barang bukti kasus-kasus illegal fishing yang didapat jajaran DKP, rata-rata potensi kerugian negara mencapai antara Rp 1-Rp 4 miliar per kapal.
Politik
Persoalan illegal fishing merupakan sumber utama terjadinya ketegangan tidak hanya diantara komunitas namun juga antar negara. Kegiatan illegal fishing diperairan negara tetangga yang dilakukan kapal-kapal pukat (trawlers) Thailand sering menimbulkan ketegangan diantara Thailand dengan negara-negara tetangga, khususnya dengan Malaysia, Myanmar dan Indonesia. Karena melibatkan kelompok nelayan dari berbagai negara, maka IUU Fishing ini tentu akan sangat rentan terhadap konflik yang lebih luas yaitu perselisihan antar negara. Dan kondisi itu akan semakin meningkat, mengingat sebagian besar negara-negara yang terlibat enggan untuk membentuk kerjasama regional untuk memberantas kegiatan illegal tersebut.
Negara yang bersangkutan sepertinya tiadak mau dipersalahkan dan tidak mau dilibatkan. Mereka merasa bahwa laut meruapakan tempat terbuka (open access) dimana melibatkan lalu lintas yang sangat padat sehingga sulit untuk mendeteksi dari mana mereka berasal. Di Indonesia, hal ini semakin diperparah dengan angkatan laut dan penegakan hukum yang lemah sehingga semakin terbukanya kesempatan untuk terjadinya IUU Fishing di wilayah kedaulatan negara. Permasalahan ini sebenarnya bisa sedikit dihindari apabila setiap negara mau menjalin kerja sama regional untuk bersama-sama memberantas kegiatan IUU Fishing.
Sosial
Bagi Indonesia IUU Fishing menjadi perhatian utama, karena hal ini terjadi setiap hari di perairan Indonesia. Dikawasan Asia Tenggara, sektor perikanan menjadi salah satu sumber utama bagi ketahanan pangan di kawasan. Motif ekonomi sering menjadikan alasan bagi eksplorasi besar-besaran terhadap sumber daya perikanan, yang pada gilirannya, menjadikan sebagai penyebab utama bagi berkurangnya secara drastis terhadap persediaan ikan di Asia Tenggara. Persoalan ini akan berpengaruh buruk terhadap kelangsungan hidup lebih dari 100 juta jiwa. Hal ini juga telah menyebabkan sengketa diantara para nelayan lokal dengan para pemilik kapal pukat dan juga diantara para nelayan tradisional antar negara.
Berkurangnya persediaan ikan diperairan Indonesia sebagai akibat illegal fishing yang dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal pukat, juga telah memaksa para nelayan tradisional Indonesia terlibat dalam kegiatan illegal fishing diperairan Australia, yang menyebabkan timbulnya permasalahan diantara kedua negara. Dampak secara langsung tidak hanya dirasakan oleh para nelayan, tetapi juga para karyawan pabrik, terutama pabrik-pabrik pengolahan ikan. Di Tual dan Bejina misalnya, sejak beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan asing tersebut, maka seluruh perusahaan industri pengolahan ikan tidak beroperasi lagi, dan akibat lebih lanjut sudah dapat ditebak apa yang terjadi, yaitu PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) para karyawan pabrik pengolahan ikan. Karena tidak ada lagi bahan baku tangkapan ikan yang diolah oleh perusahaan. Ini terjadi karena semua tangkapan ikan oleh kapal asing tersebut telah ditransfer ke kapal yang lebih besar di tengah laut istilahnya 'trans-shipment' dan hal ini jelas-jelas telah melanggar peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 Tahun 2006 yang mewajibkan seluruh hasil tangkapan ikan diturunkan dan diolah di darat.
Lingkungan

Dari segi lingkungan, telah terjadi kerusakan yang permanen, karena menyebabkan ekosistem dan biota laut menjadi terganggu, akibat penggunaan alat penangkap ikan skala besar (Pukat Harimau dan Trawl) yang tidak sesuai dengan ketentuan dan keadaan kelautan kita. Dan yang pasti adalah semakin menipisnya sumber daya ikan di perairan Arafuru, karena hampir 3 tahun terjadi kegiatan penangkapan ikan secara semena-mena dan bersifat eksploitatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar