Senin, 27 Februari 2017

Mangrove di pesisir

Secara umum  terdapat tiga komponen pokok yang harus diperhatikan dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove khususnya dan sumberdaya alam pesisir dan laut umumnya yaitu; diantaranya aktifitas sosial (Social processes), ekonomi (Economic processes) dan sumberdaya alam itu sendiri (Natural processes). Ketiga komponen ini saling terikat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dari aspek sosial-ekonomi, budaya dan estetika manusia membutuhkan sumberdaya alam untuk dapat meneruskan kehidupannya, disisi lain keberadaan atau kelestarian sumberdaya alam (SDA) khususnya pesisir dan laut sangat tergantung pada aktifitas manusia sebagai pengguna (User) utama dari sumberdaya alam ini.
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan masyarakat berarti memberikan kemampuan dan memandirikan masyarakat. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.
Permasalahan Utama dan Tujuan Pengelolaan Ekosistem Mangrove 
Sebagai suatu ekosistem hutan, mangrove sejak lama telah diketahui memiliki berbagai fungsi ekologis, disamping manfaat ekonomis yang bersifat nyata, yaitu menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi. Sebagaimana halnya dalam pengelolaan SDA lain yang bermanfaat ganda, ekonomis dan ekologis, masalah utama yang dihadapi dalam pengelolaan hutan mangrove adalah menentukan tingka pengelolaan yang optimal, dipandang dari kedua bentuk manfaat (ekonomi dan ekologi tersebut).
Dibandingkan dengan ekosistem hutan lain, ekosistem hutan mangrove memiliki beberapa sifat kekhususan dipandang dari kepentingan keberadaan dan peranannya dalam ekosistem SDA, yaitu :
a.   Letak hutan mangrove terbatas pada tempat-tempat tertentu dan dengan luas yang terbatas pula.
b.  Peranan ekologis dari ekosistem hutan mangrove bersifat khas, berbeda dengan peran ekosistem hutan lainnya.
c.  Hutan mangrove memiliki potensi hasil yang bernilai ekonomis tinggi.
Berlandaskan pada kenyataan tersebut, diperlukan adanya keseimbangan dalam memandang manfaat bagi lingkungan dari hutan mangrove dalam keadaannya yang asli dengan manfaat ekonomisnya. Dalam hal ini tujuan utama pengelolaan ekosistem mangrove adalah sebagai berikut :
a. Mengoptimalkan manfaat produksi dan manfaat ekologis dari ekosistem mangrove dengan menggunakan pendekatan ekosistem berdasarkan prinsip kelestarian hasil dan fungsi ekosistem yang bersangkutan.
b. Merehabilitasi hutan mangrove yang rusak.
c. Membangun dan memperkuat kerangka kelembagaan beserta iptek yang kondusif bagi penyelenggaraan pengelolaan mangrove secara baik.
Kendala dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove
a.  Kendala Aspek Teknis
1. Kondisi habitat yang tidak begitu ramah, yakni tanah yang anaerob dan labil dengan salinitas yang relatif tinggi apabila dibandingkan dengan tanah mineral, adanya pengaruh pasang surut dan sedimentasi serta abrasi pada berbagai lokasi tertentu.
2. Adanya pencampuran komponen ekosistem akuatik (ekosistem laut) dan ekosistem daratan, yang mengakibatkan pengelolaannya menjadi lebih kmpleks. Hal ini mengharuskan kecermatan yang tinggi dalam menerapkan pengelolaan mengingat beragamnya sumber daya hayati yang ada pada umumnya relatif peka terhadap gangguan, dan adanya keterkaitan antara ekosistem mangrove dengan tipe ekosistem produktif lainnya di suatu kawasan pesisir (padang lamun, terumbu karang, estuaria).
3. Kawasan pantai dimana mangrove berada umumnya mendukung populasi penduduk yang ccukup tinggi, tetapi dengan tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan yang rendah.
b.  Kendala Aspek Kelembagaan
Dalam pengelolaan wilayah pesisir beberapa kendala aspek kelembagaan diantaranya adalah :
1. Tata ruang kawasan pesisir di banyak lokasi belum tersusun secara baik, bahkan ada yang belum sama sekali.
2. Status kepemilikan bahan dan tata batas yang tidak jelas.
3. Banyaknya pihak yang berkepentingan dengan kawasan dan sumber daya mangrove
4. Belum jelasnya wewenng dan tanggung jawab berbagai stake holder yang terkait
5. Masih lemahnya law enforcement dari peraturan perundangan yang sudah ada
6. Masih lemahnya koordinasi di antara berbagai instansi yang berkompeten dalam pengelolaan mangrove
7. Praktek perencanaan, pelaksanaa dan pengendalian dalam pengelolaan mangrove belum banyak mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat  yang berkepentingan dengan kawasan tersebut.
Bentuk Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pengelolaan ekosistem (hutan) mangrove hendanya mencakup tiga bentuk kegiatan pokok, yakni :
a. Pengusahaan hutan mangrove yang kegiatannya dapat dikendalikan dengan penerapan sistem silvikultur dan pengaturan kontrak (pemberian konsensi).
b. Perlindungan dan pelestarian hutan mangrove yang dilakukan dengan cara menunjuk, menetapkan dan mengukuhkan hutan mangrove menjadi hutan lindung, hutan konservasi (Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Hutan Wisata, dll) dan kawasan lindung lainnya (Jalur hijau, sempadan pantai/sungai, dll)
c. Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak sesuai dengan tujuan pengelolaannya dengan pendekatan pelaksanaan dan penggunaan iptek yang tepat guna.

Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove melalui pemberdayaan masyarakat
Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian ekosistem mangrove, sedikitnya terdapat dua konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep tersebut pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua kosep tersebut adalah protection and rehabilitation of mangrove forest. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi (conservation area), dan sebagai bentuk sabuk hijau (green belt) di sepanjang pantai dan tepi sungai.
Selama ini sudah banyak program-program dijalankan pemerintah sebagai upaya merehabilitasi kawasan hutan mangrove yang merupakan salah satu semberdaya alam (SDA) yang memiliki nilai ekologis dan juga ekonomis tinggi, namun sebagian besar usaha ini tidak berkelanjutan/berkesinambungan dan pada akhirnya berujung pada suatu kegagalan. Untuk itu pola pengelolaan yang selama ini digunakan pemerintah yang cenderung bersifat dari atas ke bawah (top down) harus segera di modifikasi atau dirubah yaitu dengan mencoba melibatkan partisipasi masyarakat. Dengan kata lain memberi kesempatan kepada masyarakat (Human system) sekitar kawasan untuk turut berpartisipasi dalam upaya pengelolaan dan pengawasan ini.
Perlu diketahui juga bahwa di wilayah ekosistem mangrove selain terdapat kawasan hutan mangrove juga terdapat areal/lahan yang bukan kawasan hutan mangrove dan biasanya dikelola oleh masyarakat setempat (pemilik lahan) yang dipergunakan untuk budidaya perikanan, pertanian, dan sebagainya. Untuk itu pola pengelolaan dan pengawasan ekosistem mangrove yang bersifat partisipatif merupakan salah satu solusi yang tepat. Dalam upaya pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut dalam hal ini termasuk di dalamnya huta mangrove dilakukan melalui berbagai macam strategi diantaranya : strategi persuasif, edukatif dan fasilitatif.
Strategi Persuasif
Strategi persuasif dilakukan dalam bentuk pembinaan-pembinaan. Kegiatan pembinaan merupakan upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran dari kelompok sasaran terhadap pesan yang disampaikan. Materi pembinaan meliputi penyuluhan tentang pentingnya hutan mangrove dan pelestariannya, pengelolaan tambak yang ramah lingkungan serta pentingnya organisasi/kelompok masyarakat.
Strategi Edukatif 
Strategi edukatif dilakukan dalam bentuk pelatihan-pelatihan. Melalui pelatihan diharapkan dapat meningkatkan ketrampilan kelompok sasaran terhadap suatu aspek tertentu. Kegiatan pelatihan yang telah dilakukan adalah peningkatan pemahaman dan ketrampilan kelompok sasaran di bidang rehabilitasi mangrove seperti seleksi buah, pembibitan dan penanaman; pelatihan peningkatan pemahaman dan ketrampilan di bidang perikanan, yaitu budidaya udang tambak ramah lingkungan dan budidaya bandeng; pelatihan pengembangan kemampuan dalam pengelolaan kelompok, seperti administrasi, pengelolaan keuangan, kepengurusan dan aturan main pelaksanaan program.
Strategi Fasilitatif
Strategi fasilitatif dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan usaha yang merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi mangrove. Bantuan usaha yang diberikan umumnya berkaitan dengan program rehabilitasi mangrove, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu bantuan ini juga ditujukan untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi kelompok sasaran.  
Secara keseluruhan ketiga strategi pengembangan partisipasi masyarakat yang dilakukan berkontribusi atau berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan (rehabilitasi) mangrove. Strategi pembinaan yang dilakukan dapat dilihat sebagai upaya untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti dan nilai ekosistem mangrove, sehingga perlu dilestarikan. Strategi pelatihan dapat dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan (rehabilitasi) mangrove serta menjaganya. Strategi bantuan usaha dapat dilihat sebagai upaya untuk membantu usaha/ekonomi masyarakat.
Hidayati (1999) menyatakan bahwa salah satu langkah yang dapat dilakukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan berbasiskan masyarakat adalah melalui pemberdayaan masyarakat. Disebutkan dalam pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan lima unsur dalam implementasinya, yaitu: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan tujuan utama adalah memberikan alternatif usaha yang secara sosial-ekonomi menguntungkan dan secara ekologi ramah terhadap lingkungan, (2) memberikan akses kepada masyarakat seperti akses terhadap informasi, akses terhadap harga dan pasar, akses terhadap pengawasan, penegakan dan perlindungan hukum serta akses terhadap sarana dan prasarana pendukung lainnya, (3) menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti dan nilai sumberdaya ekosistem sehingga pelestariannya sangat diperlukan, (4) menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga, mengelola dan melestarikan sumberdaya/ekosistem, dan (5) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola dan melestarikan sumberdaya/ekosistem. Sejalan dengan hal tersebut, Bengen (2001) menyebutkan bahwa masalah pengelolaan hutan mangrove secara lestari adalah bagaimana menggabungkan antara kepentingan ekologis (konservasi hutan mangrove) dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. 
Tanpa adanya upaya pemeliharaan atau perlindungan secara berkesinambungan yang melibatkan partisipasi masyarakat (Human system) di sekitar kawasan, maka upaya pengelolan ekosistem mangrove kecil kemungkinannya akan berhasil. Untuk itu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengembangkan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan agar terlibat secara aktif dalam kegiatan pengelolaan ekosistem ini, serta memperoleh manfaat dari keterlibatan tersebut. Disisi lain, secara ekonomis melibatkan masyarakat dalam sistem pengelolaan dan pengawasan ini juga memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik itu masyarakat di sekitar kawasan Mangrove yang umumnya relatif miskin dan juga pemerintah yang bertindak sebagai institusi pengelola.  Dengan demikian strategi yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan ekosistem mangrove ini selain mencapai tujuan konservasi hutan Mangrove juga harus mampu mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan tersebut. 
PENUTUP
Potensi ekonomi ekosistem mangrove berasal dari tiga sumber yaitu flora, fauna, dan jasa lingkungan dari ekosistem mangrove tersebut. Disamping menghasilkan bahan dasar untuk industri. Ekosistem mangrove menyediakan berbagai jenis produk dan jasa yang berguna untuk menunjang keperluan hidup penduduk pesisir dan berbagai kegiatan ekonomi, baik skala lokal, regional, maupun nasional serta sebagai penyangga sistem kehidupan masyarakat sekitar hutan. Semua fungsi mangrove tersebut akan tetap berlanjut jika keberadaan ekosistem mangrove dapat dipertahankan dan pemanfaatan sumberdayanya berdasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian. Hal ini berarti mangrove berperan sebagai sumberdaya renewable dan penyangga sistem kehidupan jika semua proses ekologi yang terjadi di dalam ekosistem mangrove berlangsung tanpa gangguan.
Dalam pengelolaan hutan mangrove, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah dengan menjadikan masyarakat sebagai komponen utama dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove. Oleh karena itu , persepsi atau sudut pandang masyarakat mengenai keberadaan hutan mangrove perlu untuk diarahkan kepada cara pandang betapa pentingnya sumberdaya hutan mangrove tersebut. Salah satu caranya adalah pengelolaan yang berbasis masyarakat melalui aplikasinya dengan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola ekosistem mangrove. Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah kemajuan dalam komunitasnya sendiri. Artinya program pemberdayaan tidak bisa hanya dilakukan dalam satu siklus saja dan berhenti pada suatu tahapan tertentu, akan tetapi harus terus berkesinambungan dan kualitasnya terus meningkat dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. 
Pemeliharaan atau perlindungan secara berkesinambungan yang melibatkan partisipasi masyarakat (Human system) di sekitar kawasan, tidak akan berhasil berjalan dengan baik bila tidak diimbangin dengan upaya yang maksimal. Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengembangkan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan agar terlibat secara aktif dalam kegiatan pengelolaan ekosistem ini, serta memperoleh manfaat dari keterlibatan tersebut. Disisi lain, secara ekonomis melibatkan masyarakat dalam sistem pengelolaan dan pengawasan ini juga memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik itu masyarakat di sekitar kawasan Mangrove yang umumnya relatif miskin dan juga pemerintah yang bertindak sebagai institusi pengelola.  Dengan demikian strategi yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan ekosistem mangrove ini selain mencapai tujuan konservasi hutan Mangrove juga harus mampu mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
Strategi ini  tidak semata-mata hanya meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan Mangrove serta kemampuan dalam mengelolanya, namun juga memberdayakan kehidupan sosial ekonomi mereka yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pada akhirnya akan sebagai salah satu cara untuk menanggulangin kemiskinan yang biasa terjadi pada masyarakat pesisir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar