Secara umum terdapat tiga komponen pokok yang harus diperhatikan
dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove khususnya dan
sumberdaya alam pesisir dan laut umumnya yaitu; diantaranya aktifitas
sosial (Social processes), ekonomi (Economic processes) dan sumberdaya
alam itu sendiri (Natural processes). Ketiga komponen ini saling terikat
dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dari aspek sosial-ekonomi,
budaya dan estetika manusia membutuhkan sumberdaya alam untuk dapat
meneruskan kehidupannya, disisi lain keberadaan atau kelestarian
sumberdaya alam (SDA) khususnya pesisir dan laut sangat tergantung pada
aktifitas manusia sebagai pengguna (User) utama dari sumberdaya alam
ini.
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan
kata lain memberdayakan masyarakat berarti memberikan kemampuan dan
memandirikan masyarakat. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses
memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong
atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan pilihan hidupnya.
Permasalahan Utama dan Tujuan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Sebagai suatu ekosistem hutan, mangrove sejak lama telah diketahui
memiliki berbagai fungsi ekologis, disamping manfaat ekonomis yang
bersifat nyata, yaitu menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi.
Sebagaimana halnya dalam pengelolaan SDA lain yang bermanfaat ganda,
ekonomis dan ekologis, masalah utama yang dihadapi dalam pengelolaan
hutan mangrove adalah menentukan tingka pengelolaan yang optimal,
dipandang dari kedua bentuk manfaat (ekonomi dan ekologi tersebut).
Dibandingkan dengan ekosistem hutan lain, ekosistem hutan mangrove
memiliki beberapa sifat kekhususan dipandang dari kepentingan keberadaan
dan peranannya dalam ekosistem SDA, yaitu :
a. Letak hutan mangrove terbatas pada tempat-tempat tertentu dan dengan luas yang terbatas pula.
b. Peranan ekologis dari ekosistem hutan mangrove bersifat khas, berbeda dengan peran ekosistem hutan lainnya.
c. Hutan mangrove memiliki potensi hasil yang bernilai ekonomis tinggi.
Berlandaskan pada kenyataan tersebut, diperlukan adanya keseimbangan
dalam memandang manfaat bagi lingkungan dari hutan mangrove dalam
keadaannya yang asli dengan manfaat ekonomisnya. Dalam hal ini tujuan
utama pengelolaan ekosistem mangrove adalah sebagai berikut :
a. Mengoptimalkan manfaat produksi dan manfaat ekologis dari
ekosistem mangrove dengan menggunakan pendekatan ekosistem berdasarkan
prinsip kelestarian hasil dan fungsi ekosistem yang bersangkutan.
b. Merehabilitasi hutan mangrove yang rusak.
c. Membangun dan memperkuat kerangka kelembagaan beserta iptek yang
kondusif bagi penyelenggaraan pengelolaan mangrove secara baik.
Kendala dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove
a. Kendala Aspek Teknis
1. Kondisi habitat yang tidak begitu ramah, yakni tanah yang anaerob
dan labil dengan salinitas yang relatif tinggi apabila dibandingkan
dengan tanah mineral, adanya pengaruh pasang surut dan sedimentasi serta
abrasi pada berbagai lokasi tertentu.
2. Adanya pencampuran komponen ekosistem akuatik (ekosistem laut) dan
ekosistem daratan, yang mengakibatkan pengelolaannya menjadi lebih
kmpleks. Hal ini mengharuskan kecermatan yang tinggi dalam menerapkan
pengelolaan mengingat beragamnya sumber daya hayati yang ada pada
umumnya relatif peka terhadap gangguan, dan adanya keterkaitan antara
ekosistem mangrove dengan tipe ekosistem produktif lainnya di suatu
kawasan pesisir (padang lamun, terumbu karang, estuaria).
3. Kawasan pantai dimana mangrove berada umumnya mendukung populasi
penduduk yang ccukup tinggi, tetapi dengan tingkat kesejahteraan dan
tingkat pendidikan yang rendah.
b. Kendala Aspek Kelembagaan
Dalam pengelolaan wilayah pesisir beberapa kendala aspek kelembagaan diantaranya adalah :
1. Tata ruang kawasan pesisir di banyak lokasi belum tersusun secara baik, bahkan ada yang belum sama sekali.
2. Status kepemilikan bahan dan tata batas yang tidak jelas.
3. Banyaknya pihak yang berkepentingan dengan kawasan dan sumber daya mangrove
4. Belum jelasnya wewenng dan tanggung jawab berbagai stake holder yang terkait
5. Masih lemahnya law enforcement dari peraturan perundangan yang sudah ada
6. Masih lemahnya koordinasi di antara berbagai instansi yang berkompeten dalam pengelolaan mangrove
7. Praktek perencanaan, pelaksanaa dan pengendalian dalam pengelolaan
mangrove belum banyak mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat
yang berkepentingan dengan kawasan tersebut.
Bentuk Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pengelolaan ekosistem (hutan) mangrove hendanya mencakup tiga bentuk kegiatan pokok, yakni :
a. Pengusahaan hutan mangrove yang kegiatannya dapat dikendalikan
dengan penerapan sistem silvikultur dan pengaturan kontrak (pemberian
konsensi).
b. Perlindungan dan pelestarian hutan mangrove yang dilakukan dengan
cara menunjuk, menetapkan dan mengukuhkan hutan mangrove menjadi hutan
lindung, hutan konservasi (Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
Hutan Wisata, dll) dan kawasan lindung lainnya (Jalur hijau, sempadan
pantai/sungai, dll)
c. Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak sesuai dengan tujuan
pengelolaannya dengan pendekatan pelaksanaan dan penggunaan iptek yang
tepat guna.
Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove melalui pemberdayaan masyarakat
Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian ekosistem mangrove,
sedikitnya terdapat dua konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep
tersebut pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian bahwa
mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap
lestari. Kedua kosep tersebut adalah protection and rehabilitation of
mangrove forest. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka
perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk
suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi
(conservation area), dan sebagai bentuk sabuk hijau (green belt) di
sepanjang pantai dan tepi sungai.
Selama ini sudah banyak program-program dijalankan pemerintah sebagai
upaya merehabilitasi kawasan hutan mangrove yang merupakan salah satu
semberdaya alam (SDA) yang memiliki nilai ekologis dan juga ekonomis
tinggi, namun sebagian besar usaha ini tidak
berkelanjutan/berkesinambungan dan pada akhirnya berujung pada suatu
kegagalan. Untuk itu pola pengelolaan yang selama ini digunakan
pemerintah yang cenderung bersifat dari atas ke bawah (top down) harus
segera di modifikasi atau dirubah yaitu dengan mencoba melibatkan
partisipasi masyarakat. Dengan kata lain memberi kesempatan kepada
masyarakat (Human system) sekitar kawasan untuk turut berpartisipasi
dalam upaya pengelolaan dan pengawasan ini.
Perlu diketahui juga bahwa di wilayah ekosistem mangrove selain
terdapat kawasan hutan mangrove juga terdapat areal/lahan yang bukan
kawasan hutan mangrove dan biasanya dikelola oleh masyarakat setempat
(pemilik lahan) yang dipergunakan untuk budidaya perikanan, pertanian,
dan sebagainya. Untuk itu pola pengelolaan dan pengawasan ekosistem
mangrove yang bersifat partisipatif merupakan salah satu solusi yang
tepat. Dalam upaya pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam pesisir dan laut dalam hal ini termasuk di dalamnya
huta mangrove dilakukan melalui berbagai macam strategi diantaranya :
strategi persuasif, edukatif dan fasilitatif.
Strategi Persuasif
Strategi persuasif dilakukan dalam bentuk pembinaan-pembinaan.
Kegiatan pembinaan merupakan upaya untuk meningkatkan pemahaman dan
kesadaran dari kelompok sasaran terhadap pesan yang disampaikan. Materi
pembinaan meliputi penyuluhan tentang pentingnya hutan mangrove dan
pelestariannya, pengelolaan tambak yang ramah lingkungan serta
pentingnya organisasi/kelompok masyarakat.
Strategi Edukatif
Strategi edukatif dilakukan dalam bentuk pelatihan-pelatihan. Melalui
pelatihan diharapkan dapat meningkatkan ketrampilan kelompok sasaran
terhadap suatu aspek tertentu. Kegiatan pelatihan yang telah dilakukan
adalah peningkatan pemahaman dan ketrampilan kelompok sasaran di bidang
rehabilitasi mangrove seperti seleksi buah, pembibitan dan penanaman;
pelatihan peningkatan pemahaman dan ketrampilan di bidang perikanan,
yaitu budidaya udang tambak ramah lingkungan dan budidaya bandeng;
pelatihan pengembangan kemampuan dalam pengelolaan kelompok, seperti
administrasi, pengelolaan keuangan, kepengurusan dan aturan main
pelaksanaan program.
Strategi Fasilitatif
Strategi fasilitatif dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan usaha
yang merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam rehabilitasi mangrove. Bantuan usaha yang diberikan
umumnya berkaitan dengan program rehabilitasi mangrove, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Selain itu bantuan ini juga ditujukan
untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi kelompok sasaran.
Secara keseluruhan ketiga strategi pengembangan partisipasi
masyarakat yang dilakukan berkontribusi atau berpengaruh terhadap
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan (rehabilitasi) mangrove.
Strategi pembinaan yang dilakukan dapat dilihat sebagai upaya untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti dan nilai
ekosistem mangrove, sehingga perlu dilestarikan. Strategi pelatihan
dapat dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam melaksanakan pengelolaan (rehabilitasi) mangrove serta menjaganya.
Strategi bantuan usaha dapat dilihat sebagai upaya untuk membantu
usaha/ekonomi masyarakat.
Hidayati (1999) menyatakan bahwa salah satu langkah yang dapat
dilakukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan
berbasiskan masyarakat adalah melalui pemberdayaan masyarakat.
Disebutkan dalam pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan lima unsur
dalam implementasinya, yaitu: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
dengan tujuan utama adalah memberikan alternatif usaha yang secara
sosial-ekonomi menguntungkan dan secara ekologi ramah terhadap
lingkungan, (2) memberikan akses kepada masyarakat seperti akses
terhadap informasi, akses terhadap harga dan pasar, akses terhadap
pengawasan, penegakan dan perlindungan hukum serta akses terhadap sarana
dan prasarana pendukung lainnya, (3) menumbuhkan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan arti dan nilai sumberdaya ekosistem sehingga
pelestariannya sangat diperlukan, (4) menumbuhkan dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam menjaga, mengelola dan melestarikan
sumberdaya/ekosistem, dan (5) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam mengelola dan melestarikan sumberdaya/ekosistem.
Sejalan dengan hal tersebut, Bengen (2001) menyebutkan bahwa masalah
pengelolaan hutan mangrove secara lestari adalah bagaimana menggabungkan
antara kepentingan ekologis (konservasi hutan mangrove) dengan
kepentingan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Tanpa adanya upaya pemeliharaan atau perlindungan secara
berkesinambungan yang melibatkan partisipasi masyarakat (Human system)
di sekitar kawasan, maka upaya pengelolan ekosistem mangrove kecil
kemungkinannya akan berhasil. Untuk itu hal yang perlu diperhatikan
adalah bagaimana mengembangkan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan
agar terlibat secara aktif dalam kegiatan pengelolaan ekosistem ini,
serta memperoleh manfaat dari keterlibatan tersebut. Disisi lain, secara
ekonomis melibatkan masyarakat dalam sistem pengelolaan dan pengawasan
ini juga memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik itu
masyarakat di sekitar kawasan Mangrove yang umumnya relatif miskin dan
juga pemerintah yang bertindak sebagai institusi pengelola. Dengan
demikian strategi yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya
pengelolaan ekosistem mangrove ini selain mencapai tujuan konservasi
hutan Mangrove juga harus mampu mengatasi masalah sosial ekonomi
masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
PENUTUP
Potensi ekonomi ekosistem mangrove berasal dari tiga sumber yaitu
flora, fauna, dan jasa lingkungan dari ekosistem mangrove tersebut.
Disamping menghasilkan bahan dasar untuk industri. Ekosistem mangrove
menyediakan berbagai jenis produk dan jasa yang berguna untuk menunjang
keperluan hidup penduduk pesisir dan berbagai kegiatan ekonomi, baik
skala lokal, regional, maupun nasional serta sebagai penyangga sistem
kehidupan masyarakat sekitar hutan. Semua fungsi mangrove tersebut akan
tetap berlanjut jika keberadaan ekosistem mangrove dapat dipertahankan
dan pemanfaatan sumberdayanya berdasarkan pada prinsip-prinsip
kelestarian. Hal ini berarti mangrove berperan sebagai sumberdaya renewable dan penyangga sistem kehidupan jika semua proses ekologi yang terjadi di dalam ekosistem mangrove berlangsung tanpa gangguan.
Dalam pengelolaan hutan mangrove, salah satu hal yang perlu
diperhatikan adalah dengan menjadikan masyarakat sebagai komponen utama
dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove. Oleh karena itu ,
persepsi atau sudut pandang masyarakat mengenai keberadaan hutan
mangrove perlu untuk diarahkan kepada cara pandang betapa pentingnya
sumberdaya hutan mangrove tersebut. Salah satu caranya adalah
pengelolaan yang berbasis masyarakat melalui aplikasinya dengan
pemberdayaan masyarakat dalam mengelola ekosistem mangrove. Pemahaman
mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman
mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya
pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan
masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah kemajuan dalam
komunitasnya sendiri. Artinya program pemberdayaan tidak bisa hanya
dilakukan dalam satu siklus saja dan berhenti pada suatu tahapan
tertentu, akan tetapi harus terus berkesinambungan dan kualitasnya terus
meningkat dari satu tahapan ke tahapan berikutnya.
Pemeliharaan atau perlindungan secara berkesinambungan yang
melibatkan partisipasi masyarakat (Human system) di sekitar kawasan,
tidak akan berhasil berjalan dengan baik bila tidak diimbangin dengan
upaya yang maksimal. Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana mengembangkan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan agar
terlibat secara aktif dalam kegiatan pengelolaan ekosistem ini, serta
memperoleh manfaat dari keterlibatan tersebut. Disisi lain, secara
ekonomis melibatkan masyarakat dalam sistem pengelolaan dan pengawasan
ini juga memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik itu
masyarakat di sekitar kawasan Mangrove yang umumnya relatif miskin dan
juga pemerintah yang bertindak sebagai institusi pengelola. Dengan
demikian strategi yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya
pengelolaan ekosistem mangrove ini selain mencapai tujuan konservasi
hutan Mangrove juga harus mampu mengatasi masalah sosial ekonomi
masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
Strategi ini tidak semata-mata hanya meningkatkan pemahaman dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan Mangrove serta kemampuan
dalam mengelolanya, namun juga memberdayakan kehidupan sosial ekonomi
mereka yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pesisir dan pada akhirnya akan sebagai salah satu cara untuk
menanggulangin kemiskinan yang biasa terjadi pada masyarakat pesisir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar