DESKRIPSI TEKNOLOGI
Isu konservasi dewasa ini telah menjadi perhatian global sekaligus menjadi isu strategis di berbagai negara tidak terkecuali di Indonesia. Tersedianya potensi sumberdaya ikan yang melimpah di Indonesia mendorong dilakukannya langkah pengelolaan sumberdaya tersebut secara efektif dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagai langkah pengelolaan maka perlu diketahui katagori jenis kawasan konservasinya. Konservasi kawasan pada dasarnya tidak hanya berupa penetapan zona tetapi juga hendaknya dilengkapi dengan langkah-langkah pengelolaan yang lebih jelas dan bisa diterima oleh semua pihak yang terkait.
Dalam menentukan langkah pengelolaan tersebut diperlukan pedoman praktis untuk menentukan jenis calon kawasan konservasi sumberdaya ikan. Pedoman ini menjadi “tools” yang membantu para pelaksana teknis dan pemangku kebijakan yang terkait baik di daerah maupun di tingkat pusat untuk menyamakan pandangan dan pemikiran serta analisa dalam penentuan calon kawasan konservasi atau mengevaluasi kawasan konservasi yang telah ada.
Pedoman Penentuan Calon Kawasan Konservasi Sumberdaya Pesisir merupakan output dari kajian 3(tiga) kriteria yaitu : Ekologi, Sosial-Budaya dan Ekonomi (secara terinci dibahas di persyaratan teknis penerapan teknologi). Selanjutnya untuk mempermudah penggunaan pedoman dibangun sebuah aplikasi. Aplikasi ini akan menghasilkan nilai yang memenuhi kriteria jenis kawasan konservasi perairan. Sebagai studi kasus, Pedoman Penentuan Calon Kawasan Konservasi Sumberdaya Pesisir telah dipakai dalam mengevalusi perairan Teluk Cempi, Kabupaten Dompu, Propinsi NTB.
Pemerintah Daerah Kabupaten Dompu telah membagi perairan Teluk Cempi menjadi beberapa zona, dimana perairan dengan ekosistem mangrove ditentukan menjadi kawasan konservasi. Penentuan kawasan konservasi tersebut belum dilengkapi dengan jenis kawasan, yang akan menentukan langkah pengelolan selanjutnya. Pengelolaan yang dimaksud adalah membagi kawasan konservasi menjadi zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan.
Teluk Cempi sebelum tahun 2000 merupakan penghasil induk udang Penaeus monodon dan produsen komoditi udang terbesar di Nusa Tenggara Barat, dengan jenis udang unggulan yaitu Penaeus monodon (udang king/kebalu) dan P. merguensis (udang manis) yang melimpah, serta berbagai jenis udang ekonomis lainnya seperti Acetes spp. (rebon), Metapenaeus affinis (udang kayu) dan Metapenaeus dobsoni (udang banana). Menurut Sumiono dan Prisantoso (1991), produksi udang Teluk Cempi mencapai 104,8 ton. Tingginya aktivitas penangkapan trawl sebelum tahun 1980an, diikuti dengan pengalihfungsian lahan mangrove telah menyebabkan terjadinya penurunan produksi udang yang cukup signifikan di masa kini. Udang-udang Penaeus dan jenis udang lain menjadikan mangrove sebagai habitat untuk nursery, feeding dan spawning ground. Penurunan produksi udang (ton) terlihat dari kajian yang dilakukan oleh BP2KSI pada 2011-2012 yang dibandingkan dengan penelitian oleh Sumiono dan Prisantoso (1991). Kesadaran masyarakat pesisir Teluk Cempi akan pentingnya keberlanjutan sumberdaya udang sudah cukup tinggi. Hal ini terbukti dengan penggunaan alat tangkap jaring udang (trammel net) dan pelarangan terhadap penggunaan trawl untuk menangkap udang. Selain itu pula, dilakukan pengawasan penggunaan alat tangkap yang mengancam sumberdaya ikan seperti bagan kapal dan bahan beracun dan bom. Berdasarkan penerapan pedoman ini, diketahui bahwa Teluk Cempi merupakan Suaka Perikanan.
TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN TEKNOLOGI :
Penerapan teknologi berupa Pedoman Penentuan Calon Kawasan Konservasi Sumberdaya Pesisir bertujuan untuk mengetahui jenis kawasan konservasi perairan, yang diharapkan dapat :
Memudahkan para pelaksana lapangan menilai suatu perairan dalam menentukan kawasan konservasi baru atau menilai efektivitas kawasan konservasi yang sudah ada.
Dapat dimanfaatkan bagi para pemangku kebijakan dalam menentukan suatu peraturan yang terkait tentang pelaksanaan langkah konservasi perairan untuk mendukung kelestarian sumberdaya alam.
PENGERTIAN/ISTILAH/DEFINISI
Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan.
Konservasi ekosistem adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan biota perairan pada waktu sekarang dan yang akan datang.
Kawasan konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
Suaka Perikanan adalah kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan.
Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batasbatas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
Kriteria penentuan calon kawasan konservasi meliputi kriteria ekologi, sosial budaya dan ekonomi yang masing-masing terdiri dari sub kriteria tertentu.
Kriteria ekologi meliputi sub kriteria keanekaragaman hayati, kealamiahan, keterkaitan ekologis, keterwakilan, keunikan, produkvitas, daerah ruaya, habitat ikan langka, daerah pemijahan ikan, dan daerah pengasuhan.
Kriteria sosial budaya meliputi sub kriteria dukungan masyarakat, dukungan pemerintah/legalitas; potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, dan kearifan lokal serta adat istiadat.
Kriteria ekonomi meliputi sub kriteria nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata, estetika, dan kemudahan mencapai kawasan.
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS/PERSYARATAN TEKNIS YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN:
1. Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi Penerapan teknologi berupa Pedoman Penentuan Calon Kawasan Konservasi Sumberdaya Pesisir dapat dipenuhi dengan beberapa persyaratan :
a. Badan air meliputi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang yang sudah atau belum ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
b. Intensitas aktivitas penangkapan yang tinggi.
c. Populasi sumberdaya ikan, yang mengalami penurunan produksi. Berdasarkan studi kasus di teluk Cempi, sumberdaya ikan yang mengalami penurunan produksi adalah udang ekonomis penting (Penaeus). Sebagai gambaran, produksi udangudang ekonomis penting seperti udang king (Penaeus monodon) dan udang manis (Penaeus merguensis) sebelum tahun 2000 tinggi. Tetapi, jenis udang tersebut pada saat penelitian dilaksanakan (2011-2013) sudah jarang tertangkap.
d. Parameter kesesuaian perairan untuk kawasan konservasi sebagai dasar dalam penentuan jenis kawasan konservasi adalah :
Ekologi : oseanografi, sumberdaya udang (larva, juvenile, dewasa), vegetasi mangrove (jenis, luasan, kerapatan).
Sosial budaya : dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, dan kearifan lokal serta adat istiadat.
Ekonomi : aktivitas penangkapan, nilai ekonomi sumber daya udang.
e. Pemetaan kawasan pesisir dan perairan berupa peta citra ataupun peta perubahan lahan yang telah terjadi.
f. Pelaksanaan sosialisasi dan Fokus Grup Diskusi.
g. Monitoring dan Evaluasi dari awal perencanaan, selama kegiatan dan setelah aplikasi teknologi.
2. Uraian secara lengkap dan detail SOP, mencakup:
(1) Inventarisasi data dan informasi sumberdaya udang (jenis, kelimpahan dan kepadatan, dari fase larva, juvenil serta udang dewasa) di Teluk Cempi. Alat tangkap (Gambar 1 - 4 c) yang digunakan untuk inventarisasi ini merupakan alat tangkap yang umum digunakan dalam setiap penelitian tentang berbagai fase siklus hidup udang sehingga sangat mudah didapatkan oleh semua pelaksana lapangan. Identifikasi udang menggunakan metode Chan (1998).
(2) Inventarisasi data dan informasi parameter lingkungan perairan sumberdaya udang (plankton, suhu, kedalaman air, kecerahan, salinitas, konduktivitas, pH, oksigen terlarut, kandungan nutrien dan klorofil). Pengukuran berbagai parameter perairan secara insitu bisa dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kualitas air yang umum digunakan. Dalam penelitian ini digunakan WQC YSI 85 (suhu, oksigen dan pH), turbidimeter (kekeruhan), depthmeter (kedalaman) dan refraktometer (salinitas) yang telah terkalibrasi. Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan planktonet (APHA, 2005), sedangkan konsentrasi nutrien dan klorofil diketahui dengan melakukan pengamatan di laboratorium pengujian (metode spektrofotometri) pada sampel air yang diambil (500 ml untuk nutrien, 250 ml untuk klorofil) (Gambar 5).
(3) Inventarisasi data dan informasi aktivitas perikanan (alat tangkap; armada; jumlah dan komposisi tangkapan; jumlah nelayan) dan kondisi masyarakat di sekitar badan air yang menjadi bahan dalam kriteria sosial, budaya, ekonomi. Informasi ini umumnya bisa didapatkan dari dinas perikanan kelautan setempat sehingga bisa menjadi data sekunder dan dipertajam dengan mengumpulkan data harian tangkapan nelayan berbasis enumerator (Gambar 6) serta wawancara langsung terhadap para pemangku kepentingan yang terkait (pemerintah setempat, nelayan, petambak, konsumen) berdasarkan kuisioner yang telah dibuat sebelumnya (Gambar 7).
(4) Identifikasi jenis vegetasi, luasan serta perubahan lahan mangrove dengan membandingkan karakteristik lahan peta citra. Identifikasi mangrove sebaiknya dilakukan oleh ahli ekologi yang bisa mengidentifikasi mangrove. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi mangrove, salah satunya Noor et al (2006). Penyebaran mangrove dengan pengolahan peta dilakukan oleh ahli GIS.
(5) Analisis kesesuaian perairan kawasan asuhan sebagai kawasan konservasi sumberdaya udang dilakukan dengan melakukan studi literatur parameter-paramater bioekologi yang sesuai untuk kelangsungan hidup udang dari berbagai referensi yang saat ini bisa didapatkan secara online.
(6) Penentuan jenis kawasan konservasi berdasarkan kriteria Ekologi, Sosial Budaya dan Ekonomi sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan KP No.17 tahun 2008 dan No. 2 tahun 2009. Skor diberikan pada setiap subkriteria dari Ekologi, Sosial Budaya dan Ekonomi 1 (kurang), 2 (cukup) dan 3 (baik). Masing-masing kriteria diberikan bobot 4 (Ekologi), 3 (Sosial Budaya) serta 3 (Ekonomi) (Lampiran 1. Kepentingan sub kriteria jenis kawasan konservasi perairan). Nilai-nilai yang diperoleh dituliskan dalam software aplikasi “Penentuan Jenis Kawasan Konservasi Perairan”.
(Lampiran 2. Aplikasi “Penentuan Jenis Kawasan Konservasi Perairan”) juga diilustrasikan berikut ini.
Penggunaan Aplikasi “Penentuan Jenis Kawasan Konservasi Perairan” sebagai berikut : 1. Diaktifkan terlebih dahulu Add In Analysis Tool Pack – VBA. 2. Klik options pada file excel “Penentuan Jenis Kawasan Konservasi Perairan” kemudian klik Enable this content dan klik OK 3. Setelah aplikasi dibuka, setiap kolom diisi angka sesuai dengan hasil skor dan bobot, jika tidak ada penilaian diisi angka 0, 4. Total Nilai didapatkan dengan klik Hasil pada frame Skor Hasil Survei. 5. Kriteria Jenis Kawasan Konservasi Perairan didapatkan dengan klik Hasil pada frame Kriteria Hasil.
(7) Pembagian zonasi kawasan konservasi sumberdaya udang (inti, penyangga, pemanfaatan terbatas) dan dituangkan dalam bentuk peta zonasi. Zona inti merupakan daerah dengan tingkat kerusakan mangrove terendah (kerapatan tinggi) serta tingginya potensi sumberdaya udang pada fase juvenil (siklus awal udang yang kelangsungan hidupnya bergantung pada kesehatan ekosistem mangrove). Zona penyangga ditetapkan pada daerah mangrove dengan tingkat kerusakan sedang dan masih bisa direhabilitasi dengan sumberdaya udang yang masih berlimpah. Zona pemanfataan terbatas merupakan daerah penangkapan udang dewasa.
(8) Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) berdasarkan karakteristik perairan, potensi sumberdaya, serta aspek sosial ekonomi dan budaya setempat yang didapatkan dari hasil penelitian.
(9) Sosialisasi hasil penelitian kepada para pengguna (dinas terkait, nelayan, petambak, LSM, tokoh masyarakat).
(10) Fokus grup diskusi (FGD) yang melibatkan Dinas terkait, nelayan, petambak, pemangku kebijakan, LSM, tokoh masyarakat dalam langkah penetapan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) untuk mencapai suatu kesepakatan pengelolaan Teluk Cempi.
(11) Monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dilakukan pada perencanaan, selama dan setelah penerapan teknologi, dan dari hasil monitoring dilakukan evaluasi untuk mengkaji keberhasilan ataupun kegagalan penerapan teknologinya.
3. Uraian dan jumlah kaji terap yang sudah dilakukan di beberapa daerah beserta hasilnya Penentuan calon kawasan konservasi sumberdaya udang berdasarkan teknologi ini telah dilakukan di perairan Teluk Jakarta pada tahun 2009-2010 (Nastiti et al., 2010). Penelitian ini mencalonkan kawasan asuhan udang sebagai kawasan konservasi yang terletak di kawasan timur Teluk Jakarta yaitu Muara Gerobak (05o 64’ 941” LS dan 107o 01’ 762” BT), Muara Beuting (05o 55’ 559” LS dan 107o 05’ 424” BT) dan Muara Bungin (05o 44’ 939” LS dan 107o 02’ 502” BT) dengan total luas kawasan asuhan udang sebesar 53,92 hektar.
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
1. Modifikasi teknologi penentuan calon kawasan konservasi perairan yang dilakukan di Teluk Cempi didasarkan pada kondisi karakteristik perairan (ekologi), sosial, budaya, ekonomi, pemetaan, sosialisasi dan forum diskusi kelompok (FGD), serta monitoring evaluasi dilakukan pada perencanaan, selama dan setelah penerapan teknologi.
2. Teknologi penentuan calon kawasan konservasi di Teluk Cempi yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Dompu (DKP Kabupaten Dompu, 2010), hanya berdasarkan kajian singkat saja (berdasarkan pengamatan kondisi perairan dan kegiatan nelayan/masyarakat sekitar Teluk Cempi). Modifikasi teknologi penentuan calon kawasan konservasi yang dilakukan oleh BP2KSI, memiliki keunggulan teknologi baik dalam kajian dan hasil nya. Kajian dilakukan secara time series (tahun 2011-2013) dengan hasil sebagai berikut :
a. Kondisi terkini Teluk Cempi sebagai kawasan sumberdaya udang.
Estimasi kelimpahan larva udang sebanyak 29-36.564 ind/1.000 m3
Estimasi kelimpahan juvenil sebanyak 6.480-1.297.297 ind/km2
Produksi udang sebesar 13,8 kg/trip/kapal/hari.
Perubahan luas kawasan mangrove terlihat dari berkurangnya luas mangrove Teluk Cempi pada tahun 2000 yang berjumlah 2.388,853 ha menjadi 754,12 ha pada tahun 2012 (Gambar 8a dan 8b).
b. Kesesuaian perairan Teluk Cempi sebagai kawasan konservasi Kesesuaian perairan didapatkan dari data dan informasi tentang ketersediaan dan kelimpahan sumberdaya udang pada berbagai siklus hidup beserta karakteristik perairan dimana biota tersebut hidup disesuaikan dengan kriteria karakteristik perairan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berdasarkan referensi yang telah ada. Hasil penelitian ini menjadi database mutakhir tentang karakteristik perairan Teluk Cempi beserta sumberdaya udangnya, dimana penelitian terdahulu dilakukan sebelum tahun 2002 (Arifin, 2002).
c. Diketahuinya jenis kawasan konservasi Pengkajian sebelumnya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Dompu menentukan Teluk Cempi sebagai kawasan konservasi. Melalui software aplikasi “Penentuan Jenis Kawasan Konservasi Perairan” maka mendapatkan hasil dan mengkategorikan kawasan konservasi Teluk Cempi sebagai suaka perikanan sebagai berikut.
d. Zonasi dan luasan kawasan konservasi Berdasarkan pengkajian sumberdaya udang (larva, juvenil dan udang dewasa) maka diusulkan zonasi dan luasan kawasan konservasi yang dibagi antara daerah asuhan sebagai zona inti dan penyangga serta daerah tangkap sebagai zona pemanfaatan terbatas Teluk Cempi (Gambar 9), yang dilengkapi dengan usulan langkah pengelolaan pada masingmasing zona sebagaimana berikut :
Zona inti meliputi daerah Nowa, Mbawi, sebagian Jambu (Gambar 10, warna merah) dengan luasan sekitar 3634 Ha pada posisi 8o 39.199’ LS - 118o 25.043’ BT sampai 8o 38.162’ LS - 118o 23.812’ BT.
Langkah pengelolaan kawasan konservasi untuk zona inti di Teluk Cempi yang diusulkan diantaranya :
- Menjadikan zona inti dengan semi close area system (sistem area semi tertutup), artinya menggunakan alat tangkap selain jaring seperti bubu atau pancing untuk menangkap kepiting atau ikan.
- Pelarangan penangkapan dengan bahan beracun seperti potas.
- Pelarangan pemasangan perangkap (waring) di sepanjang kawasan mangrove. - Tidak adanya alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak (tidak menambah luas tambak).
- Pembatasan kawasan dilengkapi dengan pembatas dan papan informasi.
- Rehabilitasi mangrove, dengan jarak dari tambak ke pantai minimal 400 meter.
Zona pemanfaatan terbatas (penyangga) meliputi daerah Woja dan Lara (Gambar 10, warna kuning) dengan luasan 2.996 Ha pada posisi 8o 38.603’ LS - 118o 23.686’ BT sampai 8o 37.904’ LS - 118o 21.800’ BT. Langkah pengelolaan kawasan konservasi untuk zona penyangga di Teluk Cempi :
- Kegiatan penangkapan udang dilakukan secara terbatas, yaitu hanya pada bulan April dan Mei (produksi tinggi) menghidupkan kembali kearifan lokal (awig-awig). - Pelarangan penangkapan dengan bahan beracun seperti potas.
- Pelarangan pemasangan perangkap (waring) di sepanjang kawasan mangrove.
- Alih fungsi lahan tambak tidak aktif menjadi hutan mangrove, dengan jarak minimal dari pantai ke lahan tambak sebesar 400 m.
- Merubah sistem penggunaan tambak tradisional menjadi tambak dengan sistem silvofishery.
- Pembuatan tambak baru hendaknya dilakukan dengan mengkaji potensi mangrove yang ada sebagai habitat organisme akuatik.
Zona pemanfaatan perikanan tangkap berkelanjutan meliputi daerah perairan Jala dan sebagian perairan Jambu dengan luasan 7.735 Ha. Kondisi alam Teluk Cempi menuntut para nelayan untuk membatasi waktu penangkapan pada setiap bulannya, dimana sering terjadi ombak tinggi dan cuaca buruk yang mengganggu aktivitas penangkapan nelayan di Teluk Cempi. Kondisi ini menguntungkan bagi kelangsungan hidup sumberdaya udang.
Teknologi ini
1) layak : dapat digunakan pada tipe perairan sejenis,
2) ekonomis : penetapan calon kawasan konservasi tetap mempertimbangkan kestabilan pendapatan masyarakat,
3) efisien : tidak hanya mendapatkan jenis kawasan konservasi tetapi juga bisa mengetahui zonasi dan luasan kawasan konservasi perairan yang menjadi target secara nasional.
3. Mudah diterapkan dalam sistem usaha kelautan dan perikanan secara berkelanjutan sesuai dengan daerah pengembangan (ekologi, sosial budaya, ekonomi, teknis, infrastruktur, fiskal, hukum dan kelembagaan) Teknologi penentuan calon kawasan konservasi perairan menggunakan aplikasi “Penentuan Jenis Kawasan Konservasi Perairan” mudah diterapkan oleh para pelaksana lapangan dengan memperhatikan ketentuan yang ada di dalam kriteria yang tercantum dalam SOP sehingga mendapatkan hasil yang optimal.
4. Ramah lingkungan Hasil penerapan modifikasi teknologi penentuan calon kawasan konservasi dinilai ramah lingkungan karena penerapan teknologi ini memberikan ruang dan waktu bagi sumberdaya udang untuk menyelesaikan siklus hidupnya.
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN, PENGKAJIAN, PENGEMBANGAN, PENERAPAN DAN WILAYAH/DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN :
1. Penelitian dilakukan di perairan Teluk Cempi, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2011-2013. Kegiatan penelitian, pengkajian, pengembangan dan penerapan dibagi menjadi beberapa tahapan :
Tahun 2011 : Identifikasi masalah, survei lapangan (inventarisasi data dan sumberdaya udang di kawasan mangrove Teluk Cempi serta habitatnya), penyusunan SOP kawasan konservasi Teluk Cempi
Tahun 2012 : Penentuan kesesuaian daerah asuhan sumberdaya udang, pengumpulan data tangkapan SDI dan kondisi lingkungan, pengkajian hasil tangkapan nelayan udang (data enumerator), penentuan Luasan mangrove dan pengembangan database kawasan Teluk
Tahun 2013 : Bahan penyusunan zonasi kawasan konservasi (kawasan asuhan dan tangkapan di Teluk Cempi, kawasan inti dan kawasan penyangga) dan usulan Pengelolaan Teluk Cempi berbasis masyarakat melalui FGD FGD yang disepakati para perwakilan stakeholders menghasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat meningkatkan kepedulian mereka terhadap pentingnya pengelolaan sumberdaya udang secara lestari serta menghasilkan rencana tindak lanjut yang diperlukan bagi penataan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Cempi.
2. Penerapan teknologi ini bisa dilakukan pada berbagai kawasan pesisir di Indonesia yang memenuhi persyaratan teknis.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Penerapan teknologi ini dapat berdampak negatif terhadap kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang berpotensi munculnya konflik jika belum dicapainya suatu kesepakatan tentang pemanfaatan sumberdaya ikan (karena terjadi pengurangan areal tangkapan), pembagian lahan dan kearifan lokal.
KELAYAKAN FINANSIAL
a. Penerapan teknologi kriteria penentuan kawasan konservasi di Teluk Cempi akan berdampak pada meningkatnya produksi udang di masa yang akan datang sehingga pendapatan masyarakat diharapkan juga akan bertambah. Peningkatan produksi ini akan tercapai dengan estimasi peningkatan pendapatan dengan ketentuan penting yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh stakeholders sebagai berikut :
- Rehabilitasi lahan mangrove. Jika lahan mangrove yang telah dialihgunakan (Gambar 11) saat ini ditanam kembali maka akan menambah luasan mangrove Teluk Cempi yang menjadi habitat bagi udang-udang Penaeidae untuk berlindung dan berkembang biak, dengan uraian sebagai berikut :
Estimasi peningkatan pendapatan, tidak hanya berlaku bagi sumberdaya udang, tetapi juga semua biota yang bergantung terhadap keberadaan ekosistem hutan mangrove serta perairan di sekitarnya sebagai nursery, feeding dan spawning ground. Penanaman kembali mangrove pada tambak-tambak yang aktif berdasarkan sistem silvofishery juga akan meningkatkan kesehatan tambak sehingga meminimalisir kematian biota budidaya.
- Pelarangan pemasangan perangkap pantai (beach trap) di kawasan mangrove (Gambar 12), dimana jenis alat tangkap tersebut pada kenyataanya tidak hanya menangkap ikan dan udang ukuran besar tetapi lebih banyak biota dengan ukuran kecil dan anakan. Biotabiota ini kemudian tersangkut dan mati dengan sia-sia. Jika anak-anak ikan banyak yang mati, maka jumlah ikan/udang yang menjadi dewasa pasti akan berkurang. Kondisi ini tentunya akan mengurangi produksi tangkapan serta mengganggu siklus hidup dari biota tersebut.
b. Selain dengan bertambahnya produksi, peningkatan pendapatan masyarakat juga bisa didapatkan dengan menjadikan kawasan konservasi Teluk Cempi sebagai destinasi wisata (ekowisata). Potensi ekowisata Teluk Cempi sangat tinggi dan mudah dijalankan dimana saat ini Pantai Lakey (ujung Teluk Cempi) telah dikenal masyarakat mancanegara, untuk wisata surfing.
Sumber:
Nastiti A.S., dkk, 2014. Penentuan Calon Kawasan Konservasi Sumberdaya Pesisir dan Perairan Umum (Studi Kasus : Teluk Cempi, NTB). Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar