DESKRIPSI TEKNOLOGI
Manfaat Teknologi
Tujuannya adalah untuk mendukung produksi benih abalon di hatcheri skala rumah tangga (HSRT) secara berkesinambungan; membuka lapangan usaha baru dan mata pencaharian alternatif atau sampingan tanpa harus alih profesi dari HSRT ikan laut yang sudah ada; mengurangi eksploitasi abalon di alam.
Teknologi ini bermanfaat untuk mendukung pengembangan budidaya abalon skala masal secara berkesinambungan, meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya yang bermukim di wilayah pesisir, mendukung peningkatan kegiatan ekonomi secara riil di bidang perikanan
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi
Lokasi bangunan (hatchery) terletak dekat pantai berpasir dan jauh dari pengaruh air sungai yang dapat menurunkan salinitas air dan berpotensi terjadinya pencemaran limbah; tersedia sumber air tawar untuk mencuci peralatan dan pembersihan wadah pemeliharaan dan makroalga (rumput laut); tersedia sumber energi listrik untuk menghidupkan blower dan pompa air; tersedia sarana alat transportasi untuk pengambilan rumput laut dan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk operasional.
Kisaran kualitas air yang baik dalam mendukung perbenihan abalon, yaitu: suhu 28–30 °C, salinitas 32-35 ppt, pH air 8,0–8,5, oksigen terlarut 4,5-5,5 mg/L dan intensitas cahaya 1.500 -3.500 lux.
Uraian teknologi dan cara penerapan teknologi
benih abalon akan berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh sarana yang lengkap, yaitu tersedia bak pemeliharaan induk, bak larva, ruang pemijahan, ruang dan bak kultur pakan alami, bak pendederan, sarana aerasi dan fasilitas penunjang lainnya, sehingga dihasilkan benih abalon siap tebar di laut. Kegiatan produksi benih abalon akan lebih efisien apabila dilakukan secara terpadu dengan produksi benih ikan laut di hatchery skala rumah tangga (HSRT).
Rancang Bangun Wadah Pembenihan
Wadah untuk pembenihan abalon tidak memerlukan bentuk yang spesifik, namun untuk memudahkan dalam pengelolaan sebaiknya berbentuk persegi panjang. Untuk bak pemeliharaan induk dan larva sebaiknya mempunyai ketinggian maksimal 0,7 m dengan kemiringan dasar bak <10° yang terbuat dari beton atau fiberglass.
Seleksi dan Transportasi Induk
Cara mendapatkan abalon yang baik untuk dijadikan induk, harus dilakukan seleksi induk pada saat penangkapan ataupun pada saat diperoleh dari pengumpul. Ciri–ciri induk abalon yang baik adalah sebagai berikut: Bagian tubuh utuh (cangkang dan daging tidak ada yang rusak), bila diangkat gerakannya lincah, langsung membalikkan tubuhnya apabila diletakkan secara terbalik, menempel kuat pada substrat, ukuran panjang cangkang minimum 5 cm. Pada pengangkutan abalon hidup perlu diperhatikan cara pengemasan yang benar agar abalon dapat ditransportasi dengan baik dan menghasilkan sintasan tinggi.
Pemeliharaan Induk Abalon Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan induk abalon adalah bak beton maupun bak fiberglass ukuran 200 x 80 x 50 cm yang di 3 dalamnya ditempatkan 4 buah keranjang plastik berlubang /bak dengan ukuran 40 x 60 x 40 cm dan ditambahkan potongan pipa PVC sebagai shelter atau substrat (Gambar 1). Setiap 3 keranjang diisi abalon sebanyak 15 ekor. Pakan yang digunakan untuk induk abalon adalah rumput laut jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. Pakan diberikan dengan dosis 1015%/biomassa/hari dan diberikan setiap 2 hari sekali (Gambar 2). Penyiponan untuk membersihkan kotoran dan sisa pakan dilakukan sebelum penggantian dan pemberian pakan berikutnya. Pergantian air menggunakan sistem air mengalir dengan debit air 5 – 6 liter/menit.
Pengamatan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan melihat pada bagian samping posterior menggunakan alat bantu spatula. Gonad yang sudah matang a k a n t e r l i h a t menggelembung dan tumpul pada ujung h e p a t o p a n k r e a s ( G a m b a r 3 ) . Pemeliharaan induk dan sanitasi lingkungan beberapa tahapan, y a i t u : a ) . P e m b e r s i h a n abalon dengan cara m e m i n d a h k a n keranjang yang berisi induk abalon ke bak lain yang telah diisi air, k e m u d i a n disemprot dengan air laut agar kotoran yang menempel pada tubuh abalon dan keranjang dapat terlepas; b). Pembersihan bak pemeliharaan yang dilakukan setiap minggu menggunakan sikat atau spon dan disemprot dengan air tawar.
Pemijahan Alami dan Buatan
Abalon jenis H. squamata dapat memijah secara alami atau dipijahkan secara buatan (induced spawning). Pemijahan abalon secara alami dilakukan setelah melalui proses seleksi induk jantan maupun betina yang telah matang gonad dengan rasio jantan dan betina 1 : 2. Induk abalon kemudian ditaruh dalam keranjang plastik berlubang ukuran 40x60x40 cm dan ditambahkan 3 potongan pipa PVC sebagai shelter atau substrat. Abalon jantan dan betina ditempatkan secara terpisah. Setiap keranjang diisi sebanyak 10-15 ekor induk abalon. Selanjutnya keranjang yang telah berisi induk abalon ditempatkan dalam wadah bak fiberglass ukuran 200 x 80 x 50 cm 3 dan dialiri air secara perlahan setelah sebelumnya dilakukan proses pengeringan induk (dry up) sekitar 1 jam dengan cara mengangkat keranjang yang telah berisi induk matang gonad dari dalam bak dan dibiarkan dalam kondisi tanpa air. Selanjutnya, keranjang tersebut dimasukkan kembali ke dalam bak induk dan dilakukan pengamatan pada keesokan harinya pada kolektor telur untuk memastikan terjadinya pemijahan. Pengamatan untuk mengetahui terjadinya pemijahan dilakukan dengan memeriksa kolektor telur/larva yang sudah disiapkan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa abalon dapat memijah sepanjang tahun, dengan puncak musim pemijahan sekitar bulan Agustus sampai September. Untuk proses pemijahan abalon secara buatan, dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: melakukan proses seleksi induk matang gonad baik jantan maupun betina, melakukan dry up selama 1-2 jam dengan cara menempatkan induk abalon pada wadah yang dilapisi kain handuk basah. Selanjutnya memasukkan induk abalon jantan dan betina masing-masing 5-10 ekor dalam bak volume 30 liter secara terpisah (gunakan air laut yang telah difiltrasi dengan sand filter) lalu tempatkan dalam ruangan kondisi gelap. Tahapan selanjutnya melakukan rangsangan pemijahan dengan penambahan oksigen murni melalui aerasi selama 3 jam dalam bak pemijahan, dilanjutkan dengan penambahan aerasi biasa sampai terjadi pemijahan. Setelah pemijahan dilanjutkan dengan melakukan pembuahan (fertilisasi) telur, penyiphonan dan pencucian telur sampai bersih. Setelah itu, massa telur abalon ditempatkan dalam bak inkubasi. Dengan adanya teknologi pemijahan buatan tersebut, maka permasalahan larva di luar musim pemijahan dapat diatasi.
Penanganan Telur dan Larva Abalon
Telur abalon mempunyai ukuran rata-rata diameter sebesar 185 ± 9,3 µm. Sebelum menetas menjadi larva (trokopor), telur mengalami masa embriogenesis selama 6 – 7 jam pada kondisi suhu 28,0° - 29,5°C. Trokopor yang sehat mempunyai gerakan yang lincah, berenang dan respon cepat pada cahaya dan memiliki cangkang normal. Pemanenan larva dilakukan dengan cara mengambil secara perlahan menggunakan gayung. Larva ditampung pada wadah volume 30-50 l, lalu diberi aerasi dan dilakukan penghitungan secara sampling.
Penumbuhan Diatom (pakan alami)
Diatom merupakan pakan awal yang dimanfaatkan oleh larva. Kultur diatom dilakukan dalam rangka penyediaan pakan dalam jumlah yang memadai untuk larva. Diatom yang dikultur biasanya dari jenis Nitzschia spp. dan Navicula spp. Pakan yang digunakan untuk larva abalon dari jenis diatom ini bersifat bentik atau menempel. Syarat yang dibutuhkan untuk kultur diatom adalah salinitas 32 – 35 ppt, suhu 28° - 31°C dan intensitas cahaya 700 – 2.500 lux. Pupuk yang digunakan untuk menumbuhkan diatom yaitu KNO3 : 50 g/m3 , Na2HPO4.12 H2O : 4 g/m3 , Clewat-32 : 5 g/m3 , FeCl3 : 2,5 g/m , Na2EDTA : 5 g/ m3 , dan NaSiO3 : 50 g/ m3 . Kultur diatom dilakukan pada bak fiber volume 30 l. dengan dengan kepadatan awal 800.000 – 1.200.000 sel/ml selama 3 – 4 hari. Diatom yang telah siap panen kemudian dimasukkan ke dalam bak p e m e l i h a r a a n l a r v a d a n selanjutnya setiap minggu diberikan pupuk susulan setengah d a r i d o s i s a w a l . S e l a m a penumbuhan diatom pada bak pemeliharaan diterapkan sistem air mengalir dengan debit 1 – 2 l/menit. Namun pada saat pemberian pupuk, sistem air mengalir dihentikan sementara selama 3 – 4 jam. Persiapan awal dan penumbuhan diatom pada rearing plate dilakukan 2 minggu Gambar 4. Bak pemeliharaan larva abalon H. squamata dengan sebelum penebaran larva. ”rearing plate”-nya
Produksi Benih Abalon
Pemeliharaan larva abalon H. squamata dapat dilakukan dalam bak beton yang berukuran 3 x 2 x 0,7 m3. Persiapan awal pada bak pemeliharaan larva yaitu dengan menambahkan substrat penempelan larva (rearing plate) dari bahan plastik gelombang berukuran 58 x 60 cm yang telah ditumbuhi diatom sebagai pakan larva (Gambar 4). Sebelum 2 penebaran larva, terlebih dahulu dilakukan pembersihan kembali bak dan rearing plate untuk menghilangkan organisme pengganggu seperti kopepoda, siput dan udang. Bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan sistem aerasi. Penebaran veliger dengan kepadatan 25–50 ekor/l. Kisaran kualitas air yang baik dan mendukung dalam pemeliharaan larva yaitu suhu 28°– 30°C, salinitas 32 – 35 ppt, pH air 7,9 – 8,5, Oksigen terlarut 4,5- 5,5 mg/l, intensitas cahaya 1.500 – 3.500 lux. Sistem air mengalir dengan debit air 0,5 – 1,0 l/menit mulai diterapkan pada saat memasuki hari ke-7 pemeliharaan larva. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap 10 hari sekali dengan cara mengukur panjang dan lebar cangkang. Sampling kepadatan larva abalon dilakukan pada umur 1 bulan pemeliharaan dengan cara menghitung jumlah spat yang menempel pada tiap platenya. Selama pemeliharaan larva, perlu dilakukan penambahan pakan alami diatom 2- 3 kali seminggu untuk menjaga ketersediaan pakan. Penyiponan dilakukan setiap dua hari sekali setelah diterapkan sistem air mengalir untuk menjaga kondisi lingkungan yang bersih selama pemeliharaan.
Setelah pemeliharaan larva mencapai umur satu bulan, biasanya telah diperoleh juvenil yang mencapai ukuran panjang cangkang 0,6-0,8 mm. Juvenil pada ukuran tersebut telah siap mengkonsumsi pakan makroalga dari jenis Ulva sp.. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan pemanenan selektif secara manual menggunakan spatula berukuran kecil dan pipih untuk dilakukan pendederan.
Wadah yang digunakan untuk pendederan juvenil yakni keranjang plastik berlubang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 35 x 25 x 8 cm . dengan diameter ukuran 3 lubang berkisar 2-3 mm. Keranjang disusun berhadapan dan dijepit dengan menggunakan potongan pipa pralon (Gambar 5). Wadah tersebut kemudian ditempatkan ke dalam bak beton berukuran 3 x 2 x 1 m . Apabila juvenil telah mencapai ukuran minimal 3 panjang cangkang 1 cm, pakan makroalga dapat dikombinasi dengan jenis Gracillaria sp. yang memiliki ukuran diameter thallus lebih kecil. Biasanya jenis makroalga ini mudah diperoleh pada daerah pertambakan tradisional ataupun sengaja dibudidayakan di daerah tambak/air payau. Setelah dua bulan pemeliharaan benih abalon, dilakukan penjarangan benih dalam keranjang sebesar 50% agar pertumbuhan benih lebih optimal. Pemberian pakan dilakukan dengan dosis sekitar 25 – 35 % dari berat biomas per hari. Penyiponan sebaiknya rutin dilakukan setiap hari dan dilakukan penerapan sistem air mengalir untuk menjaga kualitas air. Suhu air untuk pendederan benih abalon berkisar 28,5 – 30,5 C, o salinitas 32 – 35 ppt dan kandungan oksigen terlarut (DO) 5,0 – 5,3 ppm. Kepadatan optimal untuk pendederan benih abalon ukuran panjang cangkang (PC) 0,8-1,2 cm berkisar 400-500 ek/keranjang; Ukuran PC antara 1-2 cm berkisar 250 ek/keranjang. Pemeliharaan dilakukan hingga benih abalon mencapai ukuran PC 2 - 2,5 cm untuk selanjutnya dibesarkan di laut (Gambar 6). Pengkajian dan penerapan teknologi Ujicoba teknologi produksi benih abalon telah dilakukan sejak tahun 2011 di beberapa HSRT milik masyarakat di Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng dan pada satu hatchery kerang milik swasta di Tanjung Putus, Lampung Selatan. Selama dua bulan periode pemeliharaan, dapat dihasilkan benih abalon ukuran panjang cangkang 0,8 – 1,1 cm dengan sintasan berkisar 7-10%. Pada pemeliharaan lanjutan (pendederan) benih abalon dalam keranjang tertutup dengan sistim terapung selama 2-2,5 bulan, dapat diperoleh benih abalon dengan ukuran panjang cangkang 2,0 – 2,5 cm dengan sintasan mencapai 95 – 99%.
3. KEUNGGULAN TEKNOLOGI :
Teknologi perbenihan abalon sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat pembudidaya dan dapat dilakukan sepanjang tahun.
Produksi benih abalon tergolong efisien, ekonomis dan layak dikembangkan karena dapat diterapkan secara terintegrasi di Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) Ikan Laut sebagai alternatif usaha tambahan tanpa harus beralih profesi, sehingga dapat menambah pendapatan pembudidaya di HSRT.
Sangat ramah lingkungan karena teknologi tersebut tidak menggunakan bahan kimia/disinfektan dan hanya menggunakan mikroalga dan makroalga (Gracillaria sp. dan Ulva sp.) sebagai pakan pada proses produksi benih sehingga tidak mencemari lingkungan.
Cangkang abalon dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat perhiasan.
LOKASI PENGEMBANGAN DAN DAERAH YANG DIREKOMENDASI
Tahun 2010: Pengembangan teknologi produksi benih abalon di HSRT ikan laut di Bali Utara (Kabupaten Buleleng). Tahun 2011: Pendampingan teknologi pada stakeholder Hatchery Abalon di Pulau Tanjung Putus, Prov. Lampung. Tahun 2010-2012: Kerjasama pengembangan teknologi pembenihan abalon di BBPPBL Gondol dengan PT. Sarana Hatchery Abadi, Provinsi Sulawesi Selatan. Tahun 2012: Pendampingan teknologi Produksi Benih abalon (H. squamata) di Hatchery UNHAS Pulau Barrang Lompo, Makassar, Prov.Sulawesi Selatan dengan LSM. Tahun 2011: Pengembangan teknologi pembesaran abalon asal pembenihan pada keramba apung di Kabupaten Takalar, Prov. Sulawesi Selatan Tahun 2012: Pengembangan teknologi pembesaran benih abalon asal pembenihan pada keramba apung di Kabupaten Situbondo, Prov. Jawa Timur Wilayah rekomendasi pengembangan sebaiknya tidak jauh dari daerah sentra produksi rumput laut agar dapat sejalan dengan pengembangan budidaya pembesaran abalon, seperti di wilayah Kab. Buleleng dan pulau Nusa Penida (Bali); Kabupaten Situbondo (Jawa Timur); Kab. Takalar dan Kab. Barru (Sulawesi Selatan); Kab. Marowali dan Kab. Parigi (Sulawesi Tengah); pulau Tanjung Putus (Lampung Selatan), Prov.Gorontalo dan wilayah Kawasan Timur Indonesia pada umumnya.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan sangat kecil bagi lingkungan karena teknologi tersebut tidak menggunakan bahan kimia/disinfektan. Penggunaan mikroalga dan makroalga (Gracillaria sp. dan Ulva sp.) sebagai pakan pada proses produksi benih hingga ukuran konsumsi sehingga tidak mencemari lingkungan.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA
Untuk produksi benih abalon di HSRT dengan menggunakan 4 buah bak larva dan 2 buah bak pendederan yang dipelihara selama 4 bulan dengan sintasan benih 10% mendapatkan keuntungan :Rp. 7.108.333,-.; B/C ratio = 1,73. Biaya produksi = Rp. 651,- per ekor.
A. Biaya investasi No. Uraian Vol. Satuan Harga satuan Jumlah (Rp) Umur ekonomis (siklus) Penyusutan (Rp) 1 Bak larva uk. 2,5x2x0,7 m 4 bh 4.000.000 16.000.000 30 533.333 2 Bak filter air uk.1x1x1 m 1 bh 1.000.000 1.000.000 30 33.333 3 Bak juvenil uk. 2.5x2x0.7 m 2 bh 4.000.000 8.000.000 30 266.667 4 Blower 1 unit 3.000.000 3.000.000 15 200.000 5 Pompa air laut 1 unit 2.500.000 2.500.000 9 277.778 6 Pompa air tawar 1 unit 750.000 750.000 9 83.333 7 Generator 1 unit 1 unit 3.000.000 3.000.000 15 200.000 8 Sistim Pemipaan 1 set 5.000.000 5.000.000 30 166.667 9 Perlengkapan sistem aerasi, dll. 1 set 5.000.000 5.000.000 9 555.556 10 Rearing plate 300 lbr 25.000 7.500.000 15 500.000 JUMLAH 51.750.000 2.816.667
. Biaya variabel BV) No Uraian Vol. Satuan Harga Satuan Jumlah (Rp) 1 Larva (veliger) 150000 btr 3 450.000 2 Rumput laut 100 kg 1.500 150.000 3 Listrik (PLN) 4 bln 400.000 1.600.000 4 Pupuk (ZA, TSP, Urea, EDTA, FeCl3, Silikat) 1 pkt 500.000 500.000 5 Biaya panen 1 pkt 250.000 250.000 JUMLAH 2.950.000
C. Tenaga Kerja No. Uraian Vol. Satuan Harga Satuan Jumlah (Rp) 1 Tenaga kerja (2 Orang) X 4 bulan 8 bln 500.000 4.000.000 JUMLAH 4.000.000
D. Biaya Tetap Upah Tenaga Kerja+Biaya Penyusutan 6.816.667
E. Biaya Total Biaya Tetap + Biaya Variabel 9.766.667
F. Penerimaan Asumsi panen SR 10 % (benih uk.1,5 cm) Hasil panen benih (ekor) 15.000 Harga Jual (Rp./ekor) 1.125 Jumlah Penerimaan 16.875.000
G. Analisa Laba/Rugi Keuntungan=Penerimaan-Biaya Total 7.108.333
H. B/C Ratio Penerimaan : Biaya Total 1.73
I. PENGEMBALIAN MODAL (Siklus) Biaya Total : Keuntungan 1.37
J. BIAYA PRODUKSI (Rp/ekor) Biaya total : produksi 651 K. BREAK EVEN POINT Biaya Total 9.766.667 Biaya Tetap 6.816.667 Biaya Variabel BV) 2.950.000 Hasil Panen (Ekor) 15.000 Penerimaan 16.875.000 BV : Penerimaan 0.17 1 - (BV:Penerimaan) 0.83 BEP (Rp) 8.260.772
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI
Penggunaan komponen dalam negeri hampir mencapai 100%, karena bahan dan alat yang digunakan sebagian besar berasal dan diproduksi di dalam negeri kecuali blower, pompa dan generator.
Sumber:
Rusdi I, Susanto B, Permana I.G.N, Giri I.N.A., 2013. Teknologi Perbenihan Abalon (Haliotis squamata). Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar