Kamis, 28 Juni 2018

Inbreeding pada Budidaya Ikan

Inbreeding pada Budidaya Ikan 

Inbreeding adalah perkawinan antara individu-individu yang sekerabat yaitu berasal dari jantan dan betina yang sama induknya dan pada varietas yang sama. Inbreeding atau silang dalam akan menghasilkan individu yang homozigositas.

Kehomozigotan ini akan melemahkan individu-individunya terhadap perubahan lingkungan. Homozigositas ini berari hanya ada satu tipe alel untuk satu atau lebih lokus. Selain itu silang dalam akan menyebabkan penurunan kelangsungan hidup telur dan larva, peningkatan frekuensi ketidak normalan bentuk dan penurunan laju pertumbuhan ikan.

Silang dalam menyebabkan heterozigositas ikan berkurang dan keragaman genetik menjadi rendah. Menurut Nurhidayat (2000), lele dumbo yang berasal dari Sleman, Tulung Agung dan Bogor mempunyai stabilitas perkembangan yang rendah akibat telah mengalami tekanan silang dalam yang ditunjukkan dengan tingginya nilai fluktuasi asimetri dan adanya individu yang tidak tumbuh sirip dada dan sirip perut pada kedua sisinya (abnormal). Menurut Leary et al (1985), individu yang homozigot kurang mampu mengimbangi Keragaman lingkungan dan memproduksi energi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu fluktuasi asimetri merupakan indikator untuk mengetahui adanya silang dalam. Fluktuasi asimetri ini merupakan perubahan organ atau bagian tubuh sebelah kiri dan kanan yang menyebar normal dengan rataan mendekati nol. Selain itu individu yang mengalami tekanan silang dalam mempunyai ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang rendah.

Berdasarkan beberapa parameter pengukuran dalam menentukan apakah pada suatu populasi telah mengalami tekanan silang dalam, memperlihatkan bahwa silang dalam memberikan dampak negatif dalam budidaya ikan. Tetapi dalam program untuk memperoleh individu galur murni hanya dapat dilakukan dengan menerapkan program breeding ini.Jadi tujuan penerapan silang dalam (inbreeding) hanya bertujuan untuk memperoleh induk ikan yang mempunyai galur murni, individu galur murni mempunyai homozigositas yang tinggi. Program breeding ini merupakan program konvensional dalam memperoleh induk ikan yang galur murni.

Perkawinan antara individu-individu yang sekerabat ini yang sangat dekat kekerabatannya biasa terjadi dalam suatu populasi ikan yang sangat kecil. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya silang dalam pada program penegmbangbiakan ikan dibutuhkan suatu penerapan effective breeding number (Ne) pada ikan budidaya. Berdasarkan hasil penelitian nilai Ne untuk setiap jenis ikan berbeda, misalnya pada ikan mas nilai Nenya adalah > 50 ekor yang berarti jika para pembudidaya akan melakukan program pembenihan ikan mas dalam suatu hatchery, minimal harus mempunyai induk dengan jumlah lebih dari 25 pasang agar tidak terjadi inbreeding. Pada ikan nila, nilai Nenya adalah > 133 ekor , sedangkan pada ikan lele adalah 50 ekor.

Dalam memperoleh induk ikan yang mempunyai galur murni dapat dilakukan dengan dua metode yaitu :

1.    Closed breeding.


Closed breeding berarti perkawinan yang tertutup, yang mempunyai arti lain yaitu melakukan perkawinan yang dekat sekali kaitan kekeluargaannya misalnya anak dan tetua atau antar saudara sekandung. Perkawinan antara saudara sekandung atau antara individu-individu yang sefamili akan mengakibatkan pembagian alel- alel melalui satu atau lebih dari leluhur yang sama. Bila perkawinan individu ini terjadi maka alel-alel yang mereka dapatkan dari leluhur yang sama akan diperoleh kembali. Maka hal ini akan mengakibatkan keturunan yang dihasilkan adalah individu-individu yang homozigot dari satu atau lebih lokus. Dengan melakukan silang dalam, ferkuensi gen tidak berubah tetapi homosigositas meningkat. Menurut Tave (1986) pengaruh silang dalam terhadap frekuensi genotipe dan frekuensi alel dalam lokus dapat dilihat pada


Line breeding.


Line breeding berarti perkawinan satu jalur yaitu perkawinan keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat tertentu baik yang berasal dari nenek moyang bersama yang jantan maupun betina terhadap kostitusi genetik pada progeninya. Bentuk line breeding yang sering dilakukan adalah backcross kepada orangtuanya yang sama untuk beberapa generasi. Menurut Tave (1986) prosedur linebreeding dapat dilakukan dengan dua tipe yaitu Mild Linebreeding dan Intense Linebreeding. Untuk membedakan kedua program linebreeding ini menurut Tave (1986) dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dari hasil mild linebreeding bertujuan untuk individu A berkontribusi 53,12% pada gen individu K, sedangkan pada intense linebreeding individu A berkontribusi 93,75% pada gen individu G.




Tabel 4.2. Pengaruh silang dalam terhadap frekuensi genotipe dan frekuensi alel dalam lokus. Perkawinan setiap generasi : AA X AA; Aa X Aa; aa X aa (Tave, 1986)


Generasi

Frekuensi genotipe
Frekuensi Alel


f(AA)
f(Aa)
f (aa)
f(A)
f(a)




P1
0,25
0,5
0,25
0,5
0,5

F1
0,375
0,25
0,375
0,5
0,5

F2
0,4375
0,125
0,4375
0,5
0,5

F3
0,46875
0,0625
0,46875
0,5
0,5

F4
0,48437
0,3125
0,48437
0,5
0,5

F5
0,49218
0,15625
0,49218
0,5
0,5

F6
0,49609
0,007812
0,49609
0,5
0,5

F7
0,49804
0,003906
0,49804
0,5
0,5

F8
0,49902
0,001953
0,49902
0,5
0,5

F9
0,49951
0,000976
0,49951
0,5
0,5

Fn
0,5
0,0
0,5
0,5
0,5











Mild Linebreeding                                                                                           Intense Linebreeding

A                                      X    B                                                                                  A  X  B

Ä»                                                                                                                                                           Ä»

C  X                                             D                                                                    A    X  C

Ä»                                                                                                                                                    Ä»

E                                                  X    G                                                     A  X  D

Ä»                                                                                                                                             Ä»

H                                                        X    I                                         A  X  E

Ä»                                                                                                                                       Ä»

A                                                             X     J                                      G

Ä»

K

Gambar Diagram skematik perkawinan dua tipe linebreeding yaitu mildline breeding dan intense line breeding (Tave, 1986). 



Seks Reversal pada Pengembangbiakan Ikan

Seks reversal pada Pengembangbiakan Ikan

Seks reversal (monosex) adalah suatu teknologi yang membalikan arah perkembangan kelamin menjadi berlawanan. Cara ini dilakukan pada waktu menetas gonad ikan belum berdiferensiasi secara jelas menjadi jantan atau betina tanpa merubah genotipenya. Tujuan dari penerapan sek reversal adalah menghasilkan populasi monoseks (tunggal kelamin), yang sangat bermanfaat dalam : 
1.    Mendapatkan ikan dengan pertumbuhan yang cepat
Pada beberapa jenis ikan konsumsi ada beberapa jenis ikan dimana pertumbuhan ikan jantan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat daripada ikan betina, misalnya ikan nila jantan mempunyai pertumbuhan lebih cepat pada ikan bentina, tetapi pada jenis ikan lainnya yaitu ikan mas pertumbuhan ikan betinanya justru lebih cepat dibandingkan dengan ikan jantan. Pada kelompok udang-udangan khususnya lobster untuk yang berjenis kelamin jantan mempunyai pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan betina. Oleh karena itu bagi para pembudidaya yang akan memelihara jenis ikan tersebut dengan menggunakan populasi tunggal kelamin akan lebih menguntungkan dibandingkan jika memelihara ikan dengan populasi dua kelamin, selain itu waktu yang dibutuhkan untuk memelihara ikan tersebut lebih cepat sehingga terjadi efisiensi biaya produksi dan keuntungan akan meningkat.

2.    Mencegah pemijahan liar

Dalam kegiatan budidaya ikan jika memelihara ikan jantan dan betina dalam satu wadah budidaya maka tidak menutup kemungkinan ikan tersebut pada saat matang gonad akan melakukan pemijahan yang tidak diinginkan pada beberapa jenis ikan yang memijahnya sepanjang masa, seperti ikan nila, ikan mas.

3.    Mendapatkan penampilan yang baik
Ikan yang dinikamati keindahan warna tubuhnya adalah ikan hias, hampir semua jenis ikan hias yang berkelamin jantan mempunyai warna tubuh yang lebih indah dibandingkan dengan ikan bentinanya. Oleh karena itu jika yang dipelihara pada ikan hias adalah ikan jantan maka akan diperoleh hasil yang lebih menguntungkan karena nilai jualnya lebih mahal.

4.    Menunjang genetika ikan yaitu teknik pemurnian ras ikan Pada kegiatan rekayasa genetika misalnya ginogenesi akan diperoleh induk ikan yang mempunyai galur murni. Induk ikan yang galur murni ini akan mempunyai gen yang homozigot sehingga untuk melakukan perkawinan pada induk yang homozigot tanpa mempengaruhi karakter jenis kelamin ikan tersebut dilakukan aplikasi seks reversal pada induk galur murni sehingga pemurnian gen itu masih tetap bertahan.

Teknologi seks reversal dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu :

1.    Terapi hormon yaitu dengan menggunakan hormon steroid
2.    Rekayasa kromosom

Teknologi seks reversal dengan rekayasa kromosom akan dibahas pada bab IX secara detail pada subbab ini akan dibahas teknologi seks reversal dengan menggunakan terapi hormon. Menurut Koolman & Rohm (2001) hormon adalah bahan kimia pembawa sinyal yang dibentuk dalam sel-sel khusus pada kelenjar endokrin. Hormon disekresikan ke dalam darah kemudian disalurkan ke organ-organ yang menjalankan fungsi-fungsi regulasi tertentu secara fisiologik dan biokimia. Sel-sel sasaran pada organ sasaran memiliki reseptor yang dapatmengikat hormon, sehingga informasi yang diperoleh dapat diteruskan ke sel-sel akhirnya menghasilkan suatu respon. Pesan hormon disampaikan pada sel-sel sasaran menurut dua prinsip yang berbeda. Hormon lipofilik masuk kedalam sel dan bekerja pada inti sel, sedangkan hormone hidrofilik bekerja pada membran sel.

Teknik sex reversal mulai dikenal tahun 1937 ketika estradiol 17E disintesis untuk pertama kalinya. Dalam perjalanannya teknik sex reversal telah mengalami beberapa perbaikan berawal dari perlakuan sex reversal yang baik dilakukan pada saat beberapa hari setelah menetas, yaitu sebelum gonad berdiferensiasi, terus berkembang hingga penerapanyang dilakukan pada induk yang sedang bunting. Teknik sex reversal berbeda dengan hermaprodit, pada ikan hermaprodit setelah melewati rentang waktu tertentu, gonad secara alamiah akan berubah menjadi jenis kelamin yang berlawanan, fungsi hormon hanya mempercepat proses perubahan tersebut. Sedangkan pada teknik sex reversal perubahan jenis kelamin ikan sangat dipaksakan dengan membelokkan perkembangan gonad menjadi jantan atau betina dengan proses penjantanan (maskulinisasi) atau pembetinaan dengan (feminisasi).

Berdasarkan tipe reproduksinya, ikan dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu : 1.  Gonokhorisme    (gonochorism), yaitu memiliki jenis kelamin yang terpisah
2.    Hermaprodit (hermaphroditism), yaitu kedua jenis kelamin berada pada individu yang sama.

3.    Uniseksualitas(unizexuality), yaitu spesies yang semua individunya betina

Ekspresi atau perwujudan seks bergantung pada dua proses, yaitu determinasi seks dan diferensiasi seks. Determinasi seks bertaggung jawab pada seks genetik (seks genotipe), sedangkan diferensiasi seks bertanggung jawab pada perkembangan yang nyata dari kedua jenis gonad (seks genotipe), yaitu jantan dan betina. Kedua proses tersebut secara bersama-sama bertanggung jawab pada timbulnya dua kemungkinan morfologi, fungsional, serta perilaku pada individu jantan dan betina.

Penentu seks merupakan sejumlah unsur genetik yang bertanggung jawab terhadap keberadaan gonad, atau sekumpulan gen yang bertanggungjawab terhadap pembentukan gonad. Terdapat tiga model penentu seks yang dapat diterapkan pada ikan, yaitu :

x      Kromosom,   yang   merupakan

Pewarisanseksatau heterokromosom. Sistem kromosom determinasi seks betina atau jantan XX/XY.

x     Penentu seks poligenik (polifaktorial) adalah suatu sistem penentuan seks dimana terdapat gen penentu seks jantan dan betina epistatik (superior) yang berada pada autosom maupun heterokromosom.
x      Penentu seks oleh lingkungan, melibatkan interaksi antar genotipe dan lingkungan, terutama suhu media selama perkembangan larva.

Proses diferensiasi seks adalah suatu proses perkembangan gonad ikan menjadi suatu jaringan yang definitif (pasti), yang terjadi terlebih dahulu pada betina dan kemudian baru terjadi pada jantan. Gonad ikan pada saat baru menetas masih berupa benang yang sangat halus dan belum berdiferensiasi menjadi jantan atau betina. Proses diferensiasi seks pada betina ditandai dengan meiosis oogonia dan/atau perbanyakan sel-sel somatik membentuk rongga ovari, sebaliknya pada diferensiasi seks pada jantan ditandai dengan muculnya spermatoonia serta pembentukan sistem vaskular pada testis.

Hormon steroid secara alamiah terlibat dalam proses diferensiasi seks. Upaya pengontrolan proses diferensiasi seks dilakukan dengan pemberian steroid seks dari luar tubuh (eksogenous) pada ikan yang belum berdiferensiasi. Ikan-ikan hasil sex reversal pada umumnya mengalami perubahan kelamin yang bersifat permanen dan berfungsi normal. Pemberian steroid seks sebaiknya diberikan sebelum muncul tanda-tanda diferensiasi gonad dengan menggunakan hormon estrogen atau androgen. Jenis-jenis hormon steroid yang dapat digunakan dalam terapi hormon antara lain adalah :

1.    Estrogen (hormon betina) : Estradiol-17 È•, esteron, estriol atau ethynil estradiol. Hormon ini memberikan efek perubahan dari jantan menjadi betina (feminisasi).

2.    Androgen (hormon jantan) : Testoteron, 17 Ä®-Methyl Testo-teron, androstendion. Hormon ini memberikan efek perubahan dari betina menjadi jantan (maskulinisasi).

Pada sex reversal terkadang terjadi penyimpangan ekstrim yang dialami, hal ini dapat terjadi karena pada beberapa jenis ikan (lele amerika) terdapat suatu zat yang menyerupai enzim aromaterase sehingga hormon 17D metiltestosteron yang masuk ke dalam tubuh terlebih dahulu dikonversi menjadi estradiol 17E dan berfungsi sebagai hormon sehingga terjadi penyimpangan hingga 100%.

Dalam penerapan sex reversal dengan menggunakan terapi hormon dapat diberikan beberapa cara yang didasarkan pada efektifitas, efisiensi, kemungkinan polusi dan biaya. Cara pemberian hormone dalam teknologi seks reversal dapat dilakukan dengan beberapa cara antara alin adalah :

1.    Oral
Metoda oral adalah metode pemberian hormon melalui mulut yang dapat dilakukan dengan pemberian pakan alami maupun pakan butan. Pada pakan buatan, hormon dilarutkan dalam pelarut polar seperti alkohol. Cara yang dilakukan adalah dengan mencampur hormon 17 

metyltestoesteron secara merata dengan pakan dengan dosis disesuaikan jenis ikan yang akan diaplikasikan. Pemberian hormon pada pakan alami dapat dilakukan dengan teknik bioenkapsulasi.

Selanjutnya Anonim, (2001), mengatakan bahwa berdasarkan penelitian sampai saat ini teknik penghormonan melalui oral paling banyak digunakan para pembudidaya ikan karena hasil yang diperoleh lebih dari 95 sampai 100% bila dibandingkan dengan perendaman yang menghasilkan 70 – 80%. Dengan pencampuran hormon pada pakan juga sangat efisien dalam pemakaian dosis hormon dan kemudahan memperoleh pakan ikan. Sedangkan kelemahan metoda oral ini adalah pada awal pemberian pakan, larva perlu menyesuaikan jenis pakan buatan sehingga apabila pakan tidak segera dimakan maka kemungkinan besar hormon akan tercuci kedalam media budidaya.

Menurut Muhammmad Zairin Jr. (2002), pemberian akriflavin dengan dosis 15 mg/kg pakan dengan frekwensi pemberian pakan 3 – 4 kali sehari menghasilkan 89% ikan jantan dengan survival rate 88%.

Prinsip kerja pencampuran hormon pada pakan yakni hormon dilarutkan dan diencerkan dalam alkohol.

Kemudian larutan hormon dicampurkan dengan pakan buatan berupa pellet serbuk dengan cara menyemprotkan larutan hormon secara merata kepermukaan pakan dengan menggunakan sprayer. Setelah tercampur dengan merata, pakan dibiarkan di udara terbuka di tempat yang tidak terkena sinar matahari (di angin-anginkan) agar alkohol dapat menguap. Selanjutnya pakan yang telah tercamput hormon dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan di simpan di dalam lemari pendingin

2.    Perendaman (dipping/bathing) Metoda perendaman (dipping), yaitu dengan cara merendamkan larva ikan ke dalam larutan air yang mengandung 17 Ä® metyltestoesteron dengan dosis 1,0 gram/liter air. Metode ini dapat diaplikasikan pada embrio, dan pada larva ikan yang masih belum mengalami diferensiasi jenis kelamin (sex), dan lama perendaman tergantung dosis hormon yang diaplikasikan, dimana semakin banyak dosis hormon maka semakin singkat waktu perendaman dan demikian juga sebaliknya.

Perendaman yang dilakukan pada fase embrio dilakukan pada saat fase bintik mata mulai terbentuk, karena dinggap embrio telah kuat dalam menerima perlakuan. Kelemahan cara ini adalah obat atau hormone terlau jauh mengenai target gonad, namun lebih hemat pada penggunaanhormone.

Perendaman juga dapatdilakukan pada umur larva yang telah habis kuning telurnya, karena ada anggapan pada stadia ini gonad masih berada pada fase labil sehingga mudah dipengaruhi oleh rangsangan luar. Kelemahannya adalah efektifitas hormone berkurang karena jauh mengenai target gonad. Larva yang dipergunakan dalam penerapan teknologi sex reversal ini adalah larva yang berumur antara 5 – 10 hari setelah menetas atau pada saat tersebut panjang total larva berkisar antara 9,0 sampai 13 mm , dimana ikan dengan umur serta ukuran seperti tersebut di atas secara morfologis masih belum mengalami diferensiasi kelamin.(Anonim, 2001).

Perendaman induk betina yang sedang bunting juga merupakan salah satu alternative pada metode dipping namun harus dipertimbangkan efektifitas dan efesiensinya sehingga induk yang direndam sebaiknya induk-induk yang berukuran kecil.

3.    Suntikan/implantasi

Metode suntikan atau implantasi ini biasanya hanya dapat dilakukan pada ikan yang berukuran dewasa. Proses penyuntikan dilakukan pada bagian punggung ikan dengan dosis yang disesuaikan dengan jenis dan ukuran ikan.

Perlu diperhatikan bahwa pengubahan jantanisasi (maskulinisasi) kadang- kadang menunjukkan penyimpangan seperti ditemukan individu yang memiliki bakal testis dan sekaligus bakal ovari. Selain itu mungkin saja dijumpai individu yang steril/abnormal karena gonadnya tidak dapat berkembang. Hal ini biasanya berhubungan dengan kesesuaian dosis yang diberikan. Menurut Zairin Jr (2002) Secara umum dosis yang terlalu tinggi akan mendorong sterilitas dan dosis yang terlalu rendah akan mendorong sex reversal yang tidak sempurna sehingga bakal testis dan ovari dapat dijumpai pada saat bersamaan.

Setelah dilakukan aplikasi teknologi seks reversal pada individu ikan, maka harus dilakukan uji progeni. Uji progeni ini untuk menentukan apakah ikan yang telah ditreatment tersebut sudah berubah kelamin. Terdapat dua metode yang digunakan dalam identifikasi jenis kelamin, antara lain adalah :

1.    Metode asetokarmin
Identifikasi gonad dengan metode asetokarmin dilakukan hanya untuk keperluan penelitian, karena ikan harus dimatikan terlebih dahulu untuk diambil gonadnya. Asetokarmin adalah larutan pewarna yang digunakan untuk mewarnai jaringan gonad. Larutan ini dibuat dengan cara melautkan 0,6 g bubuk karmin didalam 100 ml asam asetat 45%. Larutan dididihkan selama 2 – 4 menit kemudian didinginkan, kemudian disaring dengan kertas saring dan disimpan dalam botol yang tertutup rapat pada suhu ruang.

Pemeriksaan gonad dilakukan dengan cara membedah ikan terlebih dahulu yang kemudian diambil gonadnya secara hati-hati. Gonad yang sudah terambil diletakkan pada gelas objek dan diberi larutan asetokarmin 2 – 3 tetes, kemudian dicincang dengan pisau skalpel sampai halus, lalu tutup dengan gelas penutup dan siap diamati di bawah mikroskop.


2.    Metode morfologi

Identifikasi kelamin dengan pengamatan morfologi adalah cara terhemat karena tidak harus mematikan ikan yang akan diamati. Cara ini apat dilakukan pada ikan-ikan yang memiliki dimorfisme seksual yang jelas antara jantan dan betina.

Aplikasi seks reversal telah berhasil dilakukan pada beberapa jenis ikan berdasarkan hasil penelitian antara lain adalah :

1.    Ikan hias : ikan guppy, cupang, tetra kongo dan rainbow trout dengan menggunakan metode perendaman embrio untuk ikan cupang dan tetra kongo, perendaman induk untuk ikan guppy, perendaman larva untuk rainbow dan pemberian pakan.

2.    Ikan konsumsi : nila dan mas, dengan perendaman embrio, larva dan pemberian pakan.

Langkah awal dalam melakukan seks reversal adalah menyiapkan wadah yang akan digunakan. Wadah yang dapat digunakan untuk melakukan teknik sex reversal antara lain adalah akuarium, bak fiber, bak semen, bak plastik. Wadah untuk teknik sex reversal dapat dikelompokan berdasarkan kebutuhan dan jenis metode yang akan digunakan. Wadah-wadah yang digunakan yang mendasar adalah wadah pemeliharaan induk dapat berupa kolam semen atau bak-bak plastik, wadah perlakuan yang berupa akuarium dengan ukuran yang menyesuaikan dengan kepadatan ikan yang akan diberi perlakuan, dan wadah pemeliharaan larva.

Peralatan yang digunakan pada teknik sex reversal adalah peralatan lapangan pemeliharaan ikan yang berupa seser, selang sipon, aerator, selang aerasi, dan batu aerasi. Peralatan yang akan digunakan sebaiknya disanitasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan desinfektan atau sabun cuci untuk menghindari ikan yang akan dipelihara dari hama penyakit yang kemungkinan terbawa pada wadah. Selain peralatan lapangan, untuk melakukan teknik sex reversal juga diperlukan peralatan dalam perlakuan melalui pakan yaitu, baskom yang digunakan sebagai wadah dalam pembuatan ramuan pakan, sendok kayu digunakan untuk mengaduk dan meratakan larutan hormon, hand sprayer digunakan untuk menyemprotkan larutan hormon dalam pakan, spuit suntik sebagai alat untuk mengambil larutan hormon dan botol gelas yang berwarna gelap sebagai wadah pelarutan hormon dengan alcohol.


Sedangkan peralatan yang diperlukan pada perlakuan melalui rendaman antara lain, baskom plastik sebagai wadah perendaman induk atau larva, aerator sebagai penyuplai udara, spuit suntik sebagai alat untuk mengambil larutan hormon dan botol gelas yang berwarna gelap sebagai wadah pelarutan hormon dengan alcohol

Bahan-bahan yang harus disediakan antara lain hormon 17D metiltestosteron atau estradiol 17E sesuai dengan kebutuhan dan tujuan sex reversal, alcohol sebagai pelarut hormon, pakan alami atau buatan (bila melalui metode oral) dan air bersih yang telah diendapkan selama 12 – 24 jam sebagai media perendaman (bila menggunakan metode dipping)

Pembuatan pakan berhormon Dalam aplikasi seks reversal dengan metode oral melalui pemberian pakan berhormon maka dosis hormon yang digunakan akan sangat spesifik untuk jenis ikan tertentu. Dalam prosedur ini akan dibuat pakan berhormon untuk jenis ikan nila. Adapun prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1.               Tangkaplah larva ikan yang akan diberikan perlakuan dari kolam/bak pemijahan

2.    Pilihlah larva yang masih berumur di bawah 10 hari dengan melihat kriteria yang sesuai dengan ciri-ciri yang sudah ditentukan.


Timbanglah biomassa larva yang akan diberi perlakuan penghormonan yaitu dengan cara mengambil dan menimbang Beberapa sampel               untuk Kemudian hasil  penimbangan sampel dibagi dengan jumlah rata-rata larva sampel untuk mendapatkan berat rata-rata larva, selanjutnya hgitunglah jumlah pupulasi larva lalu dikalikan dengan berat rata-rata larva untuk mendapatkan berat total larva.

4.   Timbanglah pakan yang dibutuhkan untuk larva sesuai dengan dosis yang sudah ditentukan (Feeding rate 30 – 40% per bobot biomassa/hari) dikalikan selama 10 hari pemberian pakan.

5.   Siapkanlah larutan alkohol dengan konsentrasi 70% sesuai dengan kebutuhan.

6.    Siapkanlah hormon yang akan digunakan sesuai kebutuhan. Misalnya jumlah kebutuhan pakan 250 gram, dosis penghormonan 40 mg/kg pakan,

maka timbanglah hormon sebanyak 10 mg.

7.    Larutkanlah hormon tadi ke dalam alkohol tersebut sebanyak 10 ml ( 1mg/ml), lalu simpan dalam botol berwarna gelap (tidak bening).

8.    Campurlah larutan hormon dengan pakan dengan cara menggunakan hand sprayer disemprotkan secara merata

pada pakan. Untuk menghilangkan alkohol angin-anginkanlah pakan tersebut sampai bau alkoholnya sudah tidak menyengat lagi.

9.    Simpanlah hormon yang sudah dianginkan pada kantong plastik yang berwarna gelap dengan ditutp rapat-rapat baik sebelum maupun sesudah dipakan, atau dapat juga disimpan dalam reprigrator (+ 4o C)
10.  Diskusikan secara berkelompok tentang prosedur pembuatan pakan berhormon


Pembuatan larutan perendaman

Aplikasi seks reversal pada ikan guppy bertujuan untuk menghasilkan ikan berjenis kelamin jantan. Pada ikan guppy jenis kelamin jantan mempunyai warna dan bentuk tubuh yang lebih indah dibandingkan dengan ikan betina. Teknik seks reversal pada ikan guppy dapat dilakukan dengan dua metode yaitu perendaman induk dan pemberian pakan berhormon. Pada metode perendaman, dosis yang digunakan adalah 2 mg/l air dan lama perendaman selama 12 jam sampai 24 jam pada induk ikan yang sedang bunting dan memberikan hasil 100% jantan. Sedangkan dengan metode pemberian pakan dengan dosis 400 mg/l dengan lama perlakuan 10 hari hanya menghasilkan 58% jantan (Zairin, 2002). Adapun prosedur pembuatan larutan perendaman adalah sebagai berikut :

1.    Siapkan alat dan bahan yang akan diperlukan

2.    Buatlah larutan hormon dengan cara timbang hormon sebanyak 20 mg dan masukkan dalam tabung polietilen dan tambhakan 0,5 ml larutan alkohol 70%. Tutup dan kocok sampai hormon larut, kemudian tuangkan hormon kedalam wadah berisi 10 liter air pemeliharaan , beri aerasi dan siap untuk digunakan.

Pilihlah induk ikan guppy yang sedang bunting dengan melihat bentuk tubuhnya dan pilihlah induk yang akan melahirkan 8 hari kemudian sebanyak 50 ekor. Ikan guppy biasanya mengalami masa bunting selama 40 hari.
Masukkan induk tersebut kedalam larutan hormon dan rendam selama 24 jam.

5.    Pindahkan induk ikan guppy yang telah direndam ke dalam akuarium dan amati proses kelahiran anak dan hitung jumlah anak yang dihasilkan

6.    peliharalah anak yang dihasilkan sampai berumur 2-3 bulan dan diidentifikasi jenis kelaminnya secara morfologis dan histologis.

Penerapan seks reversal yang telah dilakukan penelitian oleh beberapa peneliti yang telah disusun dalam Zairin (2002) sangat berbeda untuk jenis ikan tentang dosis dan hasil yang diperoleh antara lain adalah :

x      Ikan mas : 100 mg/kg pakan selama 36 hari pada larva 8 – 63 hari, pada suhu 20 – 25 oC, menghasilkan 71 – 90% betina
x      Ikan mas : 100 mg/kg pakan selama 36 hari, pakan berhormon-cacing-pakan berhormon, menghasilkan 97% betina

x      Ikan nila 10 – 60 mg /kg pakan, selama 10 – 15 hari, umur 21-28 hari, hasilnya 95-100% jantan

x      Ikan guppy, 400 mg mt/kg pakan, selama 10-15 hari pada betina bunting, hasil 70% jantan

x      Ikan guppy, 1-2 mg/liter media selama 24 jam pada betina bunting, hasil 100% jantan

x      Congo tetra fase bintik mata, 25 mg/liter media selama 8 jam, hasil 89% jantan

x      Betta splendens/cupang fase bintik mata, 20 mg/liter media selama 8 jam, hasil 85% jantan


Keberhasilan teknik sex reversal dapat diketahui melalui beberapa parameter antara lain :

a.        Daya tetas telur atau kualitas larva yang dihasilkan


Jumlah telur yang menetas
Perhitungan daya tetas telur =

x 100%


Jumlah telur awal

b.        Derajat kelangsungan hidup larva yang dihitung setelah beberapa hari

pemeliharan
Jumlah larva yang hidup

Derajat kelangsungan hidup =

x 100%


Jumlah larva awal
c.        Nisbah kelamin, perbandingan jenis kelamin yang dihasilkan. Hal ini dapat dihitung setelah 2-3 bulan pemeliharaan larva.

perhitungan nisbah kelamin untuk mengetahui keberhasilan teknik sex reversal dengan rumus :



jumlah individu jantan
% jantan
=


x 100%



jumlah individu total


jumlah individu betina
% betina
=


x 100%




jumlah individu total