Budidaya Ikan, Penangkapan Ikan, Pengolahan Ikan, Peraturan Hukum Perikanan
Jumat, 29 Juni 2018
Kamis, 28 Juni 2018
Inbreeding pada Budidaya Ikan
Inbreeding pada Budidaya Ikan
Inbreeding adalah
perkawinan antara individu-individu yang sekerabat yaitu berasal dari jantan
dan betina yang sama induknya dan pada varietas yang sama. Inbreeding atau
silang dalam akan menghasilkan individu yang homozigositas.
Kehomozigotan ini akan melemahkan
individu-individunya terhadap perubahan lingkungan. Homozigositas ini berari
hanya ada satu tipe alel untuk satu atau lebih lokus. Selain itu silang dalam
akan menyebabkan penurunan kelangsungan hidup telur dan larva, peningkatan frekuensi
ketidak normalan bentuk dan penurunan laju pertumbuhan ikan.
Silang dalam menyebabkan
heterozigositas ikan berkurang dan keragaman genetik menjadi rendah. Menurut
Nurhidayat (2000), lele dumbo yang berasal dari Sleman, Tulung Agung dan Bogor
mempunyai stabilitas perkembangan yang rendah akibat telah mengalami tekanan
silang dalam yang ditunjukkan dengan tingginya nilai fluktuasi asimetri dan
adanya individu yang tidak tumbuh sirip dada dan sirip perut pada kedua sisinya
(abnormal). Menurut Leary et al (1985), individu yang
homozigot kurang mampu mengimbangi Keragaman lingkungan dan memproduksi energi untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu fluktuasi asimetri merupakan
indikator untuk mengetahui adanya silang dalam. Fluktuasi asimetri ini
merupakan perubahan organ atau bagian tubuh sebelah kiri dan kanan yang
menyebar normal dengan rataan mendekati nol. Selain itu individu yang mengalami
tekanan silang dalam mempunyai ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang
rendah.
Berdasarkan beberapa
parameter pengukuran dalam menentukan apakah pada suatu populasi telah
mengalami tekanan silang dalam, memperlihatkan bahwa silang dalam memberikan
dampak negatif dalam budidaya ikan. Tetapi dalam program untuk memperoleh
individu galur murni hanya dapat dilakukan dengan menerapkan program breeding
ini.Jadi tujuan penerapan silang dalam (inbreeding) hanya bertujuan untuk
memperoleh induk ikan yang mempunyai galur murni, individu galur murni
mempunyai homozigositas yang tinggi. Program breeding ini merupakan program
konvensional dalam memperoleh induk ikan yang galur murni.
Perkawinan antara
individu-individu yang sekerabat ini yang sangat dekat kekerabatannya biasa
terjadi dalam suatu populasi ikan yang sangat kecil. Oleh karena itu untuk
menghindari terjadinya silang dalam pada program penegmbangbiakan ikan dibutuhkan suatu penerapan
effective breeding number (Ne) pada ikan budidaya. Berdasarkan hasil penelitian
nilai Ne untuk setiap jenis ikan berbeda, misalnya pada ikan mas nilai Nenya
adalah > 50 ekor yang berarti jika para pembudidaya akan melakukan program
pembenihan ikan mas dalam suatu hatchery, minimal harus mempunyai induk dengan
jumlah lebih dari 25 pasang agar tidak terjadi inbreeding. Pada ikan nila,
nilai Nenya adalah > 133 ekor , sedangkan pada ikan lele adalah 50 ekor.
Dalam memperoleh induk ikan
yang mempunyai galur murni dapat dilakukan dengan dua metode yaitu :
1. Closed
breeding.
Closed breeding berarti perkawinan yang
tertutup, yang mempunyai arti lain yaitu melakukan perkawinan yang dekat sekali
kaitan kekeluargaannya misalnya anak dan tetua atau antar saudara sekandung.
Perkawinan antara saudara sekandung atau antara individu-individu yang sefamili
akan mengakibatkan pembagian alel- alel melalui satu atau lebih dari leluhur
yang sama. Bila perkawinan individu ini terjadi maka alel-alel yang mereka
dapatkan dari leluhur yang sama akan diperoleh kembali. Maka hal ini akan
mengakibatkan keturunan yang dihasilkan adalah individu-individu yang homozigot
dari satu atau lebih lokus. Dengan melakukan silang dalam, ferkuensi gen tidak
berubah tetapi homosigositas meningkat. Menurut Tave (1986) pengaruh silang dalam terhadap
frekuensi genotipe dan frekuensi alel dalam lokus dapat dilihat pada
Line breeding.
Line breeding berarti perkawinan satu jalur
yaitu perkawinan keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat
tertentu baik yang berasal dari nenek moyang bersama yang jantan maupun betina
terhadap kostitusi genetik pada progeninya. Bentuk line breeding yang sering
dilakukan adalah backcross kepada orangtuanya yang sama untuk beberapa generasi.
Menurut Tave (1986) prosedur linebreeding dapat dilakukan dengan dua tipe yaitu
Mild Linebreeding dan Intense Linebreeding. Untuk
membedakan kedua program linebreeding ini menurut Tave (1986) dapat dilihat
pada Gambar 4.1. Dari hasil mild linebreeding bertujuan untuk individu A
berkontribusi 53,12% pada gen individu K, sedangkan pada intense linebreeding
individu A berkontribusi 93,75% pada gen individu G.
Tabel 4.2. Pengaruh silang
dalam terhadap frekuensi genotipe dan frekuensi alel dalam lokus. Perkawinan
setiap generasi : AA X AA; Aa X Aa; aa X aa (Tave, 1986)
Generasi
|
Frekuensi genotipe
|
Frekuensi Alel
|
|||||
f(AA)
|
f(Aa)
|
f (aa)
|
f(A)
|
f(a)
|
|||
P1
|
0,25
|
0,5
|
0,25
|
0,5
|
0,5
|
||
F1
|
0,375
|
0,25
|
0,375
|
0,5
|
0,5
|
||
F2
|
0,4375
|
0,125
|
0,4375
|
0,5
|
0,5
|
||
F3
|
0,46875
|
0,0625
|
0,46875
|
0,5
|
0,5
|
||
F4
|
0,48437
|
0,3125
|
0,48437
|
0,5
|
0,5
|
||
F5
|
0,49218
|
0,15625
|
0,49218
|
0,5
|
0,5
|
||
F6
|
0,49609
|
0,007812
|
0,49609
|
0,5
|
0,5
|
||
F7
|
0,49804
|
0,003906
|
0,49804
|
0,5
|
0,5
|
||
F8
|
0,49902
|
0,001953
|
0,49902
|
0,5
|
0,5
|
||
F9
|
0,49951
|
0,000976
|
0,49951
|
0,5
|
0,5
|
||
Fn
|
0,5
|
0,0
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
||
Mild Linebreeding Intense
Linebreeding
A X B A X B
Ä» Ä»
C X D A X C
Ä» Ä»
E X G A X D
Ä» Ä»
H X I A X E
Ä» Ä»
A X J G
Ä»
K
Gambar Diagram skematik perkawinan
dua tipe linebreeding yaitu mildline breeding dan intense line breeding (Tave,
1986).
Seks Reversal pada Pengembangbiakan Ikan
Seks
reversal pada Pengembangbiakan Ikan
Seks reversal (monosex) adalah suatu teknologi
yang membalikan arah perkembangan kelamin menjadi berlawanan. Cara ini
dilakukan pada waktu menetas gonad ikan belum berdiferensiasi secara jelas
menjadi jantan atau betina tanpa merubah genotipenya. Tujuan dari penerapan sek
reversal adalah menghasilkan populasi monoseks
(tunggal kelamin), yang sangat bermanfaat dalam :
1. Mendapatkan ikan dengan
pertumbuhan yang cepat
Pada beberapa jenis ikan konsumsi ada beberapa
jenis ikan dimana pertumbuhan ikan jantan mempunyai pertumbuhan yang lebih
cepat daripada ikan betina, misalnya ikan nila jantan mempunyai pertumbuhan
lebih cepat pada ikan bentina, tetapi pada jenis ikan lainnya yaitu ikan mas
pertumbuhan ikan betinanya justru lebih cepat dibandingkan dengan ikan jantan.
Pada kelompok udang-udangan khususnya lobster untuk yang berjenis kelamin
jantan mempunyai pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan betina. Oleh
karena itu bagi para pembudidaya yang akan memelihara jenis ikan tersebut
dengan menggunakan populasi tunggal kelamin akan lebih menguntungkan
dibandingkan jika memelihara ikan dengan populasi dua kelamin, selain itu waktu
yang dibutuhkan untuk memelihara ikan tersebut lebih cepat sehingga terjadi
efisiensi biaya produksi dan keuntungan akan meningkat.
2. Mencegah pemijahan liar
Dalam kegiatan budidaya ikan jika memelihara
ikan jantan dan betina dalam satu wadah budidaya maka tidak menutup kemungkinan
ikan tersebut pada saat matang gonad akan melakukan pemijahan yang tidak
diinginkan pada beberapa jenis ikan yang memijahnya sepanjang masa, seperti
ikan nila, ikan mas.
3. Mendapatkan penampilan yang
baik
Ikan yang dinikamati keindahan warna tubuhnya
adalah ikan hias, hampir semua jenis ikan hias yang berkelamin jantan mempunyai
warna tubuh yang lebih indah dibandingkan dengan ikan bentinanya. Oleh karena
itu jika yang dipelihara pada ikan hias adalah ikan jantan maka akan diperoleh
hasil yang lebih menguntungkan karena nilai jualnya lebih mahal.
4. Menunjang genetika ikan
yaitu teknik pemurnian ras ikan Pada kegiatan rekayasa genetika misalnya
ginogenesi akan diperoleh induk ikan yang mempunyai galur murni. Induk ikan
yang galur murni ini akan mempunyai gen yang homozigot sehingga untuk melakukan
perkawinan pada induk yang homozigot tanpa mempengaruhi karakter jenis kelamin
ikan tersebut dilakukan aplikasi seks reversal pada induk galur murni sehingga pemurnian
gen itu masih tetap bertahan.
Teknologi seks
reversal dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu :
1. Terapi hormon yaitu dengan menggunakan hormon
steroid
2. Rekayasa kromosom
Teknologi seks reversal dengan rekayasa kromosom
akan dibahas pada bab IX secara detail pada subbab ini akan dibahas teknologi
seks reversal dengan menggunakan terapi hormon. Menurut Koolman & Rohm (2001) hormon
adalah bahan kimia pembawa sinyal yang dibentuk dalam sel-sel khusus pada
kelenjar endokrin. Hormon disekresikan ke dalam darah kemudian disalurkan ke
organ-organ yang menjalankan fungsi-fungsi regulasi tertentu secara fisiologik
dan biokimia. Sel-sel sasaran pada organ sasaran memiliki reseptor yang dapatmengikat
hormon, sehingga informasi yang diperoleh dapat diteruskan ke sel-sel akhirnya
menghasilkan suatu respon. Pesan hormon disampaikan pada sel-sel sasaran
menurut dua prinsip yang berbeda. Hormon lipofilik masuk kedalam sel dan
bekerja pada inti sel, sedangkan hormone hidrofilik bekerja pada membran sel.
Teknik sex reversal
mulai dikenal tahun 1937 ketika estradiol 17E disintesis untuk pertama kalinya.
Dalam perjalanannya teknik sex reversal telah mengalami beberapa perbaikan
berawal dari perlakuan sex reversal yang baik dilakukan pada saat beberapa hari
setelah menetas, yaitu sebelum gonad berdiferensiasi, terus berkembang hingga
penerapanyang dilakukan pada induk yang sedang bunting. Teknik sex reversal
berbeda dengan hermaprodit, pada ikan hermaprodit setelah melewati rentang
waktu tertentu, gonad secara alamiah akan berubah menjadi jenis kelamin yang
berlawanan, fungsi hormon hanya mempercepat proses perubahan tersebut.
Sedangkan pada teknik sex reversal perubahan jenis kelamin ikan sangat
dipaksakan dengan membelokkan perkembangan gonad menjadi jantan atau betina
dengan proses penjantanan (maskulinisasi) atau
pembetinaan dengan (feminisasi).
Berdasarkan
tipe reproduksinya, ikan dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu : 1. Gonokhorisme (gonochorism), yaitu memiliki jenis kelamin
yang terpisah
2. Hermaprodit
(hermaphroditism), yaitu kedua jenis kelamin berada pada individu yang sama.
3. Uniseksualitas(unizexuality),
yaitu spesies yang semua individunya betina
Ekspresi atau
perwujudan seks bergantung pada dua proses, yaitu determinasi seks dan diferensiasi
seks. Determinasi seks bertaggung jawab pada seks genetik (seks genotipe),
sedangkan diferensiasi seks bertanggung jawab pada perkembangan yang nyata dari
kedua jenis gonad (seks genotipe), yaitu jantan dan betina. Kedua proses
tersebut secara bersama-sama bertanggung jawab pada timbulnya dua kemungkinan
morfologi, fungsional, serta perilaku pada individu jantan dan betina.
Penentu seks
merupakan sejumlah unsur genetik yang bertanggung jawab terhadap keberadaan
gonad, atau sekumpulan gen yang bertanggungjawab terhadap pembentukan gonad.
Terdapat tiga model penentu seks yang dapat diterapkan pada ikan, yaitu :
x Kromosom,
yang merupakan
Pewarisanseksatau heterokromosom.
Sistem kromosom determinasi seks betina atau jantan XX/XY.
x Penentu seks poligenik
(polifaktorial) adalah suatu sistem penentuan seks
dimana terdapat gen penentu seks jantan dan betina epistatik (superior) yang
berada pada autosom maupun heterokromosom.
x Penentu seks oleh lingkungan, melibatkan interaksi antar genotipe dan
lingkungan, terutama suhu media selama perkembangan larva.
Proses
diferensiasi seks adalah suatu proses perkembangan gonad ikan menjadi suatu
jaringan yang definitif (pasti), yang terjadi terlebih dahulu pada betina dan
kemudian baru terjadi pada jantan. Gonad ikan pada saat baru menetas masih
berupa benang yang sangat halus dan belum berdiferensiasi menjadi jantan atau
betina. Proses diferensiasi seks pada betina ditandai dengan meiosis oogonia
dan/atau perbanyakan sel-sel somatik membentuk rongga ovari, sebaliknya pada
diferensiasi seks pada jantan ditandai dengan muculnya spermatoonia serta
pembentukan sistem vaskular pada testis.
1. Estrogen (hormon betina) : Estradiol-17 È•,
esteron, estriol atau ethynil estradiol. Hormon ini memberikan efek perubahan
dari jantan menjadi betina (feminisasi).
2. Androgen (hormon jantan) :
Testoteron, 17 Ä®-Methyl Testo-teron, androstendion. Hormon ini memberikan efek
perubahan dari betina menjadi jantan (maskulinisasi).
Pada sex
reversal terkadang terjadi penyimpangan ekstrim yang dialami, hal ini dapat
terjadi karena pada beberapa jenis ikan (lele amerika) terdapat suatu zat yang
menyerupai enzim aromaterase sehingga hormon 17D metiltestosteron yang masuk ke
dalam tubuh terlebih dahulu dikonversi menjadi estradiol 17E dan berfungsi
sebagai hormon sehingga terjadi penyimpangan hingga 100%.
Dalam penerapan
sex reversal dengan menggunakan terapi hormon dapat diberikan beberapa cara
yang didasarkan pada efektifitas, efisiensi, kemungkinan polusi dan biaya. Cara
pemberian hormone dalam teknologi seks reversal dapat dilakukan dengan beberapa
cara antara alin adalah :
1. Oral
Metoda oral adalah metode pemberian hormon
melalui mulut yang dapat dilakukan dengan pemberian pakan alami maupun pakan
butan. Pada pakan buatan, hormon dilarutkan dalam pelarut polar seperti alkohol. Cara yang dilakukan adalah dengan mencampur hormon 17
metyltestoesteron
secara merata dengan pakan dengan dosis disesuaikan jenis ikan yang akan diaplikasikan.
Pemberian hormon pada pakan alami dapat dilakukan dengan teknik bioenkapsulasi.
Selanjutnya
Anonim, (2001), mengatakan bahwa berdasarkan penelitian sampai saat ini teknik
penghormonan melalui oral paling banyak digunakan para pembudidaya ikan karena
hasil yang diperoleh lebih dari 95 sampai 100% bila dibandingkan dengan
perendaman yang menghasilkan 70 – 80%. Dengan pencampuran hormon pada pakan
juga sangat efisien dalam pemakaian dosis hormon dan kemudahan memperoleh pakan
ikan. Sedangkan kelemahan metoda oral ini adalah pada awal pemberian pakan,
larva perlu menyesuaikan jenis pakan buatan sehingga apabila pakan tidak segera
dimakan maka kemungkinan besar hormon akan tercuci kedalam media budidaya.
Menurut
Muhammmad Zairin Jr. (2002), pemberian akriflavin dengan dosis 15 mg/kg pakan
dengan frekwensi pemberian pakan 3 – 4 kali sehari menghasilkan 89% ikan jantan
dengan survival rate 88%.
Prinsip kerja
pencampuran hormon pada pakan yakni hormon dilarutkan dan diencerkan dalam
alkohol.
Kemudian
larutan hormon dicampurkan dengan pakan buatan berupa pellet serbuk dengan cara
menyemprotkan larutan hormon secara merata kepermukaan pakan dengan menggunakan
sprayer. Setelah tercampur dengan
merata, pakan dibiarkan di udara terbuka di tempat yang tidak terkena sinar
matahari (di angin-anginkan) agar alkohol dapat menguap. Selanjutnya pakan yang
telah tercamput hormon dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan di simpan di
dalam lemari pendingin
2. Perendaman (dipping/bathing) Metoda perendaman (dipping), yaitu dengan cara merendamkan
larva ikan ke dalam larutan air yang mengandung 17 Ä® metyltestoesteron dengan
dosis 1,0 gram/liter air. Metode ini dapat diaplikasikan pada embrio, dan pada
larva ikan yang masih belum mengalami diferensiasi jenis kelamin (sex), dan
lama perendaman tergantung dosis hormon yang diaplikasikan, dimana semakin
banyak dosis hormon maka semakin singkat waktu perendaman dan demikian juga
sebaliknya.
Perendaman yang
dilakukan pada fase embrio dilakukan pada saat fase bintik mata mulai
terbentuk, karena dinggap embrio telah kuat dalam menerima perlakuan. Kelemahan
cara ini adalah obat atau hormone terlau jauh mengenai target gonad, namun
lebih hemat pada penggunaanhormone.
Perendaman juga
dapat dilakukan pada
umur larva yang telah habis kuning telurnya, karena ada anggapan pada stadia
ini gonad masih berada pada fase labil sehingga mudah dipengaruhi oleh
rangsangan luar. Kelemahannya adalah efektifitas hormone berkurang karena jauh
mengenai target gonad. Larva yang dipergunakan dalam penerapan teknologi sex
reversal ini adalah larva yang berumur antara 5 – 10 hari setelah menetas atau
pada saat tersebut panjang total larva berkisar antara 9,0 sampai 13 mm ,
dimana ikan dengan umur serta ukuran seperti tersebut di atas secara morfologis
masih belum mengalami diferensiasi kelamin.(Anonim, 2001).
Perendaman induk betina
yang sedang bunting juga merupakan salah satu alternative pada metode dipping
namun harus dipertimbangkan efektifitas dan efesiensinya sehingga induk yang
direndam sebaiknya induk-induk yang berukuran kecil.
3. Suntikan/implantasi
Metode suntikan atau
implantasi ini biasanya hanya dapat dilakukan pada ikan yang berukuran dewasa.
Proses penyuntikan dilakukan pada bagian punggung ikan dengan dosis yang
disesuaikan dengan jenis dan ukuran ikan.
Setelah
dilakukan aplikasi teknologi seks reversal pada individu ikan, maka harus
dilakukan uji progeni. Uji progeni ini untuk menentukan apakah ikan yang telah
ditreatment tersebut sudah berubah kelamin. Terdapat dua metode yang digunakan
dalam identifikasi jenis kelamin, antara lain adalah :
1. Metode asetokarmin
Identifikasi gonad dengan metode asetokarmin
dilakukan hanya untuk keperluan penelitian, karena ikan harus dimatikan
terlebih dahulu untuk diambil gonadnya. Asetokarmin adalah larutan pewarna yang
digunakan untuk mewarnai jaringan gonad. Larutan ini dibuat dengan cara
melautkan 0,6 g bubuk karmin didalam 100 ml asam asetat 45%. Larutan dididihkan
selama 2 – 4 menit kemudian didinginkan, kemudian disaring dengan kertas saring
dan disimpan dalam botol yang tertutup rapat pada suhu ruang.
2. Metode morfologi
Identifikasi kelamin dengan
pengamatan morfologi adalah cara terhemat karena tidak harus mematikan ikan
yang akan diamati. Cara ini apat dilakukan pada ikan-ikan yang memiliki
dimorfisme seksual yang jelas antara jantan dan betina.
Aplikasi seks reversal
telah berhasil dilakukan pada beberapa jenis ikan berdasarkan hasil penelitian
antara lain adalah :
1. Ikan hias : ikan guppy,
cupang, tetra kongo dan rainbow trout dengan menggunakan metode perendaman
embrio untuk ikan cupang dan tetra kongo, perendaman induk untuk ikan guppy,
perendaman larva untuk rainbow dan pemberian pakan.
2. Ikan konsumsi : nila dan
mas, dengan perendaman embrio, larva dan pemberian pakan.
Peralatan yang
digunakan pada teknik sex reversal adalah peralatan lapangan pemeliharaan ikan
yang berupa seser, selang sipon, aerator, selang aerasi, dan batu aerasi.
Peralatan yang akan digunakan sebaiknya disanitasi terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan desinfektan atau sabun cuci untuk menghindari ikan yang
akan dipelihara dari hama penyakit yang kemungkinan terbawa pada wadah. Selain
peralatan lapangan, untuk melakukan teknik sex reversal juga diperlukan
peralatan dalam perlakuan melalui pakan yaitu, baskom yang digunakan sebagai
wadah dalam pembuatan ramuan pakan, sendok kayu digunakan untuk mengaduk dan
meratakan larutan hormon, hand sprayer digunakan untuk menyemprotkan larutan
hormon dalam pakan, spuit suntik sebagai alat untuk mengambil larutan hormon
dan botol gelas yang berwarna gelap sebagai wadah pelarutan hormon dengan
alcohol.
Sedangkan
peralatan yang diperlukan pada perlakuan melalui rendaman antara lain, baskom
plastik sebagai wadah perendaman induk atau larva, aerator sebagai penyuplai
udara, spuit suntik sebagai alat untuk mengambil larutan hormon dan botol gelas
yang berwarna gelap sebagai wadah
pelarutan hormon dengan alcohol
Bahan-bahan yang harus disediakan antara lain
hormon 17D metiltestosteron atau estradiol 17E sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan sex reversal, alcohol sebagai pelarut hormon, pakan alami atau buatan
(bila melalui metode oral) dan air bersih yang telah diendapkan selama 12 – 24
jam sebagai media perendaman (bila menggunakan metode dipping)
Pembuatan pakan berhormon Dalam aplikasi seks
reversal dengan metode oral melalui pemberian pakan berhormon maka dosis hormon
yang digunakan akan sangat spesifik untuk jenis ikan tertentu. Dalam prosedur
ini akan dibuat pakan berhormon untuk jenis ikan nila. Adapun prosedur yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1.
Tangkaplah larva ikan yang akan diberikan perlakuan dari kolam/bak
pemijahan
2. Pilihlah larva yang masih
berumur di bawah 10 hari dengan melihat kriteria yang sesuai dengan ciri-ciri
yang sudah ditentukan.
4. Timbanglah
pakan yang dibutuhkan untuk larva sesuai dengan dosis yang sudah ditentukan
(Feeding rate 30 – 40% per bobot biomassa/hari) dikalikan selama 10 hari
pemberian pakan.
5. Siapkanlah larutan alkohol
dengan konsentrasi 70% sesuai dengan kebutuhan.
6. Siapkanlah hormon yang akan
digunakan sesuai kebutuhan. Misalnya jumlah kebutuhan pakan 250 gram, dosis
penghormonan 40 mg/kg pakan,
maka timbanglah
hormon sebanyak 10 mg.
7. Larutkanlah hormon tadi ke dalam alkohol
tersebut sebanyak 10 ml ( 1mg/ml), lalu simpan dalam botol berwarna gelap
(tidak bening).
8. Campurlah larutan hormon
dengan pakan dengan cara menggunakan hand sprayer disemprotkan secara merata
pada pakan.
Untuk menghilangkan alkohol angin-anginkanlah pakan tersebut sampai bau
alkoholnya sudah tidak menyengat lagi.
9. Simpanlah hormon yang sudah
dianginkan pada kantong plastik yang berwarna gelap dengan ditutp rapat-rapat
baik sebelum maupun sesudah dipakan, atau dapat juga disimpan dalam reprigrator
(+ 4o C)
10. Diskusikan secara
berkelompok tentang prosedur pembuatan pakan berhormon
Pembuatan
larutan perendaman
Aplikasi seks reversal pada ikan guppy bertujuan
untuk menghasilkan ikan berjenis kelamin jantan. Pada ikan guppy jenis kelamin
jantan mempunyai warna dan bentuk tubuh yang lebih indah dibandingkan dengan
ikan betina. Teknik seks reversal pada ikan guppy dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu perendaman induk dan pemberian pakan berhormon. Pada metode
perendaman, dosis yang digunakan adalah 2 mg/l air dan lama perendaman selama
12 jam sampai 24 jam pada induk ikan yang sedang bunting dan memberikan hasil
100% jantan. Sedangkan dengan metode pemberian pakan dengan dosis 400 mg/l
dengan lama perlakuan 10 hari hanya menghasilkan 58% jantan (Zairin, 2002).
Adapun prosedur pembuatan larutan perendaman adalah sebagai berikut :
1. Siapkan alat dan bahan yang
akan diperlukan
2. Buatlah larutan hormon
dengan cara timbang hormon sebanyak 20 mg dan masukkan dalam tabung polietilen
dan tambhakan 0,5 ml larutan alkohol 70%. Tutup dan kocok sampai hormon larut,
kemudian tuangkan hormon kedalam wadah berisi 10 liter air pemeliharaan , beri
aerasi dan siap untuk digunakan.
Pilihlah induk ikan guppy yang sedang bunting
dengan melihat bentuk tubuhnya dan pilihlah induk yang akan melahirkan 8 hari
kemudian sebanyak 50 ekor. Ikan guppy biasanya mengalami masa bunting selama 40
hari.
Masukkan induk tersebut kedalam larutan hormon
dan rendam selama 24 jam.
5. Pindahkan induk ikan guppy yang telah direndam
ke dalam akuarium dan amati proses kelahiran anak dan hitung jumlah anak yang
dihasilkan
6. peliharalah anak yang
dihasilkan sampai berumur 2-3 bulan dan diidentifikasi jenis kelaminnya secara
morfologis dan histologis.
Penerapan seks
reversal yang telah dilakukan penelitian oleh beberapa peneliti yang telah
disusun dalam Zairin (2002) sangat berbeda untuk jenis ikan tentang dosis dan
hasil yang diperoleh antara lain adalah :
x Ikan mas : 100 mg/kg pakan
selama 36 hari pada larva 8 – 63 hari, pada suhu 20 – 25 oC, menghasilkan 71 – 90%
betina
x Ikan mas : 100 mg/kg pakan
selama 36 hari, pakan berhormon-cacing-pakan berhormon, menghasilkan 97% betina
x Ikan nila 10 – 60 mg /kg
pakan, selama 10 – 15 hari, umur 21-28 hari, hasilnya 95-100% jantan
x Ikan guppy, 400 mg mt/kg
pakan, selama 10-15 hari pada betina bunting, hasil 70% jantan
x Ikan guppy, 1-2 mg/liter
media selama 24 jam pada betina bunting, hasil 100% jantan
x Congo tetra fase bintik
mata, 25 mg/liter media selama 8 jam, hasil 89% jantan
x Betta splendens/cupang fase
bintik mata, 20 mg/liter media selama 8 jam, hasil 85% jantan
Keberhasilan
teknik sex reversal dapat diketahui melalui beberapa parameter antara lain :
a.
Daya
tetas telur atau kualitas larva yang dihasilkan
Jumlah telur yang menetas
|
||
Perhitungan daya tetas telur =
|
x 100%
|
|
Jumlah telur awal
|
b.
Derajat
kelangsungan hidup larva yang dihitung setelah beberapa hari
pemeliharan
|
Jumlah larva yang hidup
|
|
Derajat kelangsungan hidup =
|
x 100%
|
|
Jumlah larva awal
|
c.
Nisbah kelamin, perbandingan jenis kelamin yang dihasilkan. Hal ini
dapat dihitung setelah 2-3 bulan pemeliharaan larva.
perhitungan nisbah
kelamin untuk mengetahui keberhasilan teknik sex reversal dengan rumus :
jumlah individu jantan
|
||||
% jantan
|
=
|
x 100%
|
||
jumlah individu total
|
||||
jumlah individu betina
|
||||
% betina
|
=
|
x 100%
|
||
jumlah individu total
|
Langganan:
Postingan (Atom)