Penyuluh sebagai Penyemangat Sosial Budaya
Semangat sosial budaya dalam hal membentuk partisipasi komunitas dan kemandirian telah memacu dan mengatur sebuah komunitas. Hal ini berarti bahwa organisasi sosial dari sebuah komunitas telah berubah, walaupun hanya sedikit. Dalam kondisi seperti ini peran penyuluh sebagai agen perubah sosial atau katalisator sangat diperlukan mengingat suatu komunitas atau kelompok masyarakat butuh seorang “penyemangat”. Mungkin akan berbahaya apabila kita ingin merubah sesuatu dimana hal tersebut tidak kita ketahui. Oleh karena itulah tanggung jawab dari seorang penyuluh untuk mempelajari sesuatu dari ilmu antropologi dan sosiologi. Seorang penyuluh yang berperan sebagai penyemangat harus memahami beberapa bagian penting dari subjeknya (masyarakat).
Hal penting untuk seorang penyemangat adalah menjaga harmonisasi hubungan antara dimensi-dimensi budaya yang membentuk sebuah komunitas. Sementara ahli sosial mungkin tidak menyetujui mengenai kebiasaan dari hubungan tersebut, seluruhnya akan setuju kalau karakteristik dasar dari sebuah komunitas (dan komunitas di dalam masyarakat) adalah hubungan antara dimensi-dimensi budaya tersebut. Sebuah komunitas, seperti institusi sosial lainnya, tidaklah hanya sebuah kumpulan dari orang-orang, melainkan merupakan sekumpulan dari hubungan, sifat dan sikap dari para anggotanya.
Oleh karena itu, penyuluh harus tetap mempertahankan elemen yang penting dari suatu komunitas masyarakat.
Selain estetika, budaya juga berisi berbagai hal, termasuk aksi dan kepercayan dimana manusia sebagai makhluk belajar yang membuat mereka menjadi manusia seutuhnya. Budaya termasuk pembelajaran tingkah laku, tetapi bukan hal-hal yang diturunkan secara genetik. Budaya dikomunikasikan dengan symbol, bukan dengan genetik. Sementara beberapa budaya dipelajari sedari kecil, dan lainnya dipelajari pada saat dewasa.
Sementara itu, penyuluh-lah yang mempromosikan perubahan budaya dan juga menyebarkan proses pembelajaran akan ide baru dan tingkah laku. Kemampuan mengajari kepada masyarakat yang dewasa itu butuh teknik dan metode-metode yang tepat.
Selama proses mobilisasi dan membina suatu komunitas, seorang penyuluh harus selalu dapat melihat apa yang terjadi dalam masyarakat secara keseluruhan, bertolak belakang apabila hal itu terjadi pada individu. Sebuah komunitas dapat juga dilihat sebagai suatu organisme. Mereka akan terus hidup dan berfungsi walaupun manusia didalam nya datang dan pergi, sama juga lahir dan mati. Sama seperti sel yang hidup, tumbuhan atau hewan, mereka bergantung pada faktor pembentuk mereka, jadi sebuah institusi, sebuah pola perilaku, atau komunitas, berpangaruh terhadap individu didalamnya. Sebagai contoh, sebuah kepercayaan dipercayai olah seseorang, tapi kepercayaan itu dapat tetap ada meskipun orang pertama yang mempercayainya telah lama meninggal.
Hal ini merupakan sebuah sistem, bukanlah sistem anorganis seperti mesin, bukanlah sistem anorganis seperti pohon, tapi merupakan sistem yang dibangun atas dasar pembelajaran ide-ide dan perilaku dari manusia. Walaupun sebuah masyarakat merupakan sebuah sistem budaya (di dalamnya melebihi manusianya) janganlah beranggapan bahwa sebuah komunitas merupakan suatu kesatuan yang harmonis, melainkan tidak. Masyarakat penuh akan perselisihan, pergulatan dan konflik, atas dasar perbedaan jenis kelamin, kepercayaan, akses terhadap kesehatan, etnik, kelas, tingkat pendidikan, pendapatan kepemilikan modal bahasa dan banyak lainnya.
Dalam rangka mempopulerkan partisipasi masyarakat dan pengembangan, merupakan salah satu tugas dari penyuluh untuk membawa faktor-faktor tadi menjadi satu, mengajarkan toleransi dan semangat kesatuan dan mengabaikan perbedaan dalam komunitas masyarakat. Penyuluh penting untuk tahu bagaimana sebuah sistem bekerja dan bagaimana merespon terhadap perubahan.
Seluruh budaya (atau organisasi sosial) memiliki beberapa dimensi. Seperti dimensi fisik dari panjang, lebar, tinggi dan waktu, dimensi budaya mungkin beragam, tapi dari pengertian semua sama. Ada enam dimensi budaya atau sosial. Hal ini berlaku untuk setiap sistem dari pembelajaran nilai dan perilaku. Berbagai dimensi dari budaya adalah: Teknologi, Ekonomi, Politik,
Institutional (sosial), nilai-estetika, dan konsep kepercayaan. Kita tidak bisa “melihat” sebuah dimensi budaya atau sosial, sama seperti kamu melihat seseorang. Setiap individu memiliki ke enam dimensi dari budaya tersebut. Untuk menjadi peka akan budaya, seorang penyuluh haruslah dapat menganalisa ke enam dari dimensi budaya tersebut, dan hubungan antaranya, walaupun hanya dapat dinilai per individu, bukan berdasarkan dimensi tersebut. Perubahan Kebudayaan
Dimensi teknologi dari budaya merupakan modal dimana merupakan alat dan kemampuan, dan cara terbaik untuk manghadapi lingkungan.
Itu merupakan perpaduan antara kemanusiaan dan alam. Bukan alat fisik semata yang membuat dimensi teknologi dari budaya, tapi merupakan pembelajaran ide dan perilaku yang membuat manusia bisa menciptakan, menggunakan dan mengajarkan sesamanya mengenai alat tersebut. Dimensi ekonomi dari budaya berarti banyak hal dan berbagai arti dari produksi dan alokasi dari sumberdaya barang dan jasa yang berguna (kesehatan), baik itu melalui pemberian, kebijakan, barter, perdagangan ataupun alokasi negara. Bukanlah faktor riil seperti uang yang membentuk dimensi ekonomi dari budaya, melainkan berbagai ide-ide, nilai dan perilaku yang memberikan tambahan nilai dari uang (dan hal lain) oleh manusia yang menciptakan sistem ekonomi yang mereka gunakan. Kesejahteraan bukanlah semata-mata uang, sama seperti kekurangmampuan bukanlah semata-mata kurangnya uang.
Dimensi politik dari budaya mempunyai banyak cara dan berarti mengalokasikan kekuatan dan pengambilan keputusan.
Hal ini tidak sama dengan idiologi, dimana memiliki dimensi nilai. Ini termasuk. tapi tidak terbatas pada suatu tipe pemerintahan dan sistem. Ini berarti juga bagaimana seseorang dalam ruang lingkup kecil membuat keputusan pada saat mereka tidak mempunyai pemimpin. Seorang penyuluh harus dapat mengenali tipe-tipe pemimpin dalam komunitas. Beberapa memiliki kewenangan tradisional, beberapa memiliki karisma dalam personalitasnya. Pada saat bekerja dalam komunitas masyarakat, penyuluh harus dapat mengembangkan kekuatan yang ada dan sistem pengambilan keputusan untuk membuat kesatuan didalam komunitas.
Dimensi institusi sosial dari budaya dibuat dari cara orang berperilaku, berinteraksi sesamanya, bereaksi, dan apa yang diharapkan dari reaksi orang lain. Untuk penyuluh atau seorang yang menjadi penggerak harus tahu mengenai institusi lokalnya, apa yang menjadi perbedaan peran antara pria dan wanita, apa bentuk interaksi sosial yang terjadi. Sedangkan dimensi nilai estetika dari budaya merupakan struktur dari ide-ide, kadang paradoks, ketidakpastian atau kontradiksi, yang dimiliki seseorang mengenai baik atau buruk, cantik dan jelek, benar atau salah, dan apa yang menjadi penjelasan mereka mengenai hal tersebut.
Dimensi konsep kepercayaan dari budaya juga merupakan struktur dari ide-ide, kadang kontradiksi, yang dimiliki manusia mengenai alam semesta, dunia sekitar mereka, peran mereka didalamnya, sebab dan akibat, dan kebiasaan, etika dan waktu.
Penyuluh perlu menyadari kepercayaan apa yang umum di masyarakat. Untuk menjadi katalisator yang efektif, seorang penyuluh harus membuat saran dan menyarankan sebuah tindakan yang tidak melanggar kepercayaan umum, dan harus konsisten, dan setidaknya pantas untuk kepercayaan yang ada. Hal penting yang harus diingat adalah untuk setiap komunitas, setiap masyarakat, setiap institusi, setiap interaksi antara individu, memiliki elemen dari budaya, dan juga termasuk dimensi budaya tersebut. Semua ini dipelajari sejak lahir.
Untuk penyuluh dan pihak yang berhubungan dengan kegiatan pengembangan, bagian penting dalam semua proses ini adalah keterkaitan antara masing-masing dimensi sosial. Untuk mengubah salah satu dimensi akan berakibat pada dimensi yang lain.
Mempelajari cara baru dalam melakukan sesuatu akan membutuhkan proses pembelajaran lagi terhadap nilai dan persepsi yang baru pula. Untuk mengabaikan keterkaitan tersebut pada saat mengenalkan teknologi baru tersebut adalah sangat beresiko sebab hasil yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan dapat terjadi. Keterkaitan antara dimensi-dimensi budaya adalah mudah namun tidak mudah untuk di prediksi. Seorang penyuluh harus segera sadar bahwa kita secara berkala perlu melakukan penelitian, analisa, berbagi ide, membaca dan menghadiri pelatihan atau seminar dalam masyarakat. Dengan bekerja pada suatu komunitas, seorang penyuluh dapat banyak belajar dan lebih memahami budaya setempat dan dinamika dalam dimensi-dimensi social budaya mereka. (NDK107).
Sumber
Bartle, P, PhD. 2007. Community Empowerment Collective Module. Diterjemahkan oleh Ahmad Yunus AWS. (http://cec.vcn.bc.ca)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar