Senin, 28 November 2016

Mutiara, Biota Laut Yang Termashyur Di Dunia

Tidak hanya menjadi rumah bagi populasi biota – biota laut yang termashyur di dunia, namun hasil – hasil laut yang diproduksi dari Indonesia memiliki kualitas yang terbaik. Salah satunya adalah mutiara laut yang merupakan mutiara laut terbaik di dunia.

Perairan Indonesia merupakan tempat yang ideal untuk memproduksi mutiara terbaik di dunia, yaitu South Sea Pearl. Joseph Taylor, seorang ahli biota laut asal Australia menyatakan bahwa Indonesia merupakan pusat mutiara laut selatan (South Sea Pearl) terbesar di dunia. South Sea Pearl adalah jenis mutiara yang secara umum berukuran lebih besar dari mutiara – mutiara lainnya dan memiliki kilau cahaya yang unik dengan pantulan yang lembut.

Karena keunikannya, mutiara South Sea Pearl dinobatkan sebagai yang terbaik di dunia, mengungguli mutiara – mutiara jenis lain yaitu Black Pearl, Akoya atau Mikimoto serta mutiara air tawar China.
“Mutiara south sea pearl memiliki keindahan seperti kilau yang abadi, namun mutiara air tawar China hanya bertahan satu hingga dua tahun kemudian warnanya berubah,” demikian diungkapkan Mulyanto, seorang ahli mutiara dari Sekolah Tinggi Perikanan seperti dikutip dari laman cnnindonesia.com.

Keunggulan dari cahaya pantulan yang ada di mutiara South Sea Pearl disebabkan oleh ukuran trombosit agagonite yang dimiliki oleh kerang. Ukuran tersebut akan membentuk mutiara yang lebih besar dengan lapisan luar yang tebal serta rata. Karena itu, mutiara ini seringkali dipatok dengan harga yang lebih mahal dari mutiara lainnya.

Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa produksi  South Sea Pearl di seluruh dunia berjumlah 12 ton setiap tahunnya. Dari produksi tersebut, sebanyak 6,74 ton mutiara dihasilkan oleh Indonesia. Karena itu, bisa dikatakan bahwa lebih dari 50 persen mutiara jenis ini berasal dari indonesia. Kualitas mutiara laut asal indonesia memang sudah dikenal di seantero dunia.

Harganya pun tidak main – main. Mutiara South Sea Pearl yang biasanya berukuran 8mm sampai 22mm dengan warna putih keemasan ini memiliki kisaran harga 2,6 juta rupiah per butirnya. Dengan produksi yang cukup besar itu, nilai ekspor yang dihasilkan juga mencapai angka yang fantastis, yaitu 60 – 70 juta US dollar dari total nilai ekspor global yang mencapai 200 juta US dollar

Kerang mutiara yang memiliki nama latin Pinctada maxima ini hidup di perairan Indonesia, Filipina Selatan, Myanmar dan Australia. Di Indonesia sendiri, penyebaran spesies kerang ini cukup merata di berbagai pulau. Kerang – kerang ini tumbuh baik karena perairan indonesia mampu untuk memberikan nutrisi yang sempurna baik pertumbuhan kerang tersebut. Jenis air laut yang hangat serta memiliki banyak kandungan plankton menjadi keunggulan tersendiri dalam perkembangan kerang Pinctadamaxima.

Senin, 07 November 2016

Budidaya Ikan Nila

Budidaya Ikan Nila

Cara budidaya ikan nila memang berbeda dengan ikan lele yang telah saya bahas sebelumnya, ikan lele yang harus diternak dalam kolam dengan terpal juga peternakannya yang harus jauh dari pemukiman warga, nah untuk pembudidayaan ikan nila ini anda tidak usah ribet seperi itu cara nya mudah anda tinggal menyiapkan kolam tanah dan tempat ternaknya pun tidak harus selalu jauh dari pemukiman warga jadi anda lebih sering memantaunya. Untuk kandungan gizinya pun tidak usah ditanyakan lagi ikan nila ini memilki kandungan nutrisi yang cukup bagi tubuh terlebih bagi pertumbuhan anak.
Cara pembudidayaan ikan nila ini sangat mudah dikembangkan sekali baik dibudidayakan dalam skala kecil bahkan besar-besaran. Dan untuk pemasarannya anda jangan khawatir jenis ikan yang satu ini sangat berkembang pesat dipasaran bahkan sampai ke luar negeri sekalipun yakni diantaranya jepang dan singapura, nah dilihat dari prospek penjualannya apakah anda tidak ingin memulai bisnis budidaya ikan nila ini? Disini saya akan berbagi tips dan cara mengenai budidaya ikan lele yang menguntungkan, yang dapat anda praktekan dalam bisnis usaha budidaya ikan nila.

Cara budidaya atau ternak ikan nila yang menguntungkan dan sederhana

  1. Penempatan lokasi (kolam)


cara budidaya ikan nila
Kolam untuk budidaya ikan nila
Kolam merupakan sarana utama yang perlu disiapkan dalam pembudidayaan ikan nila, jenis-jenis kolam untuk ikan nila ini ternyata juga berbeda-beda diantaranya yaitu :
  • Kolam pemeliharaan benih
Jenis untuk kolam ini tidak lebih dari 50 – 100 meter persegi dalam pembuatannya, kedalaman air kolamnya pun mencapai 30 – 50cm sedangkan untuk jumlah ikannya sendiri 5-50 ekor per meter persegi, lama pemeliharaan dalam kolam ini kira-kira 3 – 4 minggu, yaitu pada saat si ikan berukuran 3 – 5 cm.
  • Kolam pemeliharaan imduk
Kolam ini merupakan kolam yang berfungsi sebagai pemijahan, koalm ini sebaiknya berupa kolam tanah yang luasnya berkisar antara 50 – 100 meter persegi dan kepadatan kolam induknya hanya 2ekor per meter persegi. Untuk syaratnya kolam yang berfungsi sebagai pemijahan ini harus memiki suhu air antara 20 – 22 derajat celcius dasar kolamnya pun harus berpasir.
  • Kolam pembesaran
Kolam pembesaran ini berfungsi sebagi tempat untukmembesarkan dan memeilihara ikan nila selepas dari kolam pendederan.
  • Kolam (tempat pemberokan)
Pembesaran ikan nila dapat pula nada lakukan pada jaring apung berupa hapa yang berukuran 1 x 2 m sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75 – 100cm, ukuran hapa ini dapat anda sesuaikan dengan besar kolam yang akan anda buat.
  1. Peralatan
budidaya ikan nila
peralatan budidaya ikan nila


Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pembudidayaan ikan nila dalam usaha pembenihan ini adalah waring, hapa, jala, seser, ember dalam berbagai ukuran, baskom, timbangan sklaa kecil dan besar, pisau, arit sertapiring secchi untuk mengukur kekeruhan pada air nah sedangkan untuk peralatan yang lainnya dapat anda gunakan sebagi alat penangkap atau memanen ikan seperti waring atau ayakan halus
  1. Persiapan media
Persiapan media untuk ternak ikan nila
Persiapan media untuk ternak ikan nila


Hal selanjutnya yang harus anda lakukan adalah menyiapkan berbagai media untuk peeliharaan ikan pastinya, terutama pada tahap pemupukan dan pengeringan. Dalam menyiapkan media pemeliharan ini yang perlu anda lakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari dan dan selama proses pengeringann itu lakukan pengapuran untuk memerantas hama penyakit yang akan mengganggu ternak ikan nila anda sebanyak 25 -200 gram/ meter persegi dan diberi pemupukan berupa pupuk buatan yaitu urea dan TSP dengan kadar masing-masing pupuk 50 – 70/meter perseginya
  1. Pembibitan
Pembibitan untuk budidaya ikan nila
Pembibitan untuk budidaya ikan nila


Pemilihan bibit dan induk
Ciri-ciri bibit bila yang unggul diantaranya yaitu :
  • Pertumbuhannya sangat pesat
  • Resisten terhadap serangan hama penyakit
  • Dapat hidup dan tumbuh dnegan baik pada lingkungan yang relatif buruk
  • Mampu memproduksi benih dalam jumlah besar dan kualitas yang baik
  • Sedangkan untuk ukurannya pun, ukuran ikan nila yang baik yakni berkisar antara 120 – 180 gram lebih per ekor yang berumur sekitar 4 – 5 bulan.
Adapun untuk mengetahui jenis ikan jantan dan betina adalah sebagai berikut :
Ciri-ciri ikan nila jantan :
  • Warna perut lebih gelap yakni kehitam hitaman
  • Warna dagu kehitam-hitaman dan kemerah-merahan
  • Ujung sirip berwarna kemerah-merahana terang dan jelas
  • Pada alat reproduksinya terdapat dua lubang yakni anus dan lubang sperma yang merangkap lubang urine.
  • Jika perut distri[ping akan mengeluarkan cairan.
Ciri-ciri ikan betina
  • Warna peut lebih putih
  • Warna dagu kemerah merahan pucat tidak jelas
  • Warna dagu berwarna putih
  • Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan
  • Terdapat tiga buah lubang pada alat reprosduksinya yakni dubur lubang pengeluaran telur dan lubang urine
  1. Penebaran benih ikan nila
Penebaran benih ikan nila
Penebaran benih ikan nila


Untuk ukuran ikan nila yang siap ditebar adalah jenis ikan nila yang sudah berukuran 8 – 12 cm atau ukuran berat 30gram per ekornya, dengan padat tebar 5 – 10 ekor per meter persegi.
  1. Pemberian pakan
Pemberian pakan ikan nila
Pemberian pakan ikan nila


Tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, ataupun hewan-hewan lainnya yang hidup diperairan seperti cacing, siput dan  jentik-jentik nyamuk dapat menjadi sumber makanan alami bagi ikan nila namun tidak hanya sebatas makanan alami itu saja ikan nila ini juga perlu makanan tambahan berupa pelet yang mengandung 30 – 40 persen protein dengan kandungan lemaknya yang tidak lebih dari 3 persen. Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup didalam pakannya. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dari daun daunan atau sayuran didaun iris.
  1. Penyakit pada ikan nila
cara ternak ikan nila
Penyakit pada ikan nila


Penyakit dari ikan nila kebanyakan adalah yang berasal dari kondisi lingkungan kolamnya itu sendiri bisa karena terlalu padat, kekurangan makanan dan kondisi kolamnya yang tidak terpelihra. Adapun hama dan penyakit yang menyerang ikan nila ini yakni seperti ular, kodok, lingsang, ucrit, dan bebeasan sedangkan beberapa penyakit yang dapat menyerang ikan nila adalah penyakit pada permukaan kulitnya dengan gejala bintik-bintik berwarna merah berubah warna dan tubuh si ikan berlendir, selain pada kulit juga pada insang berupa gejala pada tutup insang yang membengkak dan lembar insangnyapun pucat putih.
  1. Pemanenan
Pemanenan dari budidaya ikan nila
Pemanenan ikan nila


Setelah masa umur ikan berumur 4 – 6 bulan maka ikan nila panen ini sudah dapat anda panen  nah pada saat panen tital biasanya ikan nila ini berkisar antara 50 gram per ekornya, namun ada pula yang dibawah dan diatas beratnya. Sistem pemanenan ini dapat dilakukan secara bertahap dimana yang dipanen nya hanya jenis ikan yang sudah siap dipasarkan, pada tahap pertama dengan emnggunakan jaring dan setiap bulan berikutnya secar bertahap. Nah untuk tekhnik pemanenan yang mudah dan cepat anda bisa menggunakan tekhnik yang satu ini yakni dengan mengeringkan kolam secara total atau sebagiannya, nah selama proses pemanenan air segarpun perlu anda aliran agar tidak ada ikan yang mati. buat kamu yang belum tahu asal usul informasi lengkap mengenai ikan nila ini silakan baca 
Dan setelah panen selesai, kolam pemeliharaan dikeringkan dan dilakukan persiapan kembali untuk proses pembudidayaan selanjutnya.
Wah ternyata banyak juga yah prosedur dalam pembudidayaan atau ternak ikan nila ini, semoga informasi yang saya share ini dapat bermanfaat bagi anda yanbg esdang mencariinf mengenai cara pembudidayaan ikan nila yang menguntungkan, semoga dapat bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi bagi anda untuk memulai pembudidayaan ikan nila ini
Terimakasih dan semoga bermanfaat.

 

PENANGANAN IKAN SEGAR

PENANGANAN IKAN SEGAR
 
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mudah membusuk. Hal ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang baru ditangkap dalam beberapa jam saja kalau tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka ikan tersebut mutunya menurun.
Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan memeperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan.


Penanganan Ikan Basah di Laut
* Ikan hasil tangkapan segera disemprot dengan air laut bersih sesaat tiba di geladak, kemudian dipisahkan dan dikelompokkan menurut jenis serta ukurannya.
* Perlakuan yang dikenakan harus dapat mencegah timbulnya kerusakan fisik (ikan tidak boleh diinjak atau ditumpuk terlalu tinggi).
* Ikan harus dilindungi terhadap terik matahari.
* Pendinginan dilakukan dengan menyelubungi ikan dengan es hancuran dan suhu ikan dipertahankan tetap pada sekitar 0°C selama penyimpanan.
* Tinggi timbunan ikan dalam wadah penyimpan maksimal 50 cm ( tergantung jenis ikan) agar ikan tidak rusak.
* Jika pendinginan dilakukan dengan menggunakan air laut yang didinginkan, harus dilakukan sirkulasi air, baik secara mekanik maupu manual, agar terjadi perataan suhu dan terhindar dari penimbunan kotoran.
* Penyimpanan tidak boleh lebih dari 4 hari.
Cara Pembongkaran Hasil Tangkapan
* Sewaktu membongkar muatan, hendaknya dipisahkan hasil tangkapan yang berbeda hari atau waktu penangkapannya.
* Harus dihindarkan pemakaian alat-alat yang dapat menimbulkan kerusakan fisik, seperti sekop, garpu, pisau dan lain-lain.
* Pembongkaran muatan harus dilakukan secara cepat dengan mengindarkan terjadinya kenaikan suhu ikan.
Penanganan Ikan Basah di Darat
* Pada saat dibongkar dari perahu, kapal atau kendaraan, sebelum dilelang atau dijual, sebaiknya ikan dalam wadah masih diselimuti es, agar tidak meningkat suhunya.
* Ikan tidak boleh dicuci dengan air kotor atau air tercemar lainnya.
* Di tempat pendaratan, pengumpulan, pelelangan dan pengepakan, selama menunggu perlakuan berikutnya, ikan tidak boleh diletakkan di lantai dan sebaiknya ikan ditaburi es.
* Setelah selesai penjualan atau pelelangan, ikan harus segera dikelompokkan menurut jenis, ukuran dan mutu kesegarannya.
* Jika ikan disiangi, maka sepanjang kegiatan penyiangan dan pencucian harus digunakan es hancuran yang cukup agar ikan tidak membusuk karena kenaikan suhu.
* Jika ikan disimpan dalam waktu yang lama karena menunggu pengiriman, sebaiknya es diganti dengan es yang baru kemudian ditata ulang kembali.
Penanganan Selama Pengangkutan dan Distribusi
* Selama pengangkutan dan distribusi, suhu ikan harus senantiasa rendah, alas wadah harus dilapisi es halus kemudian lapisan ikan yang ditaburi es disusun diatasnya.
* Diatas dan dibawah tumpukan peti ikan harus diberi lapisan es yang lebih tebal.
* Usahakan kondisi termperatus didalam fom 0°C
Ciri-ciri Ikan Segar
1. Rupa dan warna ikan secara keseluruhan masih cerah, mengkilap spesifik sesuai jenis ikan.
2. Lendir yang tipis, bening dan encer menyelubungi tubuh ikan baunya normal dan khas jenis ikan.
3. Sisik melekat kuat-mengkilat dengan warna atau tanda khusus sesuai jenis ikan.
4. Mata cemerlang, cembung, bening, pupil bitam dan tidak banyak berdarah.
5. Daging kenyal, jika dipijat, bekas pijatan tidak nampak.
6. Insang berwarna merah cerah khas menurut jenis ikan, tertutup lendir yang tipis, bening dan berbau segar.
7. Bagian perut masih kuat, tidak pecah dan lubang dubur tertutup.
Ciri-ciri ikan yang jelek :
1. Warna insang pucat dan berbau busuk
2. Lendir alami yang menutupi permukaan ikan hilang atau mengering atau menjadi pekat atau lengket
3. Warna kulit menjadi pudar, kulit ikan akan mengering dan retak
4. Sisik-sisiknya banyak yang lepas
5. Dagingnya lunak dan kehilangan elastisitasnya

Pendinginan Ikan dengan Menggunakan Es

A.      Pendinginan Ikan
Pengawetan ikan dengan suhu rendah  merupakan suatu proses pengambilan atau pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Adapula yang mengatakan, pendingunan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu di ruangan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah dari pada suhu di luar ruangan. Selain itu Pendinginan juga merupakan satuan operasi dimana suhu makanan berkurang menjadi antara -1sampai 8C.
Kelebihan dari pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa, dan bau. Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sebelum pendinginan. Pendinginan yang di lakukan sebelum rigormortis lalu merupakan cara yang paling efektif jika di sertai dengan teknik yang benar. Sedangkan pendinginan setelah proses autolisis berlangsung tidak akan banyak membantu.
Pendinginan ikan 0°C dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12-18 hari dari sejak ikan ditangkap dan mati. Sebagai contoh pengaruh pendinginan terhadap mutu ikan kakap dapat dilhat pada table dibawah ini.
Ikan kakap yang disimpan pada
Tidak layak dimakan lagi sesudah
16o C
1-2 hari
11o C
3 hari
5C
5 hari
0C
14-18 hari
B.       Cara Pendinginan Ikan Dengan Es
Petani ikan dan nelayan pada umumnya melakukan proses pendinginan ikan dengan menggunakan es batu karena alasan kemudahan. Cara penanganan ikan dengan es sangat beragam tergantung tempat, jenis ikan, dan tujuan pendinginan. Faktor yang penting dalam proses pendinginan ikan adalah kecepatan. Semua pekerjaan harus dilakukan secara cepat agar suhu ikan cepat turun. Es yang digunakan harus berukuran kecil, makin kecil ukuran es maka makin banyak permukaan yang bersinggungan dengan es sehingga proses pendinginan akan berlangsung lebih cepat.
Cara ideal mencampur ikan dengan es yaitu membuat lapisan es pada dasar, kemudian diatasnya selapis ikan, dilanjutkan dengan lapisan es lagi, demikian seterusnya.
Fungsi es dalam hal ini :
a.  Menurunkan suhu daging sampai mendekati 0˚C.
b.  Mempertahankan suhu ikan tetap dingin.
c.  Menyediakan air es untuk mencuci lendir, sisa-sisa darah, dan bakteri dari permukaan badan ikan.
d.  Mempertahankan keadaan berudara (aerobik) pada ikan, selama disimpan dalam palka.
Ada dua cara pendinginan ikan dengan menggunakan es batu. Yaitu:
a.    Tumpukan
Es batu yang telah disiapkan segera ditebarkan ke dasar wadah penyimpanan ikan sehingga membentuk lapisan es setebal 5 cm. Kemudian ikan yang telah dicampur es batu dimasukkan ke dalam wadah tersebut. Pada lapisan ikan paling atas ditutupi dengan hancuran es batu setebal 7 cm, lalu wadah ditutup agar tidak terjadi kontaminasi dengan udara diluarnya. Es batu dan ikan ditumpuk sedemikian rupa sehingga semua ikan tertutup es batu.
b.    Berlapis
Es batu ditaburkan ke dasar wadah penyimpanan ikan hingga membentuk lapisan es setebal 5 cm. Selanjutnya diatasnya disusun ikan secara teratur degan bagian perur menghadap ke bawah agar cairan es batu yang meleleh tidak tergenang di bagian perut ikan. Di atas lapisan ikan tersebut ditaburkan es setebal 3-5 cm. Usahakan agar seluruh tubuh ikan tertutup lapisan es tersebut. Penyusunan lapisan es dan ikan tersebut dilanjutkan terus hingga mencapai permukaan wadah. Pada bagian paling atas ditaburkan kembali lapisan es setebal 7 cm dan kemudian tutup wadah sebaik mungkin agar tidak terjadi kontaminasi dengan lingkungan sekelilingnya.
C.      Cara Penyusunan Ikan
Penyusunan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara berikut.
a.    Bulking
Bulking dilakukan dengan cara es batu disusun selapis demi selapis dalam sebuah wadah. Bagian dasar dan bagian tepi wadah harus diberi lapisan es batu setebal 5 cm untuk mencegah perambatan panas dari udara di bagian luar. Tebal antara ikan dan lapisan es batu sebaiknya sama dan usahaka agar setiap tubuh ikan tertutup lapisan es.
Bila jumlah ikan yang akan di dinginkan sangat banyak, untuk mempermudah penyusunan ikan, sebaiknya wadah dilengkapi dengan sekat hidup (sekat yang dapat dibongkar pasang) terbuat dari kayu.
b.    Shelfing
Prinsip kerja ini sama dengan bulking yang dilengkapi dengan sekat hidup. Jarak antar sekat sekitar 20 cm dan setiap sekat hanya menampung satu lapis ikan.
Penyusunan ikan ini dianggap dapat menghabiskan waktu, tenaga, dan tempat sehingga biasanya hanya digunakan untuk penyimpanan ikan berukuran besar. Namun demikian, dengan cara ini mutu ikan tetap baik dan kehilangan berat karena tertekan dapat dikurangi.
c.    Boxing
Boxing adalah proses penyusunan ikan dengan menggunakan kotak (box) terbuat dari alumunium atau plastik.
Ikan yang disusun dalam kotak harus terlebih dahulu dicampur dengan es batu, agar tingkat kesegarannya dapat dipertahankan lebih lama.
Cara ini dianggap lebih menguntungkan karena:
1.  Dengan cara ini tubuh ikan tidak akan mengalami luka karena tekanan. Berat ikan tidak banyak berubah sebab tingkat penyusutannya rendah.
2.  Tingkat kesegaran maupun kualitas ikan tidak banyak mengalami perubahan.
3.  Dengan cara ini penyusunan dan pembongkaran ikan dari dalam kotak dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat.
D.      Prosedur pendinginan ikan
1.  Ikan yang akan di dinginkan dipisahkan menurut ukuran, jenis, dan tingkat kesegarannya.
2.  Ikan besar harus disiangi terlebih dahulu dan dibuang isi perut maupun insangnya. Ikan kecil tidak perlu disiangi, cukup dicuci hingga bersih.
3.   Sisik ikan dibersihkan dengan menggunakan sikat kawat, dimulai dari ekor terus  ke arah kepala.
4.  Ikan yang telah dibersihkan dan dibuang isi perut maupun insangnya segera dicuci dengan air bersih agar lendir, darah maupun kotoran yang masih menempel hilang.
5.  Kemudian ikan disusun didalam wadah pendingin yang telah disiapkan.
Peralatan yang biasa dipergunakan dalam penanganan dan penyimpanan ikan pada proses pendinginan.
*        Alat:
-    Wadah pendinginan ikan (coolbox)
-    Palka
*        Bahan:
       -    Es batu
       -    Air bersih
       -    Ikan yang siap ditangani
E.       Pendinginan Ikan Pada Suhu Sub Zero
Suhu sub zero maksudnya adalah suhu dibawah 0°C. Berarti ikan sementara dalam proses pembekuan.
Selama proses pembekuan berlangsung, terjadi pemindahan panas dari tubuh ikan yang bersuhu lebih tinggi ke refrigerant yang bersuhu rendah. Dengan demikian kandungan air di dalam tubuh ikan akan berubah bentuk menjadi kristal es.
Secara singkat, proses pembekuan cairan dalam tubuh ikan dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1.  Terjadi penurunan suhu wadah penyimpanan yang segera diikuti dengan penurunan suhu tubuh ikan. Proses pembekuan pada tubuh ikan baru akan terjadi setelah suhu tubuh ikan mencapai 0°C dengan ditandai terbentuknya kristal-kristal es.
2.  Penurunan suhu lebih lanjut akan meningkatkan pembekuan cairan tubuh. Biasanya akan berhenti pada suhu -12°C (kisaran suhu ini disebut daerah kritis atau critical zone). Untuk menurunkan suhu ikan dari 0 sampai -12°C diperlukan waktu yang cukup lama, karena selain panas yang harus dilepaskan, kristel es yang terbentuk pada permukaan tubuh ikan juga akan menghambat proses pembekuan dalam tubuh ikan. Waktu yang diperlukan untuk mengubah suhu tubuh dari 0 sampai-12°C disebut periode pembekuan (thermal arrest period) yaitu waktu yang diperlukan untuk melewati daerah kritis.
3.  Pada fase sebelumnya banyak cairan dalam tubuh ikan yang sudah membeku maka pada fase ini proses pembekuan akan berlangsung lambat. Meskipun suhu terus diturunkan hingga mencapai -30°C.
F.       Jumlah es yang digunakan
Jumlah es yang di gunakan harus di sesuaikan dengan jumlah ikan yang akan di tangani akan di peroleh suhu pendinginan yang optimal. Jika jumlah es terlalu sedikit dibandingkan jumlah ikannya maka suhu pendinginan yang dihasilkan tidak cukup dingin untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu yang di tentukan. Sebaiknya, bila jumlah es terlalu banyak dapat menyebabkan ikan kerusakan fisik karena himpitan atau tekanan dari bongkahan es. Es yang di tambahkan harus dapat menurunkan suhu ikan sampai 0ºC dan suhu tersebut dapat dipertahankan selama penyimpanan dalam waktu yang ditentukan.
Perbandingan es dan ikan yang dipergunakan selama pendinginan bervariasi antara 1 : 4 sampai 1 : 1. Perbandingan tersebut tergantung pada waktu penyimpanan yang diperkirakan, suhu udara diluar kemasan, dan jenis wadah penyimpanan.
Ketebalan lapisan ikan berpengaruh terhadap kecepatan penurunan suhu tubuh ikan. Semangkin tipis lapisan ikan, kecepatan penurunan suhunya semangkin cepat. Waktu yang diperlukan untuk mencapai 1,5ºC dari suhu awal tubuh ikan 10ºC dari berbagai perlakuan.
Tabel. Waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu 1,5ºC dari 10ºC pada berbagai ketebalan lapisan ikan.
               Tebal lapisan ikan (cm)              
Waktu (jam)
2,5
2
10
4
12,5
6,5
15
9
25
24
60
120
G.      Lama pemberian es
Perkiraan lama pendinginan ikan dengan es harus di perhitungkan dengan cermat. Hal yang menyangkut jumlah es yang digunakan untuk mengatasi es yang mencair. Kecepatan es mecair atau melebur di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1.    Volume kotak atau wadah yang di gunakan.
2.    Bahan atau material wadah.
3.    Penggunaan isolasi dan jenis isolasi.
4.    Suhu lingkungan di luar wadah atau kotak pendinginan.
H.      Ukuran dan jenis wadah yang digunakan
Volume kotak yang lebih luas akan mempercepat pencairan es. Hal ini dengan jumlah panas yang masuk ke dalam kotak melalui permukaannya. Semakin besar luas permukaan maka panas yang masuk ke dalam kotak semakin besar pula.
Jenis material kotak peng-es-an yang sering sering di gunakan saat ini oleh para pelaku penanganan ikan di Indonesia antara lain: kayu, plastik polietilen, fiberglass, dan Styrofoam. Dari berbagai macam kemasan tersebut urutan jenis kemasan yang dapat memperlambat peleburan es adalah Styrofoam, kemudian di ikuti dengan plastik polietilen, fiberglass, dan kayu. Namun, dalam praktiknya kotak atau wadah untuk pendinginan ikan dengan es umumnya di buat dari kombinasi berbagai jenis material, misalnya Styrofoam dengan kayu dan plastik dengan kayu. Penggunaan isolasi dalam wadah pendinginan di maksudkan untuk memperkecil jumlah panas yang masuk dari luar kemasan ke dalam kemasan sehingga es menjadi lebih lama untuk melebur. Suhu luar kemasan yang tinggi akan menyebabkan panas yang masuk kedalam kemasan juga besar sehingga peleburan es semakin cepat.
I.         Kondisi fisik ikan
Kondisi fisik ikan sebelum penanganan ( sebelum di es-kan ) harus di perhatikan. Ikan-ikan yang kondisi fisiknya jelek, misalnya lecet-lecet, memar, sobek, atau luka pada kulit, sebaiknya dipisahkan dari ikan yang kondisi fisiknya baik. Hal ini di sebabkan darah dari ikan yang luka akan mencemari atau mengontaminasi ikan yang masih baik kondisinya.
J.        Pendistribusian Ikan Segar
Ikan segar merupakan bahan mentah yang paling baik dan fleksibel untuk segala macam keperluan, seperti dibuat menjadi ikan kaleng, ikan pindang dll. Untuk keperluan apapun, ikan yang lebih segar adalah lebih baik dan tentu pula lebih tinggi harganya. Itulah sebabnya dianjurkan agar ikan diperlakukan sebaik-baiknya sejak pertama ditangkap sampai diperdagangkan ke konsumen.
BA

Minggu, 06 November 2016

Aromatase Inhibitor Untuk Sex Reversal Ikan Nila

 Selama ini produksi ikan nila jantan menggunakan hormon 17a metiltestosteron (SPO nila nomor 05a), namun sekarang sudah dilarang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, No: KEP/20/MEN/2003 dan diperbaharui dengan KEP/52/MEN/2014 pada 19 September 2014 tentang Klasifikasi Obat Ikan. Larangan penggunaan hormon 17a metiltestosteron karena bersifat karsinogenik dan tidak ramah lingkungan. Akhir-akhir ini Aromatase Inhibitor (AI) telah digunakan sebagai bahan penghambat sintesa estrogen dari androgen dan berdampak maskulinisasi pada tahap awal perkembangan pada ikan.

Aromatase Inhibitor merupakan bahan kimia non karsinogenik dan biodegradable, sehingga ramah lingkungan. AROMATASE merupakan enzim kompleks dari hemoprotein cytochrome P450 aromatase dan NADPH-cytochrome P450 reduktase, dimana berperan sebagai Katalisator konversi Androgen (Testoteron) menjadi Estrogen (Estradiol-17β) selama proses Steroidogenesis yang dapat mempengaruhi tingkah laku seks spesifik, perubahan kelamin dan mengatur reproduksi. Sedangkan AROMATASE INHIBITOR adalah suatu bahan yang menghambat kerja aromatase dalam sintesis estrogen melalui penghambatan proses transkripsi sehingga tidak terbentuk aromatase dan melalui persaingan dengan substrat alami (testosteron) sehingga aktivitas aromatase tidak berjalan. Hal ini menyebabkan dampak akan terjadi maskulinisasi pada periode kritis.

Penelitian penggunaan Aromatase Inhibitor pernah dilaksanakan di Balai Budidaya Air Tawar Jambi pada tahun 2009 bekerjasama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Aromatase Inhibitor yang digunakan adalah jenis Imidazole dengan dua metoda yaitu: 1) metode perendaman larva dengan dosis 25; 50 dan 75 mg/l; larva umur 1 hari setelah menetas direndam dalam larutan Aromatase Inhibitor selama 24 jam, dan 2)  pemberian Aromatase Inhibitor melalui pakan (oral feeding) dengan dosis 1.500; 1.750 dan 2.000 mg/kg pakan, benih umur 7-14 hari diberi pakan berhormon Aromatase Inhibitor selama 5 hari dengan frekuensi 3 kali/hari secara adlibitum.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan Aromatase Inhibitor melalui perendaman larva dengan dosis 75 mg/l menghhasilkan ikan nila jantan sebesar 96,88%; sedangkan penggunaan Aromatase Inhibitor melalui pakan dengan dosis 2.000 mg/kg pakan menghasilkan prosentase jantan sebesar 97%. Penggunaan Aromatase Inhibitor berkorelasi positif dengan prosentase jantan yang dihasilkan, dimana semakin tinggi dosis hormon Aromatase Inhibitor, maka prosentase nila jantan pun semakin tinggi serta tidak berdampak terhadap kelangsungan hidup larva selama pemeliharaan. Aromatase Inhibitor dapat digunakan sebagai alternatif pengganti penggunaan 17(-metiltestosteron dalam sex reversal (maskulinisasi ikan nila).

Adapun jenis Aromatase Inhibitor yakni:
1. Aromatase Inhibitor Non Steroid, contoh: Imidazole (1,3-diaza-2,4-cyclopentadiene) dan Fadrozole
2. Aromatase Inhibitor Steroid, contoh: 1,4,6-androstatrien-3,17-dione (ATD) dan 4-hidroxyandrostenedione (4-OH-A).
Perlu diketahui, Aromatase Inhibitor Non Steroid lebih efektif dalam menghambat aktivitas Aromatase dibandingkan dengan Aromatase Inhibitor Steroid.
Berikut diagram prosedur jantanisasi Ikan nila.
1. Aplikasi Aromatase Inhibiting melalui Pakan (Oral feeding)
A. Membuat pakan berhormon:
a. Bahan: Aromatase Inhibitor (AI), Air tawar dan Pakan crumbel
b. Alat: Timbangan, beker gelas  dan stearer, Sprayer volume 1 liter dan nampan
c. Langkah kerja:
1. Timbang Aromatase Inhibitor sebanyak A gr,
2. Ambil air tawar sebanyak 250 ml,
3. Larutkan Aromatase Inhibitor dengan air tawar dan mixer,
4. Masukan larutan Aromatase Inhibitor kedalam sprayer,
5. Ambil pakan crumbel halus sebanyak B kg masukan kedalam nampan,
6. Semprot pakannya dengan larutan Aromatase Inhibitor lalu diaduk hingga rata,
7. Angin-anginkan hingga kering.
B. Aplikasi
1. Benih ikan nila umur 7-14 hari setelah menetas,
2. Benih dipelihara dalam happa di kolam,
3. Diberi pakan berhormon selama  5 hari, 3 kali/hari secara adlibitum,
4. Selanjutnya benih ikan diberi pakan biasa.
2. Aplikasi Aromatase Inhibitor melalui Perendaman Larva
A. Membuat larutan hormon:
a. Bahan: Aromatase Inhibitor (AI) dan Air tawar
b. Alat: Timbangan, Beker gelas dan stearer, dan Akuarium serta peralatan aerasi
c. Langkah kerja :
1. Timbang Aromatase Inhibitor sebanyak A mg (target dosis yang diinginkan),
2. Larutkan Aromatase Inhibitor kedalam air tawar sebanyak 0,5 liter dan mixer,
3. Masukan larutan Aromatase Inhibitor kedalam akuarium/baskom yang berisi air tawar (volume air sesuai target dosis).
B. Aplikasi:
1. Ambil larva ikan nila umur 1 hari,
2. Masukan kedalam larutan Aromatase Inhibitor dalam akuarium/baskom,
3. Rendam selama  24 Jam sambil diberi aerasi,
4. Larva dipelihara dalam aquarium selama 1 minggu,
5. Selanjutnya larva dipindahkan kedalam happa dikolam,
6. Beri pakan seperti biasa.

Sumber:
Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(1): 103 – 108 (2007)
Laporan Tahunan BBAT Jambi, 2009

Ekosistem Mangrove

Ekosistem Mangrove
A. Definisi Mangrove
mengenal ekosistem mangrove, hutan mangrove, vegetasi mangrove, zonasi mangrove, fungsi mangrove, flora mangrove, baliKata ‘mangrove’ merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove . Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedang dalam bahasa Portugis kata ’mangrove’ digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata ’mangal’ digunakan untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan menurut FAO, kata mangrove sebaiknya digunakan untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut.
Menurut Snedaker (1978) dalam Kusmana (2003), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Sedangkan menurut Tomlinson (1986), kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal. Daerah intertidal adalah wilayah dibawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks. Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari daratan.
Dengan demikian secara ringkas dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut hutan mangrove. Antara lain tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, hutan payau dan hutan bakau. Khusus untuk penyebutan hutan bakau, sebenarnya istilah ini kurang sesuai untuk menggambarkan mangrove sebagai komunitas berbagai tumbuhan yang berasosiasi dengan lingkungan mangrove. Di Indonesia, istilah bakau digunakan untuk menyebut salah satu genus vegetasi mangrove, yaitu Rhizopora. Sedangkan kenyataannya mangrove terdiri dari banyak genus dan berbagai jenis, sehingga penyebutan hutan mangrove dengan istilah hutan bakau sebaiknya dihindari.
Secara ringkas ekosistem mangrove terbentuk dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. spesies pohon dan semak yang benar-benar memiliki habitat terbatas di lingkungan mangrove (exclusive mangrove)
b. spesies pohon dan semak yang mampu hidup di lingkungan mangrove dan di luar lingkungan mangrove (non-exclusive mangrove)
c. berbagai biota yang hidupnya berasosiasi dengan lingkungan mangrove, baik biota yang keberadaannya bersifat menetap, sekedar singgah mencari makan maupun biota yang keberadaannya jarang ditemukan di lingkungan mangrove
d. berbagai proses yang terjadi di ekosistem mangrove untuk mempertahankan keberadaan ekosistem mangrove itu sendiri
e. hamparan lumpur yang berada di batas hutan sebenarnya dengan laut
f. sumber daya manusia yang berada di sekitar ekosistem mangrove
Hutan mangrove dapat ditemukan di pesisir pantai wilayah tropis sampai sub tropis, terutama pada pantai yang landai, dangkal, terlindung dari gelombang besar dan muara sungai. Secara umum hutan mangrove dapat berkembang dengan baik pada habitat dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir, dengan bahan bentukan berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang/koral
b. habitat tergenang air laut secara berkala, dengan frekuensi sering (harian) atau hanya saat pasang purnama saja. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove
c. menerima pasokan air tawar yang cukup, baik berasal dari sungai, mata air maupun air tanah yang berguna untuk menurunkan kadar garam dan menambah pasokan unsur hara dan lumpur
d. berair payau (2-22 ‰) sampai dengan asin yang bisa mencapai salinitas 38 ‰
Secara umum hutan mangrove memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi dipengaruhi oleh pasang surut air laut (tergenang air laut pada saat pasang dan bebas genangan air laut pada saat surut)
b. Tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan substrat anaerob berupa lempung (firm clay soil), gambut (peat), berpasir (sandy soil) dan tanah koral
c. Struktur tajuk tegakan hanya memiliki satu lapisan tajuk (berstratum tunggal). Komposisi jenis dapat homogen (hanya satu jenis) atau heterogen (lebih dari satu jenis). Jenis-jenis kayu yang terdapat pada areal yang masih berhutan dapat berbeda antara satu tempat dengan lainnya, tergantung pada kondisi tanahnya, intensitas genangan pasang surut air laut dan tingkat salinitas
d. Penyebaran jenis membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan langsung dengan laut pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Avicennia spp dan Sonneratia spp (tumbuh pada lumpur yang dalam, kaya bahan organik). Zona pertengahan antara laut dan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora spp. Sedangkan zona terluar dekat dengan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Brugiera spp.
B. Diversitas Flora Mangrove
mengenal ekosistem mangrove, hutan mangrove, vegetasi mangrove, zonasi mangrove, fungsi mangrove, flora mangrove, baliTomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi 3 elemen, yaitu elemen mangrove mayor, elemen mangrove minor dan elemen mangrove asosiasi. Tomlinson mengklasifikasi ketiga macam elemen flora mangrove ini sebagai berikut : 9 genus dan 34 jenis untuk elemen mangrove mayor, 11 genus dan 20 jenis untuk elemen mangrove minor serta 46 genus dan 60 jenis untuk elemen mangrove asosiasi.
Flora elemen mangrove mayor pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Hanya hidup pada daerah mangrove, secara alami hanya terdapat pada ekosistem mangrove dan tidak ditemukan di komunitas teresterial/darat
2. Memiliki peran utama dalam struktur komunitas vegetasi mangrove dan memiliki kemampuan untuk membentuk tegakan murni (pure stand)
3. Membentuk morfologi khusus untuk beradaptasi dengan lingkungannya, misalnya dengan adanya akar napas (aerial root), berasosiasi dengan pertukaran gas, vivipari dan kriptovivipari embrio
4. Mekanisme fisiologis untuk pengeluaran garam sehingga beberapa jenis vegetasi mangrove dapat tumbuh pada tempat dengan kadar garam rendah sampai tinggi
5. Isolasi taksonomi dari kelompok teresterial, mangrove sejati terpisahkan dari kelompoknya paling sedikit pada tingkat genus dan terkadang pada tingkatan sub-famili atau famili.
Contoh dari elemen mayor adalah Avicennia marina (api-api), Sonneratia alba (pidada, prapat), Rhizopora mucronata (bakau), Ceriops tagal (mentingi), Bruguiera gymnorrhyza (lindur) dan Nypa frutican (nipah).
Elemen flora mangrove minor biasanya tidak membentuk elemen vegetasi yang mencolok, tetapi hanya dijumpai di tepian habitat tersebut dan hampir tidak pernah membentuk suatu tegakan murni. Contoh dari elemen minor adalah Pemphis acidula (centigi), Aegiceras corniculatum, Excoecaria agalocha (buta-buta) dan Xylocarpus granatum (nyirih).
Sedangkan elemen flora mangrove asosiasi pada umumnya tidak memiliki ciri morfologi yang biasanya dimiliki oleh elemen mayor dan elemen minor (tidak memiliki akar napas, tipe buah dan biji yang normal, tidak memiliki mekanisme untuk pengeluaran garam) dan sering kali hanya dijumpai pada tepi mangrove lebih dekat ke daratan. Contoh dari elemen asosiasi adalah Terminalia catapa (ketapang), Thespesia populnea, Barringtonia asiatica dan Cerberra manghas (bintaro).
Sedangkan Giesen ( - ) menyebutkan bahwa vegetasi mangrove di Indonesia mencapai 202 jenis, yang terdiri dari 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 jenis liana, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas.
Berdasarkan peran vegetasi terhadap habitat mangrove, Chapman dalam Kusmana (2003) membagi flora mangrove menjadi dua kategori, yaitu :
1. Flora Mangrove Inti, yaitu flora mangrove yang memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove. Contohnya adalah genus Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera, Schypipora dan Dolichandrone
2. Flora Mangrove Peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi flora tersebut juga berperan penting dalam formasi hutan lain. Contohnya adalah Excoecaria agalocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera litoralis dan Hibiscus tilliaceus.
Vegetasi mangrove di dunia dapat dijumpai pada sepanjang pantai tropis sampai sub tropis dengan kondisi lingkungan yang sesuai (pada pantai terlindung, bebas dari ombak besar, teluk, laguna, estuarin). Sedangkan penyebarannya dapat dijumpai dari 32° LU sampai dengan 38° LS. Menurut Chapman dalam Kusmana (2003), berdasarkan keragaman penyebaran vegetasi di dunia, vegetasi mangrove dibagi menjadi dua yaitu :
1. The Old World Mangrove, penyebarannya meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik dan Samoa (disebut juga dengan Grup Timur)
2. The New World Mangrove, penyebarannya meliputi pantai Atlantik dari Afrika dan Amerika, Meksiko, pantai Pasifik Amerika dan Kepulauan Galapagos (disebut juga dengan Grup Barat). Keragaman jenis Grup Barat relatif lebih sedikit dibanding dengan keragaman di Grup Barat
C. Zonasi Mangrove
Vegetasi mangrove biasanya tumbuh di habitat mangrove membentuk zonasi mulai dari daerah yang paling dekat dengan laut sampai dengan daerah yang dekat dengan daratan. Pada kawasan delta atau muara sungai, biasanya vegetasi mangrove tumbuh subur pada areal yang luas dan membentuk zonasi vegetasi yang jelas. Sedangkan pada daerah pantai yang lurus, biasanya vegetasi mangrove tumbuh membentuk sabuk hijau/green belt dengan komposisi yang hampir seragam (Nirarita, dkk, 1996).
Identifikasi zonasi didasarkan pada jenis mangrove atau kelompok jenis mangrove dan dinamakan sesuai dengan jenis vegetasi yang dominan, yang tumbuh pada areal tertentu. Beberapa faktor penting yang dianggap paling berperan dalam pembentukan zonasi mangrove antara lain sebagai berikut :
a. pasang surut air laut yang secara langsung mengontrol ketinggian muka air dan salinitas air serta tanah
b. tipe tanah yang berkorelasi langsung dengan aerase, draenase dan tinggi muka air
c. kadar garam air dan tanah
d. cahaya yang berkorelasi langsung dengan daya tumbuh semaian
e. pasokan dan aliran air tawar
Secara umum, zona yang paling dekat dengan laut (berhadapan langsung dengan laut) didominasi oleh jenis-jenis Avicennia dan Sonneratia. Sedangkan zona pertengahan biasanya didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora dan kadang juga ditemui jenis Bruguiera. Zona yang paling dekat dengan daratan biasanya didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus dan Lumnitzera.
Menurut Giesen dkk ( - ), zonasi yang paling umum dijumpai ada empat macam, yaitu :
a. The Exposed Mangrove (zona terluar, paling dekat dengan laut). Secara umum zona ini didominasi oleh Sonneratia alba, Avicennia alba dan Avicennia marina
b. Central Mangrove (zona pertengahan antara lat dan darat). Secara umum zona ini didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora, kadang juga ditemui jenis-jenis Bruguiera
c. The Rear Mangrove (back mangrove, landward mangrove, areal yang paling dekat dengan daratan). Zona ini biasanya tergenangi oleh pasang tinggi saja. Seringkali didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera, Lumnitzera, Xylocarpus dan Pandanus sp
d. Brackish Stream Mangrove (aliran sungai dekat mangrove yang berair payau). Pada zona ini sering dijumpai komunitas Nypa frutican dan kadang dijumpai Sonneratia caseolaris serta Xylocarpus granatum.
D. Adaptasi Flora Mangrove
Secara sederhana, tipe adaptasi flora mangrove terhadap habitatnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu adaptasi terhadap konsentrasi kadar garam, adaptasi terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang serta adaptasi reproduktif.
Adaptasi flora mangrove terhadap kadar garam antara lain sebagai berikut :
1. Sekresi garam (salt extrusion/salt secretion). Flora mangrove menyerap air dengan kadar garam tinggi kemudian mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini biasanya dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan Rhizopora (melalui unsur-unsur gabus pada daun)
2. Mencegah masuknya garam (salt exclusion). Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan / ultra filter yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizopora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis dan Acrostichum
3. Akumulasi garam (salt accumulation). Flora mangrove sering menyimpan natrium dan khlorida pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang sudah tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan merupakan mekanisme pengeluaran kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Mekanisme ini dilakukan oleh Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizopora, Sonneratia dan Xylocarpus.
Adaptasi flora mangrove terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang antara lain sebagai berikut :
1. Akar pensil (pneumathophores). Akar berbentuk seperti tonggak/pensil yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang secara vertikal ke udara, misalnya pada Avicennia dan Sonneratia
2. Akar lutut (knee root). Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh ke arah permukaan kemudian melengkung menuju substrat lagi, misalnya pada Bruguiera
3. Akar tunjang (stilt root). Akar tunjang merupakan akar yang keluar dari batang pohon dan menancap ke dalam substrat, misalnya pada Rhizopora dan Ceriops
4. Akar papan (buttres root). Akar ini mirip dengan banir, melebar menjadi bentuk lempeng, misalnya pada Heritiera
5. Akar gantung (aerial root). Akar gantung merupakan akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat, misalnya pada Rhizopora, Avicennia dan Acanthus.
Adaptasi flora mangrove terhadap mekanisme reproduksi antara lain sebagai berikut :
1. Pembungaan dan polinasi. Polen yang berukuran kecil dan tidak bertangkai memungkinkan polinasi dengan bantuan angin, serangga dan burung. Polen bertangkai polinasi dibantu dengan serangga tertentu. Bunga Sonneratia mekar pada malam hari sehingga polinasi dibantu oleh serangga yang aktif di malam hari
2. Produksi propagul. Kebanyakan mangrove di daerah sub-tropis menghasilkan propagul masak pada musim panas. Sedang pada daerah tropis mangrove berbunga dan berbuah umumnya pada awal musim kemarau
3. Vivipari dan kriptovivipari. Vivipari adalah biji sudah berkecambah ketika masih diatas pohon dan embrio telah keluar dari pericarp, misalnya pada Rhizopora, Bruguiera, Ceriops dan Kandelia. Sedangkan Kriptovivipari adalah biji sudah berkecambah ketika masih diatas pohon (embrio berkembang di dalam buah) tetapi tidak cukup kuat menembus pericarp
4. Penyebaran propagul dan pembentukannya. Propagul pohon-pohon mangrove biasanya memiliki kemampuan mengapung sehingga dapat beradaptasi dengan penyebaran oleh air. Misal pada Rhizopora, selama proses vivipari buah memanjang dan distribusi beratnya berubah sehingga menjadi lebih berat pada bagian ujung bawah serta akhirnya terlepas. Kemudian propagul ini mengapung di air (atau langsung menancap di substrat ketika air surut), tumbuh dimulai dari akar yang muncul dari ujung propagul dan bertahap akan menjadi individu baru.
E. Fungsi Mangrove
Fungsi mangrove secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Fungsi Fisik
a. menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil
b. mempercepat perluasan lahan
c. mengendalikan intrusi air laut
d. melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang
e. menguraikan/mengolah limbah organik
2. Fungsi Biologis/Ekologis
  1. tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya
  2. tempat bersarang berbagai satwa liar, terutama burung
  3. sumber plasma nutfah
3. Fungsi Ekonomis
a. hasil hutan berupa kayu
b. hasil hutan bukan kayu, seperti madu, bahan obat-obatan, minuman, makanan, tanin
c. lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain (pemukiman, pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, rekreasi)
F. Penutup
1. Mangrove merupakan salah satu tipe hutan dengan karakter yang spesifik dan memiliki beberapa fungsi, antara fungsi fisik, biologis dan ekonomis dimana ketiganya harus bisa berfungsi secara integral dan tidak tersegmentasi
2. Perencanaan pembangunan nasional, utamanya di wilayah pesisir yang memiliki ekosistem mangrove, harus bisa menyeimbangkan antara kebutuhan pembangunan di satu sisi dan upaya penyelamatan kelestarian lingkungan mangrove di sisi yang lain
DAFTAR PUSTAKA
  • Giesen, dkk, - , A Field Guide of Indonesian Mangrove , Bogor : Wetlands International-Indonesian Programme
  • Hachinoe, dkk , 1998 , Manual Persemaian Mangrove – di Bali , Denpasar : PT. Indografika Utama
  • Kitamura, dkk , 1997 , Handbook of Mangrove in Indonesia – Bali & Lombok , - : ISME & JICA
  • Kusmana, dkk , 2003 , Teknik Rehabilitasi Mangrove , Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
  • Nirarita, dkk , 1996 , Ekosistem Lahan Basah – Indonesia , Bogor : Wetlands International-Indonesia Programme
  • Taniguchi, dkk , 1999 , Manual Silvikultur Mangrove – Untuk Bali & Lombok , Denpasar : PT. Khrisna Inter Visi Media
  • Tomlinson, 1986 , The Botany of Mangrove , New York : Cambridge University Press