Ekosistem Mangrove
A. Definisi Mangrove
Kata ‘mangrove’ merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove .
Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan
yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk individu-individu
spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedang dalam bahasa
Portugis kata ’mangrove’ digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata ’mangal’
digunakan untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan
menurut FAO, kata mangrove sebaiknya digunakan untuk individu jenis
tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut.
Menurut
Snedaker (1978) dalam Kusmana (2003), hutan mangrove adalah kelompok
jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai
sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang
mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah
an-aerob. Sedangkan menurut Tomlinson (1986), kata mangrove berarti
tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal.
Daerah intertidal adalah wilayah dibawah pengaruh pasang surut sepanjang
garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks.
Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya
dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung
dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh
masukan air dan lumpur dari daratan.
Dengan
demikian secara ringkas dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove adalah
tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai
yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas
genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi
terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang
terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang berinteraksi dengan
faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut hutan mangrove. Antara lain tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen,
hutan payau dan hutan bakau. Khusus untuk penyebutan hutan bakau,
sebenarnya istilah ini kurang sesuai untuk menggambarkan mangrove
sebagai komunitas berbagai tumbuhan yang berasosiasi dengan lingkungan
mangrove. Di Indonesia, istilah bakau digunakan untuk menyebut salah
satu genus vegetasi mangrove, yaitu Rhizopora. Sedangkan kenyataannya
mangrove terdiri dari banyak genus dan berbagai jenis, sehingga
penyebutan hutan mangrove dengan istilah hutan bakau sebaiknya
dihindari.
Secara ringkas ekosistem mangrove terbentuk dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. spesies pohon dan semak yang benar-benar memiliki habitat terbatas di lingkungan mangrove (exclusive mangrove)
b. spesies pohon dan semak yang mampu hidup di lingkungan mangrove dan di luar lingkungan mangrove (non-exclusive mangrove)
c. berbagai
biota yang hidupnya berasosiasi dengan lingkungan mangrove, baik biota
yang keberadaannya bersifat menetap, sekedar singgah mencari makan
maupun biota yang keberadaannya jarang ditemukan di lingkungan mangrove
d. berbagai proses yang terjadi di ekosistem mangrove untuk mempertahankan keberadaan ekosistem mangrove itu sendiri
e. hamparan lumpur yang berada di batas hutan sebenarnya dengan laut
f. sumber daya manusia yang berada di sekitar ekosistem mangrove
Hutan
mangrove dapat ditemukan di pesisir pantai wilayah tropis sampai sub
tropis, terutama pada pantai yang landai, dangkal, terlindung dari
gelombang besar dan muara sungai. Secara umum hutan mangrove dapat
berkembang dengan baik pada habitat dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir, dengan bahan bentukan berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang/koral
b. habitat
tergenang air laut secara berkala, dengan frekuensi sering (harian)
atau hanya saat pasang purnama saja. Frekuensi genangan ini akan
menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove
c. menerima
pasokan air tawar yang cukup, baik berasal dari sungai, mata air maupun
air tanah yang berguna untuk menurunkan kadar garam dan menambah
pasokan unsur hara dan lumpur
d. berair payau (2-22 ‰) sampai dengan asin yang bisa mencapai salinitas 38 ‰
Secara umum hutan mangrove memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Tidak
dipengaruhi oleh iklim, tetapi dipengaruhi oleh pasang surut air laut
(tergenang air laut pada saat pasang dan bebas genangan air laut pada
saat surut)
b. Tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan substrat anaerob berupa lempung (firm clay soil), gambut (peat), berpasir (sandy soil) dan tanah koral
c. Struktur
tajuk tegakan hanya memiliki satu lapisan tajuk (berstratum tunggal).
Komposisi jenis dapat homogen (hanya satu jenis) atau heterogen (lebih
dari satu jenis). Jenis-jenis kayu yang terdapat pada areal yang masih
berhutan dapat berbeda antara satu tempat dengan lainnya, tergantung
pada kondisi tanahnya, intensitas genangan pasang surut air laut dan
tingkat salinitas
d. Penyebaran jenis membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan langsung dengan laut pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Avicennia spp dan Sonneratia
spp (tumbuh pada lumpur yang dalam, kaya bahan organik). Zona
pertengahan antara laut dan daratan pada umumnya didominasi oleh
jenis-jenis Rhizophora spp. Sedangkan zona terluar dekat dengan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Brugiera spp.
B. Diversitas Flora Mangrove
Tomlinson
(1986) membagi flora mangrove menjadi 3 elemen, yaitu elemen mangrove
mayor, elemen mangrove minor dan elemen mangrove asosiasi. Tomlinson
mengklasifikasi ketiga macam elemen flora mangrove ini sebagai berikut :
9 genus dan 34 jenis untuk elemen mangrove mayor, 11 genus dan 20 jenis
untuk elemen mangrove minor serta 46 genus dan 60 jenis untuk elemen
mangrove asosiasi.
Flora elemen mangrove mayor pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Hanya
hidup pada daerah mangrove, secara alami hanya terdapat pada ekosistem
mangrove dan tidak ditemukan di komunitas teresterial/darat
2. Memiliki peran utama dalam struktur komunitas vegetasi mangrove dan memiliki kemampuan untuk membentuk tegakan murni (pure stand)
3. Membentuk morfologi khusus untuk beradaptasi dengan lingkungannya, misalnya dengan adanya akar napas (aerial root), berasosiasi dengan pertukaran gas, vivipari dan kriptovivipari embrio
4. Mekanisme
fisiologis untuk pengeluaran garam sehingga beberapa jenis vegetasi
mangrove dapat tumbuh pada tempat dengan kadar garam rendah sampai
tinggi
5. Isolasi
taksonomi dari kelompok teresterial, mangrove sejati terpisahkan dari
kelompoknya paling sedikit pada tingkat genus dan terkadang pada
tingkatan sub-famili atau famili.
Contoh dari elemen mayor adalah Avicennia marina (api-api), Sonneratia alba (pidada, prapat), Rhizopora mucronata (bakau), Ceriops tagal (mentingi), Bruguiera gymnorrhyza (lindur) dan Nypa frutican (nipah).
Elemen
flora mangrove minor biasanya tidak membentuk elemen vegetasi yang
mencolok, tetapi hanya dijumpai di tepian habitat tersebut dan hampir
tidak pernah membentuk suatu tegakan murni. Contoh dari elemen minor
adalah Pemphis acidula (centigi), Aegiceras corniculatum, Excoecaria agalocha (buta-buta) dan Xylocarpus granatum (nyirih).
Sedangkan
elemen flora mangrove asosiasi pada umumnya tidak memiliki ciri
morfologi yang biasanya dimiliki oleh elemen mayor dan elemen minor
(tidak memiliki akar napas, tipe buah dan biji yang normal, tidak
memiliki mekanisme untuk pengeluaran garam) dan sering kali hanya
dijumpai pada tepi mangrove lebih dekat ke daratan. Contoh dari elemen
asosiasi adalah Terminalia catapa (ketapang), Thespesia populnea, Barringtonia asiatica dan Cerberra manghas (bintaro).
Sedangkan
Giesen ( - ) menyebutkan bahwa vegetasi mangrove di Indonesia mencapai
202 jenis, yang terdiri dari 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 jenis
liana, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas.
Berdasarkan
peran vegetasi terhadap habitat mangrove, Chapman dalam Kusmana (2003)
membagi flora mangrove menjadi dua kategori, yaitu :
1. Flora Mangrove Inti, yaitu flora mangrove yang memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove. Contohnya adalah genus Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera, Schypipora dan Dolichandrone
2. Flora
Mangrove Peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara
ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi flora tersebut juga
berperan penting dalam formasi hutan lain. Contohnya adalah Excoecaria agalocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera litoralis dan Hibiscus tilliaceus.
Vegetasi
mangrove di dunia dapat dijumpai pada sepanjang pantai tropis sampai
sub tropis dengan kondisi lingkungan yang sesuai (pada pantai
terlindung, bebas dari ombak besar, teluk, laguna, estuarin). Sedangkan
penyebarannya dapat dijumpai dari 32° LU sampai dengan 38° LS. Menurut
Chapman dalam Kusmana (2003), berdasarkan keragaman penyebaran vegetasi
di dunia, vegetasi mangrove dibagi menjadi dua yaitu :
1. The Old World Mangrove,
penyebarannya meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara,
Jepang, Filipina, Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik dan Samoa
(disebut juga dengan Grup Timur)
2. The New World Mangrove,
penyebarannya meliputi pantai Atlantik dari Afrika dan Amerika,
Meksiko, pantai Pasifik Amerika dan Kepulauan Galapagos (disebut juga
dengan Grup Barat). Keragaman jenis Grup Barat relatif lebih sedikit
dibanding dengan keragaman di Grup Barat
C. Zonasi Mangrove
Vegetasi
mangrove biasanya tumbuh di habitat mangrove membentuk zonasi mulai
dari daerah yang paling dekat dengan laut sampai dengan daerah yang
dekat dengan daratan. Pada kawasan delta atau muara sungai, biasanya
vegetasi mangrove tumbuh subur pada areal yang luas dan membentuk zonasi
vegetasi yang jelas. Sedangkan pada daerah pantai yang lurus, biasanya
vegetasi mangrove tumbuh membentuk sabuk hijau/green belt dengan komposisi yang hampir seragam (Nirarita, dkk, 1996).
Identifikasi
zonasi didasarkan pada jenis mangrove atau kelompok jenis mangrove dan
dinamakan sesuai dengan jenis vegetasi yang dominan, yang tumbuh pada
areal tertentu. Beberapa faktor penting yang dianggap paling berperan
dalam pembentukan zonasi mangrove antara lain sebagai berikut :
a. pasang surut air laut yang secara langsung mengontrol ketinggian muka air dan salinitas air serta tanah
b. tipe tanah yang berkorelasi langsung dengan aerase, draenase dan tinggi muka air
c. kadar garam air dan tanah
d. cahaya yang berkorelasi langsung dengan daya tumbuh semaian
e. pasokan dan aliran air tawar
Secara umum, zona yang paling dekat dengan laut (berhadapan langsung dengan laut) didominasi oleh jenis-jenis Avicennia dan Sonneratia. Sedangkan zona pertengahan biasanya didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora dan kadang juga ditemui jenis Bruguiera. Zona yang paling dekat dengan daratan biasanya didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus dan Lumnitzera.
Menurut Giesen dkk ( - ), zonasi yang paling umum dijumpai ada empat macam, yaitu :
a. The Exposed Mangrove (zona terluar, paling dekat dengan laut). Secara umum zona ini didominasi oleh Sonneratia alba, Avicennia alba dan Avicennia marina
b. Central Mangrove (zona pertengahan antara lat dan darat). Secara umum zona ini didominasi oleh jenis-jenis Rhizopora, kadang juga ditemui jenis-jenis Bruguiera
c. The Rear Mangrove (back mangrove, landward mangrove,
areal yang paling dekat dengan daratan). Zona ini biasanya tergenangi
oleh pasang tinggi saja. Seringkali didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera, Lumnitzera, Xylocarpus dan Pandanus sp
d. Brackish Stream Mangrove (aliran sungai dekat mangrove yang berair payau). Pada zona ini sering dijumpai komunitas Nypa frutican dan kadang dijumpai Sonneratia caseolaris serta Xylocarpus granatum.
D. Adaptasi Flora Mangrove
Secara
sederhana, tipe adaptasi flora mangrove terhadap habitatnya dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu adaptasi terhadap konsentrasi kadar garam,
adaptasi terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang serta adaptasi
reproduktif.
Adaptasi flora mangrove terhadap kadar garam antara lain sebagai berikut :
1. Sekresi garam (salt extrusion/salt secretion).
Flora mangrove menyerap air dengan kadar garam tinggi kemudian
mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun.
Mekanisme ini biasanya dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan Rhizopora (melalui unsur-unsur gabus pada daun)
2. Mencegah masuknya garam (salt exclusion).
Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui
saringan / ultra filter yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan
oleh Rhizopora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis dan Acrostichum
3. Akumulasi garam (salt accumulation).
Flora mangrove sering menyimpan natrium dan khlorida pada bagian kulit
kayu, akar dan daun yang sudah tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen
dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan merupakan mekanisme
pengeluaran kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan
pembentukan buah. Mekanisme ini dilakukan oleh Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizopora, Sonneratia dan Xylocarpus.
Adaptasi flora mangrove terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang antara lain sebagai berikut :
1. Akar pensil (pneumathophores).
Akar berbentuk seperti tonggak/pensil yang muncul dari sistem akar
kabel dan memanjang secara vertikal ke udara, misalnya pada Avicennia dan Sonneratia
2. Akar lutut (knee root).
Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya
tumbuh ke arah permukaan kemudian melengkung menuju substrat lagi,
misalnya pada Bruguiera
3. Akar tunjang (stilt root). Akar tunjang merupakan akar yang keluar dari batang pohon dan menancap ke dalam substrat, misalnya pada Rhizopora dan Ceriops
4. Akar papan (buttres root). Akar ini mirip dengan banir, melebar menjadi bentuk lempeng, misalnya pada Heritiera
5. Akar gantung (aerial root).
Akar gantung merupakan akar yang tidak bercabang yang muncul dari
batang atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat,
misalnya pada Rhizopora, Avicennia dan Acanthus.
Adaptasi flora mangrove terhadap mekanisme reproduksi antara lain sebagai berikut :
1. Pembungaan
dan polinasi. Polen yang berukuran kecil dan tidak bertangkai
memungkinkan polinasi dengan bantuan angin, serangga dan burung. Polen
bertangkai polinasi dibantu dengan serangga tertentu. Bunga Sonneratia mekar pada malam hari sehingga polinasi dibantu oleh serangga yang aktif di malam hari
2. Produksi
propagul. Kebanyakan mangrove di daerah sub-tropis menghasilkan
propagul masak pada musim panas. Sedang pada daerah tropis mangrove
berbunga dan berbuah umumnya pada awal musim kemarau
3. Vivipari
dan kriptovivipari. Vivipari adalah biji sudah berkecambah ketika masih
diatas pohon dan embrio telah keluar dari pericarp, misalnya pada Rhizopora, Bruguiera, Ceriops dan Kandelia.
Sedangkan Kriptovivipari adalah biji sudah berkecambah ketika masih
diatas pohon (embrio berkembang di dalam buah) tetapi tidak cukup kuat
menembus pericarp
4. Penyebaran
propagul dan pembentukannya. Propagul pohon-pohon mangrove biasanya
memiliki kemampuan mengapung sehingga dapat beradaptasi dengan
penyebaran oleh air. Misal pada Rhizopora, selama proses
vivipari buah memanjang dan distribusi beratnya berubah sehingga menjadi
lebih berat pada bagian ujung bawah serta akhirnya terlepas. Kemudian
propagul ini mengapung di air (atau langsung menancap di substrat ketika
air surut), tumbuh dimulai dari akar yang muncul dari ujung propagul
dan bertahap akan menjadi individu baru.
E. Fungsi Mangrove
Fungsi mangrove secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Fungsi Fisik
a. menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil
b. mempercepat perluasan lahan
c. mengendalikan intrusi air laut
d. melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang
e. menguraikan/mengolah limbah organik
2. Fungsi Biologis/Ekologis
- tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya
- tempat bersarang berbagai satwa liar, terutama burung
- sumber plasma nutfah
3. Fungsi Ekonomis
a. hasil hutan berupa kayu
b. hasil hutan bukan kayu, seperti madu, bahan obat-obatan, minuman, makanan, tanin
c. lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain (pemukiman, pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, rekreasi)
F. Penutup
1. Mangrove
merupakan salah satu tipe hutan dengan karakter yang spesifik dan
memiliki beberapa fungsi, antara fungsi fisik, biologis dan ekonomis
dimana ketiganya harus bisa berfungsi secara integral dan tidak
tersegmentasi
2. Perencanaan
pembangunan nasional, utamanya di wilayah pesisir yang memiliki
ekosistem mangrove, harus bisa menyeimbangkan antara kebutuhan
pembangunan di satu sisi dan upaya penyelamatan kelestarian lingkungan
mangrove di sisi yang lain
DAFTAR PUSTAKA
- Giesen, dkk, - , A Field Guide of Indonesian Mangrove , Bogor : Wetlands International-Indonesian Programme
- Hachinoe, dkk , 1998 , Manual Persemaian Mangrove – di Bali , Denpasar : PT. Indografika Utama
- Kitamura, dkk , 1997 , Handbook of Mangrove in Indonesia – Bali & Lombok , - : ISME & JICA
- Kusmana, dkk , 2003 , Teknik Rehabilitasi Mangrove , Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
- Nirarita, dkk , 1996 , Ekosistem Lahan Basah – Indonesia , Bogor : Wetlands International-Indonesia Programme
- Taniguchi, dkk , 1999 , Manual Silvikultur Mangrove – Untuk Bali & Lombok , Denpasar : PT. Khrisna Inter Visi Media
- Tomlinson, 1986 , The Botany of Mangrove , New York : Cambridge University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar