Telah kita
ketahui bersama bahwa ekosistem terumbu karang di Indonesia terus
mengalami kerusakan parah akibat aktivitas penangkapan yang tidak ramah
lingkungan, terutama pemakaian alat tangkap ilegal dan perubahan suhu
air akibat pemanasan global. Kerusakan
ekosistem terumbu karang diakibatkan aktivitas pembangunan yang
dilakukan dikawasan pesisir dan lautan seperti pertanian, industri,
kegiatan perikanan yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian
(penangkapan menggunakan bom, alat tangkap yang dilarang dan
marikultur), pariwisata, penggundulan hutan, pencemaran, dan perubahan
iklim. Terumbu karang memainkan peranan ekologi yang selalu kalah dengan
kepentingan ekonomi. Padahal terumbu karang merupakan organisme yang
amat penting bagi keberlanjutan sumberdaya yang ada di kawasan pesisir
dan lautan dengan banyak peranan ekologi antara lain tempat hidup,
tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), pembesaran (rearing ground), dan mencari makan (feeding ground). Terumbu karang juga berperan sebagai pelindung pantai dari terpaan gelombang laut besar (tsunami).
Indonesia
diperkirakan memiliki luas ekosistem terumbu karang sekitar 85.707 km
persegi yang mencakup 18% total luas terumbu karang di dunia. Namun
menurut para peneliti di Tim Climate Change dari Balai Penelitian dan
Observasi Laut (BPOL), taksiran terumbu karang yang masih dalam kondisi
baik hanya 6,2 persen dari total 60.000 km persegi. Kondisi ini membuat
para peneliti Indonesia berupaya untuk merehabilitasi ekosistem terumbu
karang, agar kembali menjadi surga tempat tinggal bagi ikan-ikan yang
menjadi salah satu sumber pangan manusia.
Walaupun
telah banyak metode penanggulangan terumbu karang yang rusak, kita tetap
harus mengacu pada “mencegah lebih baik daripada mengobati”, sebab
tidak butuh waktu lama untuk merusak terumbu karang, tapi perlu
bertahun-tahun untuk mengembalikan ekosistem terumbu karang yang sehat.
Setiap tahun pertumbuhan terumbu karang rata-rata satu centimeter.
Terumbu karang yang kekurangan populasi ikan dapat “sembuh” dalam waktu
kurang lebih 39 tahun, sementara yang benar-benar hancur (akibat polusi,
pengeboman, dan lain sebagainya) butuh waktu pulih selama 59 tahun.
Metode transplantasi dinilai cukup efektif, namun membutuhkan modal
besar. Karena itu semua pihak harus sadar untuk melindungi terumbu
karang, karena keberlanjutan ekosistem bawah laut bergantung pada
kelestarian terumbu karang.
Beberapa hal
sederhana yang dapat kita lakukan yaitu belajar lebih banyak tentang
terumbu karang dan menyebarkan pengetahuan ini pada teman atau keluarga,
tidak membuang sampah sembarangan ke laut karena itu dapat mencemari
habitat di dalamnya, tidak memegang, menginjak atau mengambil karang
waktu menyelam di laut, sebab menurut beberapa sumber, jika menyentuh
sedikit saja terumbu karang, mereka akan langsung mati. Selain itu bila
kita ke pantai, mintalah penjaga/ pengelola pantai agar dapat
menyediakan tong sampah (bila tidak ada), menghormati peraturan dan
panduan lokal saat mengunjungi lokasi terumbu karang, mengadakan bakti
sosial membersihkan pantai, tidak menggunakan terumbu karang dalam
akuarium air laut,tidak memakai batu karang sebagai bahan bangunan,
mengingatkan awak kapal untuk hati-hati dalam membuang jangkar, agar
tidak merusak terumbu karang, melaporkan kegiatan yang dapat merusak
terumbu karang (seperti penangkapan ikan secara illegal dan polusi) pada
yang berwenang atau media massa, bergabung dengan kelompok yang
bergerak di bidang lingkungan hidup serta mendukung kegiatan yang
terkait penyelamatan terumbu karang dengan berbagai metode.
Bioreeftek Method
Selama ini telah terdapat berbagai macam metode yang digunakan untuk memulihkan ekosistem terumbu karang. Di antaranya ReefBall (terbuat dari rangka semen), Hexadome (dari rangka besi dan semen), Biorock (dari Besi/ Stainless yg dialiri listrik searah, menggunakan tenaga surya), dan Coral Rubble
(yang dikumpul dan dimasukkan dalam jaring sebagai media). Dan saat ini
mulai terdengar lagi salah satu metode yang murah dan efisien namun
memiliki manfaat besar dalam upaya penyelamatan terumbu karang. Metode
tersebut dikenal dengan Bioreeftek yang mulai dikembangkan sejak tahun
2008 oleh penemunya, Eghbert E. A, M.Sc dan para peneliti di Tim Climate
Change dari Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) yang hak cipta
penemuannya sudah dipatenkan.
Pengertian Bioreeftek secara etimologis yaitu bio= hidup, reef= terumbu, dan tek= teknologi.
Bioreeftek menjadi tempat menempel hewan/ larva planula. Setelah larva
planula menempel, bioreeftek direlokasi ke ekosistem terumbu karang yang
kondisinya kurang baik. Proses relokasi bioreeftek dilakukan dengan
menampungnya secara utuh di wadah dan membawanya menggunakan kapal ke
lokasi tujuan dengan menurunkan tali kedalam air laut. Bioreeftek
memanfaatkan potensi tempurung kelapa sebagai bahan utama perekrutan
hewan karang. Biaya pembuatan bioreeftek lebih murah dan mudah daripada
teknik lain yang dikembangkan serta merupakan pilihan yang sangat
strategis. Hal ini disebabkan karena tempurung kelapa sangat melimpah di
Indonesia dan biaya penerapan teknologinya jauh lebih murah daripada
berbagai teknik lain yang pernah dikembangkan.
Metode ini
diawali dengan memotong tempurung kelapa menggunakan gurinda kemudian
dilubangi kedua ujungnya agar bisa dimasukkan batang alumunium.
Tempurung yang telah dipotong kemudian diisi dengan semen agar tempurung
lebih kuat. Lalu cetak semen menjadi bentuk balok dengan ukuran 45 x 35
x 3 cm atau fleksibel sesuai kebutuhan. Letakkan pipa alumunium
sedemikian rupa sehingga pipa tegak lurus dengan cetakan semen. Setelah
cetakan semen siap dan kuat, masukkan tempurung kelapa ke dalam pipa
alumunium secara teratur. Ikat bagian atas pipa dengan menggunakan kabel
agar tempurung tidak lepas dari pipa. Media Bioreeftek yang telah siap
kemudian diletakkan di perairan yang kondisi terumbu karangnya baik,
agar larva planula karang cepat menempel pada media tempurung kelapa
dengan kedalaman 5 – 10 meter.
Metode
bioreeftek telah mampu memulihkan ekosistem terumbu karang dengan lebih
efisien sehingga telah diterapkan untuk kegiatan rehabilitasi di
Pemuteran – Bali, Pulau Mandiangin – Madura, Nusa Penida, dan Tanahbumbu
– Kalimantan Selatan. Kemudian metode ini juga diterapkan di Taman
Nasional Bunaken – Sulawesi Utara, Tablolong-Nusa Tenggara Timur, Londa
Lima – Sumba Timur, lalu kegiatan KRPN HIMAPIKANI di Pulau Buton.
Nelayan dan
masyarakat pesisir pantai perlu disarankan untuk menggunakan alat
tangkap ramah lingkungan, tidak melakukan penebangan liar hutan/ hutan
bakau yang dapat menyebabkan erosi/ abrasi, ikut serta merehabilitasi
terumbu karang yang ditransplantasi atau dicangkok dengan didampingi
oleh komunitas penyelam dari berbagai lembaga pemerhati lingkungan
perairan. Kontribusi pemerintah dalam upaya pencegahan terumbu karang
yakni dengan memperbaiki taraf hidup masyarakat pesisir, meningkatkan
pengetahuan dan penyadaran kepada masyarakat tentang penegakan hukum,
memberikan hukuman yang tegas bagi para industri yang membuah limbahnya
ke laut, membuat cagar laut, memanfaatkan kapal-kapal bekas sebagai
habitat baru terumbu karang dan juga memfasilitasi perkembangbiakan
terumbu karang. Selain itu secara global turut memperkuat kerja sama
dengan negara-negara Coral Triangle tentang pentingnya mengelola,
menjaga, dan melestarikan laut secara berkelanjutan (sustainable) serta bersama masyarakat dunia mencegah dampak perubahan iklim.
Berdasarkan
hal-hal tersebut diatas, pengelolaan ekosistem terumbu karang di
Indonesia perlu mempertimbangkan pendekatan secara ekologi, ekonomi, dan
sosial budaya. Banyaknya ancaman yang mengganggu keberlangsungan hidup
ekosistem pesisir, memerlukan peran aktif masyarakat sekitar ekosistem
dan para generasi muda. Sehingga, penyelamatan lingkungan ekosistem
bukan hanya wacana kemudian terhenti, melainkan terus beregenerasi.
Menyelamatkan terumbu karang adalah menyelamatkan kehidupan. Kita boleh
bangga memiliki terumbu karang terluas dan terlengkap di dunia. Namun
apa artinya jika 33 persen terumbu karang Indonesia ternyata telah rusak
berat dan hanya tersisa 6 persen saja yang kondisinya masih bagus? Kita
harus ikut menyelamatkan terumbu karang. Kelak dimasa depan, kita akan
merasakan manfaat akan perubahan yang dilakukan mulai saat ini. Salam
Coral !!!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar