Minggu, 13 Agustus 2017

Save Coral Reef

Telah kita ketahui bersama bahwa ekosistem terumbu karang di Indonesia terus mengalami kerusakan parah akibat aktivitas penangkapan yang tidak ramah lingkungan, terutama pemakaian alat tangkap ilegal dan perubahan suhu air akibat pemanasan global. Kerusakan ekosistem terumbu karang diakibatkan aktivitas pembangunan yang dilakukan dikawasan pesisir dan lautan seperti pertanian, industri, kegiatan perikanan yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian (penangkapan menggunakan bom, alat tangkap yang dilarang dan marikultur), pariwisata, penggundulan hutan, pencemaran, dan perubahan iklim. Terumbu karang memainkan peranan ekologi yang selalu kalah dengan kepentingan ekonomi. Padahal terumbu karang merupakan organisme yang amat penting bagi keberlanjutan sumberdaya yang ada di kawasan pesisir dan lautan dengan banyak peranan ekologi antara lain tempat hidup, tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), pembesaran (rearing ground), dan mencari makan (feeding ground). Terumbu karang juga berperan sebagai pelindung pantai dari terpaan gelombang laut besar (tsunami).

Indonesia diperkirakan memiliki luas ekosistem terumbu karang sekitar 85.707 km persegi yang mencakup 18% total luas terumbu karang di dunia. Namun menurut para peneliti di Tim Climate Change dari Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL), taksiran terumbu karang yang masih dalam kondisi baik hanya 6,2 persen dari total 60.000 km persegi. Kondisi ini membuat para peneliti Indonesia berupaya untuk merehabilitasi ekosistem terumbu karang, agar kembali menjadi surga tempat tinggal bagi ikan-ikan yang menjadi salah satu sumber pangan manusia.

Walaupun telah banyak metode penanggulangan terumbu karang yang rusak, kita tetap harus mengacu pada “mencegah lebih baik daripada mengobati”, sebab tidak butuh waktu lama untuk merusak terumbu karang, tapi perlu bertahun-tahun untuk mengembalikan ekosistem terumbu karang yang sehat. Setiap tahun pertumbuhan terumbu karang rata-rata satu centimeter. Terumbu karang yang kekurangan populasi ikan dapat “sembuh” dalam waktu kurang lebih 39 tahun, sementara yang benar-benar hancur (akibat polusi, pengeboman, dan lain sebagainya) butuh waktu pulih selama 59 tahun. Metode transplantasi dinilai cukup efektif, namun membutuhkan modal besar. Karena itu semua pihak harus sadar untuk melindungi terumbu karang, karena keberlanjutan ekosistem bawah laut bergantung pada kelestarian terumbu karang.

Beberapa hal sederhana yang dapat kita lakukan yaitu belajar lebih banyak tentang terumbu karang dan menyebarkan pengetahuan ini pada teman atau keluarga, tidak membuang sampah sembarangan ke laut karena itu dapat mencemari habitat di dalamnya, tidak memegang, menginjak atau mengambil karang waktu menyelam di laut, sebab menurut beberapa sumber, jika menyentuh sedikit saja  terumbu karang, mereka akan langsung mati. Selain itu bila kita ke pantai, mintalah penjaga/ pengelola pantai agar dapat menyediakan tong sampah (bila tidak ada), menghormati peraturan dan panduan lokal saat mengunjungi lokasi terumbu karang, mengadakan bakti sosial membersihkan pantai, tidak menggunakan terumbu karang dalam akuarium air laut,tidak  memakai batu karang sebagai bahan bangunan, mengingatkan awak kapal untuk hati-hati dalam membuang jangkar, agar tidak merusak terumbu karang, melaporkan kegiatan yang dapat merusak terumbu karang (seperti penangkapan ikan secara illegal dan polusi) pada yang berwenang atau media massa, bergabung dengan kelompok yang bergerak di bidang lingkungan hidup serta mendukung kegiatan yang terkait penyelamatan terumbu karang dengan berbagai metode.

Bioreeftek Method

Selama ini telah terdapat berbagai macam metode yang digunakan untuk memulihkan ekosistem terumbu karang. Di antaranya ReefBall (terbuat dari rangka semen), Hexadome (dari rangka besi dan semen), Biorock (dari Besi/ Stainless yg dialiri listrik searah, menggunakan tenaga surya), dan Coral Rubble (yang dikumpul dan dimasukkan dalam jaring sebagai media). Dan saat ini mulai terdengar lagi salah satu metode yang murah dan efisien namun memiliki manfaat besar dalam upaya penyelamatan terumbu karang. Metode tersebut dikenal dengan Bioreeftek yang mulai dikembangkan sejak tahun 2008 oleh penemunya, Eghbert E. A, M.Sc dan para peneliti di Tim Climate Change dari Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) yang hak cipta penemuannya sudah dipatenkan.

Pengertian Bioreeftek secara etimologis yaitu bio= hidup, reef= terumbu, dan tek= teknologi. Bioreeftek menjadi tempat menempel hewan/ larva planula. Setelah larva planula menempel, bioreeftek direlokasi ke ekosistem terumbu karang yang kondisinya kurang baik. Proses relokasi bioreeftek dilakukan dengan menampungnya secara utuh di wadah dan membawanya menggunakan kapal ke lokasi tujuan dengan menurunkan tali kedalam air laut. Bioreeftek memanfaatkan potensi tempurung kelapa sebagai bahan utama perekrutan hewan karang. Biaya pembuatan bioreeftek lebih murah dan mudah daripada teknik lain yang dikembangkan serta merupakan pilihan yang sangat strategis. Hal ini disebabkan karena tempurung kelapa sangat melimpah di Indonesia dan biaya penerapan teknologinya jauh lebih murah daripada berbagai teknik lain yang pernah dikembangkan.

Metode ini diawali dengan memotong tempurung kelapa menggunakan gurinda kemudian dilubangi kedua ujungnya agar bisa dimasukkan batang alumunium. Tempurung yang telah dipotong kemudian diisi dengan semen agar tempurung lebih kuat. Lalu cetak semen menjadi bentuk balok dengan ukuran 45 x 35 x 3 cm atau fleksibel sesuai kebutuhan. Letakkan pipa alumunium sedemikian rupa sehingga pipa tegak lurus dengan cetakan semen. Setelah cetakan semen siap dan kuat, masukkan tempurung kelapa ke dalam pipa alumunium secara teratur. Ikat bagian atas pipa dengan menggunakan kabel agar tempurung tidak lepas dari pipa. Media Bioreeftek yang telah siap kemudian diletakkan di perairan yang kondisi terumbu karangnya baik, agar larva planula karang cepat menempel pada media tempurung kelapa dengan kedalaman 5 – 10 meter.

Metode bioreeftek telah mampu memulihkan ekosistem terumbu karang dengan lebih efisien sehingga telah diterapkan untuk kegiatan rehabilitasi di Pemuteran – Bali, Pulau Mandiangin – Madura, Nusa Penida, dan Tanahbumbu – Kalimantan Selatan. Kemudian metode ini juga diterapkan di Taman Nasional Bunaken – Sulawesi Utara, Tablolong-Nusa Tenggara Timur, Londa Lima – Sumba Timur, lalu kegiatan KRPN HIMAPIKANI di Pulau Buton.

Nelayan dan masyarakat pesisir pantai perlu disarankan untuk menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, tidak melakukan penebangan liar hutan/ hutan bakau yang dapat menyebabkan erosi/ abrasi, ikut serta merehabilitasi terumbu karang yang ditransplantasi atau dicangkok dengan didampingi oleh komunitas penyelam dari berbagai lembaga pemerhati lingkungan perairan. Kontribusi pemerintah dalam upaya pencegahan terumbu karang yakni dengan memperbaiki taraf hidup masyarakat pesisir, meningkatkan pengetahuan dan penyadaran kepada masyarakat tentang penegakan hukum, memberikan hukuman yang tegas bagi para industri yang membuah limbahnya ke laut, membuat cagar laut, memanfaatkan kapal-kapal bekas sebagai habitat baru terumbu karang dan juga memfasilitasi perkembangbiakan terumbu karang. Selain itu secara global turut memperkuat kerja sama dengan negara-negara Coral Triangle tentang pentingnya mengelola, menjaga, dan melestarikan laut secara berkelanjutan (sustainable) serta bersama masyarakat dunia mencegah dampak perubahan iklim.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pengelolaan ekosistem terumbu karang di Indonesia perlu mempertimbangkan pendekatan secara ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Banyaknya ancaman yang mengganggu keberlangsungan hidup ekosistem pesisir, memerlukan peran aktif masyarakat sekitar ekosistem dan para generasi muda. Sehingga, penyelamatan lingkungan ekosistem bukan hanya wacana kemudian terhenti, melainkan terus beregenerasi. Menyelamatkan terumbu karang adalah menyelamatkan kehidupan. Kita boleh bangga memiliki terumbu karang terluas dan terlengkap di dunia. Namun apa artinya jika 33 persen terumbu karang Indonesia ternyata telah rusak berat dan hanya tersisa 6 persen saja yang kondisinya masih bagus? Kita harus ikut menyelamatkan terumbu karang. Kelak dimasa depan, kita akan merasakan manfaat akan perubahan yang dilakukan mulai saat ini. Salam Coral !!!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar