Seiring
berkembangnya kebutuhan industri budidaya ikan atau udang yang dituntut
ramah lingkungan, beragam teknologi yang dapat digunakan untuk
meminimalisir limbah budidaya mulai bermunculan. Banyak upaya yang dapat
dilakukan oleh pembudidaya ikan atau udang untuk meminimalisir limbah
sisa pakan atau mengolahnya.
- Teknologi Sistem Resirkulasi
Sistem ini
memanfaatkan proses nitrifikasi dari bakteri. Dengan sistem ini limbah
dari sisa pakan maupun hasil metabolisme berupa Amoniun dikonversi
menjadi komponen yang lebih dapat ditoleransi oleh ikan yaitu nitrat.
Selanjutnya nitrat dapat digunakan untuk bahan pupuk.
Sistem
tersebut sudah dikembangkan untuk pembesaran ikan lele di STP Serang.
Tidak hanya meminimalisir limbah namun mampu meningkatkan produksi lele
mencapai 400 kg/m3 air atau sekitar 4 kali lipat dari hasil rata-rata
yang biasa dicapai.
- Teknologi Busmetik atau Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik
Model
budidaya ini diterapkan dengan memperkecil petakan tambaknya dari ukuran
biasanya (1/5 hingga 1/4 dari ukuran tampak pada umumnya). Dengan
memperkecil petakan, maka pengontrolan lebih mudah dan efisiensi
penggunaan pakan menjadi lebih maksimal.
Teknologi
ini sudah diselaraskan dengan penanaman vegetasi mangrove yang sangat
berguna untuk mendukung tambak itu sendiri. Air dari tambak tidak
dibuang ke perairan bebas namun diarahkan ke vegetasi mangrove, yang
kemudian dimanfaatkan untuk budidaya bandeng atau kepiting.
- Teknologi Probiotik
Teknologi ini diyakini mampu membantu meminimalisir limbah (terutama pada budidaya udang). Bakteri dari genus Bacillus,
banyak membantu dalam proses perbaikan mutu air tambak karena mampu
menkonversi bahan organik menjadi komponen terurai lainnya yang lebih
ramah.
Probiotik
ini merupakan salah satu upaya budidaya yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan karena probiotik bertugas mengurai H2S, amoniak, nitrit, dan
nitrat yang terdapat pada limbah.
- Teknologi Bioflok
Teknologi
yang menerapkan keseimbangan unsur organik dalam air ini ini sudah
banyak diterapkan, baik pada ikan air tawar maupun pada udang di tambak.
Teknologi ini dapat menekan konversi pakan ikan atau udang sehingga
akan mengurangi buangan ke lingkungan.
- Teknologi Akuaponik
Teknologi
ini juga mulai banyak dikembangkan, karena dinilai mampu meminimalisir
limbah hasil budidaya. Unsur hara (biasanya didominasi unsur Nitrogen)
akan diserap oleh tanaman melalui akarnya. Jenis tanaman yang digunakan
diantaranya adalah tanaman air seperti kangkung.
- Teknologi Yumina (sayur dan ikan) dan Bumina (buah dan ikan)
Teknologi ini dikembangkan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan kelautan dan Perikanan. Prinsip
dasar dari teknologi tersebut hampir sama dengan teknologi akuaponik.
Teknologi ini bahkan sudah diadopsi oleh FAO sebagai teknologi
rekomended untuk dikembangkan.
- Teknologi 90% Satiation Feeding
Teknologi
ini dikembangkan oleh ASA (American Soybean Association). Teknologi
tersebut diambil dari negeri Tiongkok. Logikanya adalah ikan tidak
diberikan pakan kenyang setiap hari, namun hanya pada level 90 % saja.
Sehingga tidak ada makanan yang tersisa karena tidak dimakan, kemudian
metabolisme ikan lebih baik. Teknologi ini pernah dicoba di Indonesia
sekitar 2004 – 2006 pada ikan yang dipelihara di kolam arus deras dan
karamba jaring apung (mas dan nila).
- Teknologi Pakan Terapung
Dengan
menggunakan pakan ikan terapung, maka dapat lebih mudah mengontrol
jumlah pakan yang diberikan kepada ikan. Hal ini karena pakannya
terapung sehingga dapat dilihat dengan mata. Namun teknologi ini hanya
untuk ikan-ikan yang makan di permukaan saja, tidak cocok untuk tipe
demersal seperti udang.
- Teknologi Protein Sparring
Teknologi
ini menggantikan sumber energi utama untuk pakan dengan menggunakan
karbohidrat bukan dari protein. Gagasan tersebut muncul karena adanya
imbauan untuk menekan pengggunaan tepung ikan sebagai bahan baku utama
untuk pabrik pakan.
- Teknologi Bioremediasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar